Tragedi 9/11 telah mengubah banyak aspek dalam dunia penerbangan, termasuk sistem keamanan di bandara. Saking ketatnya, privasi penumpang harus dikorbankan.
Pembajakan pesawat di New York pada 11 September 2001 sungguh menggemparkan dunia. Dua pesawat menabrak gedung kembar World Trade Center (WTC), satu pesawat menabrak Pentagon, dan satu pesawat kecelakaan di selatan Pennsylvania. Aksi teror yang menyebabkan sekitar 3.000 orang meninggal itu tentunya menimbulkan trauma bagi masyarakat.
Mungkin traveler bertanya-tanya, bagaimana bisa empat pesawat maskapai Amerika Serikat dapat dibajak? Jika kita kembali ke tahun 2001, sistem keamanan penerbangan belum seketat sekarang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dulu, petugas bandara hanya melakukan pemeriksaan singkat ke penumpang. Anggota keluarga juga diizinkan mengantar penumpang sampai ke dalam pintu masuk.
Maskapai juga meminta penumpang datang 15 sampai dengan 30 menit sebelum keberangkatan. Untuk pemeriksaan senjata api, itu sudah dilakukan sejak 1973. Hanya saja pisau dan kotak pemotong tak dilarang sehingga itu menjadi celah bagi pembajak 9/11.
![]() |
Bandingkan dengan sistem keamanan hari ini yang dipenuhi syarat dan pemeriksaan. Kita juga harus berkali-kali melewati alat pendeteksi logam dan banyak barang yang dilarang dibawa ke pesawat.
Adanya sistem yang ketat itu, bermula dari tragedi 9/11. Dua bulan setelah peristiwa nahas tersebut, Presiden Amerika Serikat saat itu, George W Bush membentuk Administrasi Keamanan Transportasi (TSA).
Dilansir dari CNBC, tugas TSA adalah mengamankan bandara. Mereka diizinkan untuk memeriksa tas penumpang, meningkatkan keamanan pintu kokpit, dan menambah jumlah marsekal udara federal dalam penerbangan. Hal ini dilakukan untuk menurunkan risiko pembajakan dan aksi teror di pesawat.
Namun aturan ini rupanya mengancam privasi penumpang. Ketika melewati mesin pendeteksi logam, calon penumpang harus melepas ikat pinggang. Penumpang juga tidak diizinkan membawa cairan dengan volume tertentu.
Ini dilakukan untuk menekan risiko pembuatan bom di dalam pesawat.
"Ini jauh lebih merepotkan dibandingkan dengan sebelum tragedi 9/11. Namun kami mulai terbiasa melakukannya," kata seorang pelancong, Ronald Briggs.
Selain itu, TSA juga memberlakukan layanan PreCheck dan Global Entry. Layanan ini memungkinkan calon penumpang melewati pemeriksaan tanpa menanggalkan sepatu, jaket, dan ikat pinggang. Mereka juga tidak perlu mengeluarkan laptop dari tasnya.
![]() |
Terlihat praktis, bukan?
Tetapi layanan itu harus dibayar dengan sejumlah uang dan informasi pribadi calon penumpang. PreCheck akan menanyakan informasi umum seperti riwayat pekerjaan dan alamat pada calon penumpang yang ingin menggunakan layanan ini.
Calon penumpang juga diminta memberikan sidik jari dan melakukan pemeriksaan catatan kriminal. TSA juga diperbolehkan memeriksa data pribadi, termasuk unggahan penumpang di media sosial, pemberitaan media, lokasi, hingga riwayat transaksi.
Rupanya upaya ini menimbulkan kekhawatiran dari pengamat dan advokat privasi.
"Masih belum jelas apakah hal itu berhubungan dengan keamanan penerbangan," kata ahli privasi di Serikat Kebebasan Sipil Amerika, Jay Stanley.
Di samping itu, ada kekhawatiran pula akan bocornya data pribadi penumpang. Saat ini lebih dari 10 juta orang terdaftar di PreCheck.
(pin/pin)
Komentar Terbanyak
Didemo Pelaku Wisata, Gubernur Dedi: Jelas Sudah Study Tour Itu Piknik
Prabowo Mau Borong 50 Boeing 777, Berapa Harga per Unit?
Prabowo Mau Beli 50 Pesawat Boeing dari AS, Garuda Ngaku Butuh 120 Unit