Banjir Rob Berulang Tiap Tahun, Ahli: Moratorium Penggunaan Air Tanah

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Banjir Rob Berulang Tiap Tahun, Ahli: Moratorium Penggunaan Air Tanah

Novia Aisyah - detikTravel
Kamis, 26 Mei 2022 19:27 WIB
Banjir rob pelabuhan Tanjung Emas, Rabu (25/5/2022) pagi.
Banjir rob pelabuhan Tanjung Emas, Rabu (25/5/2022) pagi. (Afzal Nur Iman/detikcom)
Semarang -

Banjir rob di kawasan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang terjadi akibat penahan air laut jebol pada Senin (23/5/2022). Ahli meminta ada kebijakan untuk moratorium air tanah.

Berdasarkan informasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Tengah, kejadian ini diawali ketika tanggul penahan di kawasan Lamicitra tidak mampu menahan kapasitas air yang besar. Kedalaman banjir pun bervariasi, hingga capai 1,5 meter di area Lamicitra, 55 cm di Jalan Coaster, 50 cm di Jalan Yos Sudarso dan Ampenan, serta 40 cm di Jalan M. Pardi.

Ahli Geomorfologi Pesisir dan Laut dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Bachtiar W. Mutaqin, S.Kel., M.Sc., salah satu penyebab banjir rob adalah global warming dan menyebabkan permukaan air laut naik. Sementara, material tanah di kawasan utara Jawa belum solid. Tanah yang belum solid ini diperburuk dengan banyaknya pemukiman, baik pribadi atau skala industri yang menyebabkan banyaknya penggunaan air tanah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Akibatnya banyak permasalahan, cukup kompleks mulai dari kenaikan muka laut, kemudian material tanahnya yang alluvial umurnya masih muda, juga terkait dengan penggunaan lahan," terang Bachtiar (24/5/2022) di kampus UGM, seperti dikutip dari laman resmi perguruan tinggi tersebut.

Dia menyampaikan, banjir rob di Semarang punya riwayat sejak lama. Peristiwa kali ini juga disebabkan waktu yang bersamaan dengan puncak pasang, saat bumi dan bulan berada di posisi yang dekat.

ADVERTISEMENT

"Pasangnya cukup tinggi, tanggulnya jebol ya akhirnya kawasan di pesisir Semarang terendam," kata Bachtiar.

Bachtiar turut menerangkan bahwa material tanah di utara Pulau Jawa berasal dari sedimentasi proses sungai, sehingga materialnya diukur dari skala geologi masih muda. Itulah sebabnya sifat tanah tersebut masih labil dan belum solid.

Dia berharap ada perhatian terkait tata ruang terkait dengan penurunan permukaan tanah. Penggunaan lahan perlu diatur, utamanya untuk wilayah pesisir, sehingga pemanfaatannya tidak terlalu masif. Begitu juga dengan industri skala besar dan penggunaan air tanahnya yang menurutnya perlu dimanajemen secara khusus.

"Kita berharap ada semacam moratorium atau peraturan yang melarang penggunaan air tanah yang di skala industri atau seperti apa itu perlu dilakukan juga," kata dia.

***

Artikel ini juga tayang di detikEdu, klik di sini




(fem/iah)

Hide Ads