Canang Sari di Sirkuit Mandalika Disorot, Sajen dengan Nilai Spiritual

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Canang Sari di Sirkuit Mandalika Disorot, Sajen dengan Nilai Spiritual

Putu Intan - detikTravel
Selasa, 22 Mar 2022 12:25 WIB
Canang Sari
Foto: Okkisafire/Wikimedia Commons
Jakarta - Canang Sari ramai dibahas karena aksi pawang hujan di MotoGP Mandalika. Canang sari juga kerap ditemui wisatawan di Bali. Ini maknanya.

Bila traveler liburan ke Bali, pasti tidak asing dengan Canang Sari atau benda yang kerap disebut sebagai sajen. Traveler akan melihat bunga warna-warni yang diletakkan di alas janur lalu di atasnya diberi dupa.

Dikumpulkan dari berbagai sumber, Canang Sari sebenarnya merupakan perlengkapan keagamaan umat Hindu Bali. Canang Sari ini digunakan sebagai persembahan sehari-hari dan diletakkan di berbagai tempat, termasuk pura, rumah, hingga di jalanan.

Canang Sari ini memiliki makna dan simbol keagamaan yang berkaitan dengan keberadaan dan kemahakuasaan Sang Hyang Widhi Wasa. Dalam prosesi sembahyang Hindu Bali, canang sari menjadi kuantitas terkecil namun inti.

Bila dilihat dari asal katanya dalam bahasa Kawi, ca berarti indah dan nang berarti tujuan. Sedangkan sari berarti inti atau sumber. Dengan demikian, Canang Sari ini menjadi sarana memohon keindahan ke hadapan Sang Hyang Widhi Wasa.

Selain itu, unsur-unsur dalam Canang Sari juga memiliki maknanya sendiri. Dimulai dari alasnya yaitu caper. Caper terbuat dari janur yang biasanya dibuat bentuk segi empat. Ini melambangkan pembentuk badan (anggasarira).

Kemudian, di atasnya diberi beras yang membuat badan menjadi hidup. Beras melambangkan benih di awal kehidupan yang bersumber dari Sang Hyang Widhi Wasa.

Lalu di dalam Canang Sari juga ditaruh porosan yang terdiri atas daun sirih, kapur, dan gambir. Ketiga unsur ini melambangkan pikiran, perkataan, dan perbuatan yang membuat badan tadi bernyawa.

Selain itu, porosan juga melambangkan Trimurti dalam Hindu di mana kapur mewakili Siwa, sirih mewakili Wisnu, dan gambir mewakili Brahma.

Porosan dapat dimaknai bahwa setiap manusia harus mempunyai hati yang penuh cinta, welas asih, dan rasa syukur pada Sang Hyang Widhi Wasa.

Kemudian di sana juga diletakkan jajan, tebu, dan pisang yang menjadi simbol Tedong Ongkara yang melambangkan kekuatan Upetti, Stiti, dan Pralinan dalam alam semesta.

Tak lupa ada pula Duras yakni janur yang ditata dalam bentuk bundar yang terdiri atas 8 ruas. Ini melambangkan roda kehidupan dalam kehidupan manusia.

Lalu, bunga lima warna juga tak boleh dilupakan. Selain melambangkan keindahan, bunga juga memiliki maknanya tersendiri sesuai warna.

Bunga putih diletakkan di timur sebagai simbol kekuatan Dewa Iswara. Kemudian, bunga mewah di selatan melambangkan Dewa Brahma.

Lalu bunga kuning di bagian barat melambangkan Dewa Mahadewa dan bunga berwarna gelap di utara sebagai lambang Dewa Wisnu. Sedangkan bunga hijau menyimbolkan Panca Dewata.

Bunga yang dipilih juga sengaja yang wangi dan tidak wangi. Ini menjadi cermin kehidupan, bahwa dalam hidup ini tidak semuanya berjalan baik, terkadang kita juga mengalami hal buruk.

Canang Sari juga diberi lepa sebagai lambang perilaku baik. Dan terakhir diberi minyak wangi yang menjadi simbol ketenangan jiwa atau pengendalian diri. Terakhir, Canang Sari juga diberi sesari atau uang.

Dari sebuah Canang Sari ada makna kehidupan dan rasa syukur pada Sang Hyang Widhi Wasa. Tak hanya ketika dipersembahkan, saat membuatnya yang memerlukan waktu dan tenaga juga menjadi simbol pengorbanan diri manusia kepada Sang Hyang Widhi Wasa.


(pin/fem)

Hide Ads