GMTI (Global Moslem Travel Index)
GMTI merupakan laporan riset pasar perjalanan Muslim yang diluncurkan oleh Mastercard dan CrescentRating. Tahun 2021 merupakan tahun keenam mereka meluncurkan laporan riset tersebut.
GMTI terbaru dirilis pada Rabu, 14 Juli 2021. Indonesia berada di posisi keempat dalam daftar 20 destinasi wisata halal terbaik dunia 2021 dengan skor 73. Sebelumnya di tahun 2019, Indonesia meraih posisi pertama bersama Malaysia dengan skor imbang, yakni 78.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun Malaysia masih di posisi pertama tahun ini, disusul oleh Turki di posisi kedua, Arab Saudi di posisi ketiga, dan Uni Emirat Arab (UEA) di posisi kelima.
Indonesia tercatat mengalami peningkatan secara berjenjang dari ranking enam pada 2015, ranking empat (2016), ranking tiga (2017), rangking dua (2018), dan Indonesia sempat menduduki peringkat 1 GMTI pada tahun 2019.
Berdasarkan laporan GMTI 2021, peringkat tersebut berdasarkan beberapa faktor, di antaranya fasilitas dan layanan yang ramah wisatawan Muslim.
Pasar Wisata Halal Indonesia
Market wisata halal/moslem friendly tourism harus menjadi salah satu pusat perhatian Kemenparekraf. Berdasarkan Laporan Mastercard Crescentrating Global Travel Market Index (GMTI) 2019, diprediksi akan ada 230 juta wisatawan muslim secara global pada 2026.
Hal tersebut meningkat dari 2018 yang hanya sekitar 140 juta. Senada dengan prediksi tersebut, Global Islamic Economy Report menyebutkan perputaran uang dari wisata halal dunia diprediksi meningkat, dari 177 miliar dolar AS (2017) menjadi 274 miliar dolar pada 2023 mendatang.
Hemat saya, Kemenparekraf harus mengambil momentum untuk membangkitkan pariwisata halal seperti pada tahun 2016, Indonesia memenangkan 12 Kategori pada World Halal Tourism Award.
Peringkat Indonesia pada Global Moslem Travel Index (GMTI), menurut saya patut mendapat perhatian agar pada penilaian berikutnya Indonesia bisa Kembali menempati peringkat pertama.
Meskipun potensi marketnya sangat besar, tidak semua destinasi khususnya di 5 DPSP bisa menjadi destinasi wisata halal. Hal tersebut karena pemahaman masyarakat yang belum paham betul terkait arti sebenarnya dari wisata halal sesuai dengan pengertian standard oleh Kemenparekraf.
Walaupun sah-sah saja untuk menerapkan hal tersebut di destinasi dengan minoritas muslim seperti konsep wisata halal juga berkembang di negara-negara yang bukan anggota Organisasi Kerja Islam (OKI), seperti Jepang, Taiwan, dan Korea Selatan.
Intinya soal wisata halal, saya mengajak kita semua untuk fokus pada layanan tambahan amenitas, atraksi, dan aksesibilitas yang ditujukan dan diberikan untuk memenuhi pengalaman, kebutuhan, dan keinginan wisatawan muslim, bukan merombak keseluruhan destinasi yang tentunya akan melunturkan kekhasan dan kearifan lokal yang terus dijaga.
Saya kerap mengatakan di berbagai forum bahwa 'Halal lifestyle' adalah salah satu kunci kebangkitan pariwisata Indonesia di tengah pandemi.
Protokol CHSE yang kita jalankan dan menjadi syarat sebuah destinasi dibuka, adalah salah satu implementasi dari wisata halal itu sendiri. Halal lifestyle adalah Vaksin Pariwisata, demikian yang kerap saya sampaikan di berbagai forum.
Selanjutnya: Meningkatkan Citra Indonesia di Mata Dunia
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol