Ternyata, Kantor Terminal Bus Bantul ini Dulunya Stasiun Kereta Api

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Ternyata, Kantor Terminal Bus Bantul ini Dulunya Stasiun Kereta Api

Pradita Rida Pertana - detikTravel
Senin, 16 Agu 2021 18:46 WIB
Berada di Pinggir Jalan, Kantor Terminal Bus di Bantul ini Dulunya Stasiun Kereta Api Palbapang
Foto: (Pradito Rida Pertana/detikcom)
Jakarta -

Dulu, Kabupaten Bantul ternyata memiliki Stasiun Kereta Api bernama Palbapang. Namun, seiring berjalannya waktu stasiun tersebut beralih fungsi menjadi Terminal Bus antar kota dan antar provinsi.

Pantauan detikcom, Stasiun Palbapang berada di Pedukuhan Karasan, Kalurahan Palbapang, Kapanewon Bantul, Kabupaten Bantul. Bahkan, bangunan stasiun tersebut berada di pinggir Jalan Panembahan Senopati.

Berada di Pinggir Jalan, Kantor Terminal Bus di Bantul ini Dulunya Stasiun Kereta Api PalbapangBerada di Pinggir Jalan, Kantor Terminal Bus di Bantul ini Dulunya Stasiun Kereta Api Palbapang Foto: (Pradito Rida Pertana/detikcom)

Tampak bangunan stasiun tersebut masih terpelihara dengan apik, bahkan fasad atau tampak depan bangunan memang menyerupai Stasiun Kereta Api. Tak hanya itu, tampak pula beberapa sarana seperti pompa air yang berfungsi menaikkan air dari sumur bor ke menara air Stasiun Palbapang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kabupaten Bantul, Nugroho Eko Setyanto mengatakan, bahwa Stasiun Palbapang adalah salah satu stasiun kecil berada di jalur kereta api Yogyakarta-Brosot. Stasiun tersebut melayani penumpang serta pengangkutan barang-barang atau hasil perkebunan tebu dan pabrik gula.

"Sebelum kendaraan bermotor merajai jalanan, maka mobilitas warga umumnya dilakukan dengan menggunakan kereta api," katanya kepada detikcom, Senin (16/8/2021).

ADVERTISEMENT
Berada di Pinggir Jalan, Kantor Terminal Bus di Bantul ini Dulunya Stasiun Kereta Api PalbapangBerada di Pinggir Jalan, Kantor Terminal Bus di Bantul ini Dulunya Stasiun Kereta Api Palbapang Foto: (Pradito Rida Pertana/detikcom)

Demikian pula dengan warga Yogyakarta, pengangkutan kereta api jurusan Yogyakarta-Palbapang. Di mana pada waktu itu menjadi andalan transportasi bagi warga kebanyakan untuk mobil Bantul.

"Baik itu untuk mobilitas pulang-pergi kerja, sekolah ataupun sekadar jalan-jalan. Pada waktu itu waktu tempuh kereta api hanya dua kali, yakni pagi dan sore," ujarnya.

Namun, Malaise yang terjadi tahun 1931-1935 yang melanda dunia mempengaruhi perusahaan-perusahaan pertanian asing yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) termasuk pabrik gula Sewu Galur dan Pundong. Oleh karena itu, mereka menyerahkan kembali hak konversinya baik sebagian maupun seluruhnya.

"Akibatnya, hal ini berpengaruh pula pada sepinya lalu lintas kereta api. Hal ini disusul dengan pembongkaran rel-rel yang terjadi pada masa pendudukan Jepang pada tahun 1942-an, maka berakhirlah jalur kereta api jurusan Kota Yogyakarta-Pundong dan Palbapang-Sewu Galur serta jalur kereta api ke tenggara," ucapnya.

Selanjutnya, jalur kereta diubah untuk merintangi perjalanan tentara Belanda

Selanjutnya, sewaktu pendudukan tentara Belanda (Clash II) pada tahun 1948/1949, tanah-tanah yang semula digunakan untuk jalan kereta api diubah sifatnya oleh rakyat untuk merintangi perjalanan tentara Belanda yang akan menuju ke pelosok-pelosok.

Bahkan, gedung-gedung bangunan yang dahulu digunakan sebagai stasiun turut serta dihancurkan. Dengan demikian pada masa Clash II Stasiun Palbapang untuk sementara tidak digunakan.

"Nah, pada tahun 1954 Stasiun Palbapang kembali aktif digunakan," katanya.

Akan tetapi, jalur kereta api yang sampai ke Brosot sudah tidak difungsikan lagi. Padahal, secara sosial ekonomi keberadaan kereta api juga sangat menguntungkan bagi para pelajar maupun para pekerja yang suka 'nglajo' (perjalanan antar Kabupaten) serta untuk pengangkutan barang hasil pertanian.

"Dengan semakin berkembangnya sarana transportasi umum seperti angkutan 'colt' dan bus pada tahun 1970-an mengakibatkan kereta api kurang efektif dan mulai menurun peranannya," ucapnya.

Alhasil, masyarakat Bantul tidak lagi tergantung pada kereta api yang jalur waktunya hanya dua kali tempuh. Mulai tahun 1975/1976, jalur kereta api dari Stasiun Ngabean ke jalur selatan tidak difungsikan lagi sebagaimana peruntukannya. Bahkan, tanah stasiun telah berubah fungsi menjadi hunian atau warung-warung.

"Bangunan eks Stasiun Palbapang juga sudah mengalami alih fungsi. Pernah dimanfaatkan sebagai Kantor Markas Legiun Veteran Kabupaten Bantul dan mulai tahun 1990-an digunakan untuk terminal transit bus antar-Bantul-Yogyakarta," ujarnya

Berada di Pinggir Jalan, Kantor Terminal Bus di Bantul ini Dulunya Stasiun Kereta Api PalbapangBerada di Pinggir Jalan, Kantor Terminal Bus di Bantul ini Dulunya Stasiun Kereta Api Palbapang Foto: (Pradito Rida Pertana/detikcom)

Secara rinci, Nugroho menjelaskan bahwa kompleks Stasiun Palbapang ketika masih berfungsi berada dalam suatu kawasan yang disebut emplasemen. Di mana emplasemen adalah kawasan yang berada di antara tanda sinyal sampai dengan tanda sinyal keluar.

Di dalam kawasan emplasemen dilengkapi dengan prasarana dan sarana yang memang operasional kereta api. Stasiun Palbapang termasuk stasiun besar karena memiliki emplasemen yang luas dengan sarana rel kereta api yang kompleks. Dahulu batas kawasan emplasemen stasiun diberi pagar berupa kawat berduri.

"Sejak 20 Juli 1990 emplasemen Stasiun Palbapang digunakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul sebagai terminal bus antar kota dalam provinsi," katanya.

Perubahan tersebut ditandai dengan prasasti yang terpasang di dinding sisi utara bangunan stasiun. Beberapa bagian sarana dan prasarana yang dahulu digunakan untuk menunjang terselenggaranya operasional angkatan kereta api sudah tidak terlihat.

"Beberapa sarana yang masih dapat ditemukan antara lain bangunan stasiun toilet. Selain itu, gudang bahan bakar dan alat-alat, rumah dinas serta sisa jalur rel," ucapnya.

"Sedangkan sarana yang tidak lagi terlihat/ditemukan adalah tanda sinyal masuk dan sinyal keluar, peron, jalur rel di dalam emplasemen, serta menara air," lanjut Nugroho.

Stasiun Palbapang Tampak Tenggelam

Nugroho juga menjelaskan, bahwa bangunan Stasiun Palbapang menggunakan tipe limasan. Sedangkan untuk lantainya sendiri menggunakan teraso bermotif dengan warna dasar putih dan berukuran 20 x 20 cm.

Lantai tersebut, kata Nugroho, dikombinasikan dengan terasa sejenis berwarna dasar merah. Sedangkan untuk lantai bagian luar bangunan bagian emper sudah tidak tampak karena tertutup trotoar dan aspal.

"Saat ini ketinggian trotoar 40 centimeter dari lantai stasiun. Sedangkan ketinggian aspal 25 centimeter dari lantai stasiun. Oleh karena itu, bangunan stasiun tampak tenggelam di tengah trotoar dan aspal," katanya.

Menurutnya, pembuatan trotoar sekaligus sebagai upaya untuk mengatasi limpahan air hujan dari jalan raya masuk ke dalam bangunan stasiun. Namun, seiring berjalannya waktu posisi jalan raya semakin tinggi.

"Hal ini terjadi karena posisi jalan raya semakin lama semakin tinggi akibat pengaspalan," ucapnya.

Selanjutnya, emper bagian selatan tidak ada lantai, tetapi hanya berupa tanah. Emperan ini dahulunya untuk tempat parkir andong dan dokar. Selain itu, juga digunakan untuk para pedagang yang berjualan minuman dan makanan.

Emper bagian utara merupakan peron stasiun. Peron adalah halaman atau teras Stasiun, tempat naik turunnya penumpang dan barang. Untuk itu, lantai peron menggunakan plesteran semen yang diberi garis-garis membentuk persegi sehingga menyerupai tegel.

Sedangkan untuk panjang peron sama dengan panjang bangunan stasiun, yakni kurang lebih 22,30 meter. Sedangkan untuk lebarnya kurang lebih 2 meter atau sama persis dengan lebar atap bagian emper.

"Di sebelah utara peron terdapat beberapa jalur Kereta Api. Tapi saat ini teras peron tidak tampak karena tertutup trotoar dan aspal," ucapnya.

Terlepas dari hal tersebut, karena memiliki nilai sejarah yang panjang, pada tahun 2016 Stasiun Palbapang ditetapkan menjadi bangunan cagar budaya oleh Pemerintah Kabupaten Bantul. Bahkan, penetapan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Bupati Bantul.

"Penetapan Stasiun Palbapang sebagai cagar budaya melalui SK Bupati No. 458 tahun 2016," kata Nugroho.

Halaman 2 dari 3


Simak Video "Video: Heboh 10 Nisan Makam di Bantul Dirusak OTK"
[Gambas:Video 20detik]
(elk/elk)

Travel Highlights
Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detikTravel
Kisah Stasiun Kereta Tua
Kisah Stasiun Kereta Tua
22 Konten
Stasiun kereta yang ada di Indonesia umurnya sudah cukup lama, dari zaman kolonial. Sebagian besar masih memiliki tipe bangunan khas zaman kolonial, meski yang lain sudah mendapatkan modernisasi.
Artikel Selanjutnya
Hide Ads