Perburuan lumba-lumba itu merupakan tradisi selama ratusan tahun di Kepulauan Faroe yang terpencil. Perburuan mamalia laut itu dinamai grind atau Grindadrap dalam bahasa Faroe.
Perburuan kali ini dilakukan di Pantai Skalabotnur di Eysturoy Di sana pula lumba-lumba dibantai. Setelahnya, tubuh lumba-lumba itu ditarik ke darat dan dibagikan kepada penduduk setempat untuk dikonsumsi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari rekaman perburuan, lumba-lumba terlihat meronta-ronta di perairan dangkal yang memerah karena darah saat ratusan orang menonton dari pantai.
Kelompok pendukung penangkapan mamalia laut menyebut perburuan paus adalah cara berkelanjutan untuk mengumpulkan makanan dari alam dan bagian penting dari identitas budaya Faroe.
Di sisi lain, aktivis hak-hak hewan telah lama tidak setuju, menganggap pembantaian itu kejam dan tidak perlu. Apalagi, dengan jumlah buruan yang mencapai ribuan.
Survei menunjukkan bahwa kebanyakan orang menentang pembantaian massal lumba-lumba di Kepulauan Faroe. Pada Minggu (12/9), reaksi nasional adalah "kebingungan dan keterkejutan karena jumlah yang luar biasa besar", kata Trondur Olsen, seorang jurnalis untuk penyiar publik Faroe Kringvarp Foroya.
"Kami melakukan jajak pendapat singkat kemarin menanyakan apakah kami harus terus membunuh lumba-lumba ini. Lebih dari 50% mengatakan tidak, dan lebih dari 30% mengatakan ya," katanya.
Sebaliknya, katanya, jajak pendapat terpisah menunjukkan bahwa 80% mengatakan mereka ingin melanjutkan pembunuhan paus pilot.
Simak Video "Video: 2 Lumba-lumba Terdampar di Pesisir Pantai Pasuruan"
[Gambas:Video 20detik]
(fem/wsw)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol