Sejarah dan Mitos Telaga Ranjeng Brebes yang Dipenuhi Ribuan Ikan Jinak

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Sejarah dan Mitos Telaga Ranjeng Brebes yang Dipenuhi Ribuan Ikan Jinak

Imam Suripto - detikTravel
Sabtu, 13 Nov 2021 18:59 WIB
Telaga Ranjeng Brebes
Foto: Imam Suripto/detikcom
Brebes -

Sebuah telaga di dataran tinggi di Kecamatan Paguyangan, Brebes, Jawa Tengah, menyimpan mitos dan sejarah yang unik. Kolam alami ini masih tergolong perawan dan masih dihuni ribuan ikan jinak.

Nama tempat ini adalah Telaga Ranjeng yang berada di kaki Gunung Slamet tepatnya di Desa Pandansari, Kecamatan Paguyangan. Lokasinya berada di ketinggian 1.200 Mdpl (meter di atas permukaan laut).

Selain panorama alamnya yang memesona, Telaga Ranjeng juga dikenal sebagai tempat wisata yang penuh dengan mitos. Telaga dengan luas 18,85 ha ini terdapat ikan yang sangat jinak, dan menjadi daya tarik bagi wisatawan. Meski jinak, tidak ada satu orang pun yang berani mengambilnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mitos yang beredar di masyarakat, orang yang mengambil ikan di telaga ini bisa mendapatkan malapetaka. Berkat mitos ini lah, populasi ikan di Telaga ini tetap terjaga.

Uniknya lagi, jenis ikan yang hidup di telaga ini sering berganti. Saat ini, ikan yang menghuni telaga adalah jenis ikan mas.

ADVERTISEMENT

Namun, beberapa tahun silam telaga ini dipenuhi ikan lele. Masyarakat percaya suatu saat nanti ikan di Telaga Ranjeng ini, akan berganti kembali ke ikan lele.

Juru kunci Telaga Ranjeng, Jamal (43) yang juga petugas keamanan kawasan hutan lindung Telaga Ranjeng menceritakan perihal keunikan telaga ini. Pada awalnya, cerita Jamal, telaga itu dihuni jenis Ikan Wader.

Namun ikan jenis itu menghilang, dan berganti menjadi lele, yang uniknya ukurannya hampir sama. Sudah beberapa kali, jenis ikan yang hidup di Telaga Ranjeng berganti-ganti secara mendadak. Setelah populasi ikan lele, sejak tahun 2020 lalu berganti menjadi ikan Mas.

"Adanya mitos-mitos ini, para pengunjung tidak berani menangkap ikan di Telaga Ranjeng. Sehingga keberadaannya tetap lestari. Pengunjung ikut meyakini jika mengambil ikan di Telaga ini akan mendapat musibah," tuturnya.

Bergantinya jenis populasi ikan di Telaga Ranjeng ini masih misterius. Sebab, dari dahulu sampai sekarang tidak ada seorang warga pun yang menebar benih ikan tertentu di Telaga ini. Anehnya, ketika jenis ikannya berganti ukurannya hampir sama semua.

Lebih lanjut dia menuturkan, hingga kini belum diketahui secara pasti kedalamannya telaga ini. Dia meneruskan, tahun 2018 lalu, sejumlah mahasiswa Unsoed Purwokerto melakukan penelitian kedalaman Telaga Ranjeng tersebut.

Proses pengukuran kedalaman dasar telaga dilakukan menggunakan alat Sonar. Hasilnya sangat mencengangkan, karena kedalaman titik terdalam dari Telaga Ranjeng mencapai 1.200 meter.

"Sampai sekarang, belum diketahui secara pasti berapa kedalaman telaga ini. Ada yang mengatakan hanya sekitar tiga meter. Namun di tahun 2018 lalu, dari hasil penelitian sejumlah mahasiswa Unsoed Purwokerto yang mengukur kedalaman telaga ini, hasilnya dasar terdalam telaga mencapai 1.200 meter. Ini kan aneh," ucapnya.

Telaga Ranjeng ini merupakan sebuah Cagar Alam. Di sekitar telaga terdapat tanaman hutan yang usiannya mencapai ratusan tahun. Bekas-bekas pohon besar yang tumbang juga masih tergeletak di kawasan ini.

Telaga ini kali pertama ditemukan oleh orang Belanda pada tahun 1924. Setahun setelah ditemukan, Pemerintah Hindia Belanda menetapkan Telaga Ranjeng sebagai Strict Nature Reserve, atau Kawasan Cagar Alam melalui Surat Keputusan (SK) Besluit Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomor 25 tanggal 11 Januari 1925, dengan total luas Cagar Alam mencapai 48,5 ha.

Status Cagar Alam Telaga Ranjeng itu, kemudian diperkuat melalui SK Penunjukan Menteri Kehutanan Nomor SK.3 5 9/MenHut-II/2004 tanggal 1 Oktober 2004. Di tahun 2013, statusnya diperkuat kembali melalui SK Menhut Nomor 313/Menhut-II/2013, tanggal 13 Mei 2013.

Berdasarkan SK Menhut ini, total luas kawasan konservasi hutan resapan wilayah Brebes selatan ini, mengalami penambahan menjadi 53,41 ha, dengan luas telaga mencapai 18,74 ha. Kemudian, di tahun 2018 dilakukan pengukuran BKSDA Jateng, melalui Seksi Konservasi Wilayah II Pemalang, dan diketahui luas keseluruhan kawasan Cagar Alam itu menjadi 58,5 ha. Rinciannya, 39,7 ha luas daratan atau hutan, dan 18,85 ha telaga telaga atau perairan.

"Sudah sejak zaman Pemeritahan Kolonial Belanda, Telaga Ranjeng ini ditetapkan sebagai Cagar Alam. Tepatnya sejak tahun 1925. Kemudian, diperkuat oleh pemeritah kita pada tahun 2004," ungkap Sejarahwan Kabupaten Brebes, Wijanarto, Minggu (13/11/2021).

Hutan Lindung kawasan Telaga Ranjeng itu, ternyata juga kaya akan flora dan fauna yang unik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui ada sebanyak 40 spesies tanaman, dan 23 spesies hewan hidup di Kawasan Cagar Alam Telaga Ranjeng.

"Telaga Ranjeng ini memiliki bentang alam yang sangat menarik. Hasil penelitian Yuniarso, ada sebanyak 40 spesies tanaman dan 23 spesies hewan yang hidup di sana," terang Wijanarto yang juga Kabid Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Brebes ini.

Selanjutnya: mahkluk tak kasat mata di Telaga Ranjeng

Tak hanya pesona alam dengan kekayaan flora dan faunanya, Telaga Ranjeng juga dipercaya masyarakat sebagai tempat tinggal sejumlah damyang atau mahluk halus. Salah satu mitos yang sangat kental di masyarakat sekitar adalah ikan lele raksasa, atau raja ikan lele yang tinggal di telaga tersebut. Sehingga, ika lele menjadi ikon Telega Ranjeng.

Sosok-sosok tak kasatmata lain yang dipercaya menghuni Telaga Ranjeng di antaranya, Ratu Wonara atau Ratu Siluman Kera Putih. Ratu Majeti atau siluman ular berkepala manusia. Ada lagi yang dikenal sebagai Eyang Putihan, Anglingkusumo yang merupakan putra dari Prabu Anglingdharma, Eyang Tunggul Wulung, Ratu Maung atau siluman Harimau putih, dan Nyi Dewi Rantamsari.

"Telaga Ranjeng ini, selain sebagai cagar alam, juga memiliki ekologi kebudayaan yang menarik. Masyarakat sekitar percaya adanya mitos di Telaga Ranjeng ini. Salah satunya, mitos ikan Lele yang berukuran besar, dimana ikan ini menjadi icon Telaga Ranjeng. Kemudian, masyarakat percaya adanya damyang atau mahluk halus yang menjadi penghuni telaga ini, seperti Ratu Wanora dan ular berkepala manusia. Semua ini merupakan ibu kebudayaan yang menarik di masyarakat sekitar," papar Wijanarto.

Di balik mitos mitos itu, Telaga Ranjeng merupakan cagar alam yang ramai dikunjungi wisatawan. Itu lantaran pesona alam, dan keunikan habitat ikan yang ada di Telaga tersebut. Pengunjung sangat menikmati saat memberikan makan ikan di Telaga yang jinak. Ikan-ikan itu diberi makan roti, yang bisa di beli di lokasi Telaga.

Nugroho (31), salah satu pengunjung Telaga Ranjeng mengaku, baru kali ini berkunjung. Ia mengetahui cerita Telaga Ranjeng dari temannya, sehingga penasaran untuk mengunjunginya.

"Ternyata benar, ikannya jinak dan besar-besar. Tempatnya juga masih sangat asri," singkatnya.

Halaman 2 dari 3


Simak Video "Video: Parahnya Bencana Tanah Bergerak di Sirampog Brebes, 112 Rumah Rusak"
[Gambas:Video 20detik]
(pin/pin)

Hide Ads