Warga Pangandaran meminta pemerintah menyesuaikan kebijakan PPKM dengan kondisi di lapangan. Hotel dan restoran boleh buka, tapi kok tempat wisata ditutup!
Itu terkait dengan kebijakan pemerintah yang sudah membolehkan hotel dan restoran beroperasi namun belum mengizinkan objek wisata beroperasi. Yang menjadi persoalan, hampir 95 persen hotel dan restoran yang ada di Kabupaten Pangandaran lokasinya berada di dalam kawasan objek wisata.
Itu memicu banyak persoalan dalam pelaksanaan teknis di lapangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi jangan samakan Pangandaran objek wisata lainnya, Pangandaran itu berbeda. Lama-lama ditutup Pangandaran bisa berantakan," kata Kusnadi, warga Desa Pananjung Pangandaran.
Kusnadi memaparkan secara geografis Pangandaran merupakan semenanjung. Dimana di dalamnya terdapat pemukiman penduduk sebanyak satu desa dengan berbagai aktivitasnya sekaligus menjadi objek wisata.
"Kalau objek wisata lain ditutup, ya sudah tinggal blokir akses masuk, selesai. Kalau Pangandaran ketika dinyatakan ditutup, tak bisa langsung diblokir, karena ada ribuan warga yang bermukim dan beraktivitas di kawasan itu," kata Kusnadi.
Kaitan dengan kebijakan pemerintah yang sudah membolehkan hotel dan restoran beroperasi namun belum mengizinkan objek wisata beroperasi, menurut Agus ini menimbulkan permasalahan. Karena di Pangandaran aktivitas hotel dan restoran tidak bisa dilepaskan dari kegiatan pariwisata.
"Contoh kasusnya begini, ketika hotel atau restoran sudah diperbolehkan buka, maka kita melakukan reservasi. Ketika masuk di pintu gerbang, bilang saja ke petugas jaga, bahwa kita bukan mau wisata tapi mau menginap di hotel atau mau makan seafood di restoran. Lalu masuklah kita ke semenanjung. Posisi kita persis depan pantai. Apa iya kita tak ingin sekalian berwisata? Ya pastilah bermain-main ke pantai, berwisata juga kan akhirnya?" kata Kusnadi.
Contoh lainnya belakangan ini banyak joki atau calo wisatawan yang dengan cara tertentu bisa membawa masuk wisatawan ke pantai.
"Oleh warga setempat calon wisatawan itu diklaim sebagai saudaranya, sehingga bisa melewati pos penjagaan. Akhirnya berwisata juga," kata Kusnadi.
Di sisi lain, banyaknya wisatawan yang berhasil "menyelinap" ke pantai ketika objek wisata dinyatakan tertutup, memiliki kerawanan berkaitan dengan keselamatan. Karena ketika objek wisata ditutup, semua sarana dan fasilitas penunjang kegiatan pariwisata tidak beroperasi.
"Segelintir wisatawan itu tak ada yang mengawasi, timbul saling curiga, Pemda kehilangan retribusi, ekonomi susah, berantakan kan?," kata Kusnadi.
Ketimbang menimbulkan kerancuan penerapan aturan serta persoalan-persoalan teknis di lapangan, Kusnadi berharap pemerintah mengizinkan objek wisata buka namun dengan pembatasan-pembatasan.
"Seperti sebelum PPKM itu bagus. Wisata dibuka tapi jumlah pengunjung dikontrol. Ketika sudah mulai ramai maka dilakukan penutupan atau dialihkan ke pantai lain," kata Kusnadi.
Selanjutnya ---> Tanggapan Bupati Pangandaran dan Kepala Dinas Pariwisata
Komentar Bupati Pangandaran
Sebelumnya Bupati Pangandaran, Jeje Wiradinata mengakui penutupan objek wisata telah membuat ribuan masyarakat Pangandaran kelimpungan, karena sektor pariwisata menjadi sandaran ekonomi ribuan masyarakat Pangandaran, baik yang berkecimpung langsung maupun tak langsung.
"Iya banyak warga yang sudah "ngagerung" (mengeluh) karena penutupan wisata. Tapi itu kan kebijakan pemerintah pusat. Tak hanya masyarakat, kami juga Pemda "ngagerung"," kata Jeje.
Dia mengatakan dalam setahun retribusi sektor wisata bisa menyumbang PAD sebesar Rp 40 miliar. Itu belum termasuk pajak lainnya yang berkaitan dengan kegiatan pariwisata seperti pajak hotel dan restoran serta pajak lainnya.
"Biasanya Rp 40 miliar setahun dari retribusi wisata, gara-gara pandemi sudah pasti susut banyak," kata Jeje.
Tanggapan Kepala Dinas Pariwisata Pangandaran
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Pangandaran, Untung Syaeful Rahman menegaskan bahwa sampai saat ini objek wisata di Pangandaran masih ditutup.
"Itu sesuai dengan instruksi Mendagri huruf J bahwa tempat wisata umum ditutup sementara. Rujukan kita tetap itu," kata Untung.
Untung mengakui bahwa kondisi Pangandaran relatif unik. Karena mayoritas hotel dan restoran di Pangandaran berada di dalam kawasan wisata. Sehingga ketika hotel dan restoran sudah diperbolehkan buka sementara wisata tutup, terjadi persoalan. Idealnya ketika hotel dan restoran dibuka maka objek wisatanya pun dibuka, karena itu merupakan satu kesatuan.
"Tapi kami yang di daerah tak bisa berbuat apa-apa. Kami harus turut aturan pusat. Namun kami berharap ada kelonggaran. Karena Pangandaran itu unik, hotel dan restoran mayoritas ada di dalam kawasan wisata," kata Untung.
Untung berharap kondisi yang dialami oleh Pangandaran ini bisa menjadi bahan bagi pemerintah pusat untuk memberikan kelonggaran bagi Pangandaran.
"Mudah-mudahan jadi pertimbangan pusat. Misalnya dengan memberikan kewenangan kepada daerah, sehingga penerapan aturan PPKM ini bisa menyesuaikan dengan situasi dan kondisi Pangandaran," kata Untung.
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!