TRAVEL NEWS
Mengenang Andil 5 Pemahat Jepara Bangun Mihrab Bersejarah Masjid Al Aqsha

53 tahun lalu sebuah tragedi terjadi di masjid Al Aqsha. Lima pemahat Jepara memiliki andil dalam mambngun kembali mihrab bersejarah yang turut terbakar.
Tragedi di masjid Al Aqsha itu terjadi pada 21 Agustus 1969. Waktu itu, masjid Al Aqsha yang berada di bawah pendudukan Israel, dibakar oleh seorang turis Australia bernama Denis Michael Rohan. Peristiwa pilu tersebut menyebabkan banyak peninggalan bersejarah Islam hangus terbakar. Salah satunya, mimbar Nuruddin Zanki, yang merupakan peninggalan Sholahudin Al Ayyubi pada tahun 1187.
Menurut Ketua Komite Nasional untuk Rakyat Palestina Suripto ada kontribusi Indonesia dalam merespons kejadian tersebut. Antara lain, mendorong negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim untuk membentuk Organisasi Konferensi Islam (OKI) pada tanggal 25 September 1969.
Dengan melibatkan 24 negara muslim di seluruh dunia, termasuk Indonesia, agenda awal OKI adalah adalah merenovasi masjid yang telah rusak akibat insiden tersebut.
"Selain memobilisasi negara-negara lain hingga terbentuknya OKI, Indonesia pun turut berkontribusi dalam pembuatan replika mimbar Nuruddin Zanki yang dikenal juga dengan sebutan mimbar Sholahuddin," kata Suripto dalam rilis kepada detikTravel, Kamis (25/8/2022).
"Setelah 38 tahun usai pembakaran, replika mimbar itu diletakkan di dalam masjid Al-Aqsha. Pembuatan replika mimbar ini diinisiasi oleh Kerajaan Yordania. Dari Indonesia terpilih lima pemahat asal Jepara untuk membantu proyek membuat kembali mimbar bersejarah tersebut. Mereka adalah Abdul Mutholib, Zaenal Arifin, Ali Ridho, Sarmidi dan Mustafid Dinul Aziz," dia menambahkan.
Selain mimbar tersebut, aset lain yang ikut terbakar termasuk mihrab Zakaria, atap, dan kubah kayu masjid, maqam Arbain, 48 unit jendela dan 3 koridor masjid yang semuanya habis dilalap api.
"Kita telah kehilangan banyak aset sejarah yang sudah tidak bisa dipulihkan lagi. Nilainya tidak bisa disetarakan dengan uang. Karena itulah kewajiban kita dan juga masyarakat internasional untuk menjaga situs-situs bersejarah seperti ini, bukan saja untuk kepentingan umat Islam, tapi juga sebagai warisan budaya yang bisa dipelajari oleh generasi-generasi mendatang," ujar dia.
Suripto pun mengisahkan tentang Imam Besar Masjid Al-Aqsha saat terjadinya peristiwa tersebut, Syekh Ikrimah Shobri, yang mencurigai bahwa pembakaran itu sudah memiliki skenario. Asumsi ini didasarkan pada putusnya saluran air ke komplek masjid Al-Aqsha serta upaya pencegahan para awak pemadam kebakaran menuju lokasi. Semua hambatan itu dilakukan agar api semakin menjalar membakar seluruh bagian masjid.
"Tujuannya adalah ingin menguji reaksi kaum muslimin, kira-kira sejauh mana kepedulian mereka terhadap masjid Al-Aqsha. Dibentuknya OKI dengan Indonesia sebagai salah satu inisiator adalah bukti umat Islam merespon dengan cara elegan," kata dia.
Saat ini, kondisi masjid Al Aqsha masih terancam secara fisik. Penggalian terowongan di bawah masjid menyebabkan banyak bagian bangunan yang retak sehingga terancam roboh.
Di samping itu, pemerintah Israel juga membuat aturan sepihak yang membagi waktu penggunaan masjid baik antara kaum muslim maupun kaum Yahudi. Masyarakat Palestina pun dilarang oleh Israel untuk merenovasi bangunan masjid yang sebagiannya sudah lapuk. Pembiaran ini seperti disengaja agar Al Aqsha runtuh dengan sendirinya.
"Ditambah lagi penistaan yang dilakukan setiap hari dengan leluasa masuk keluar komplek masjid untuk melakukan ritual Talmud," kata dia.
Baca juga: Sejarah Madinah, Kota Sehat Menurut WHO |
Simak Video "Bertemu Jokowi, Dubes Palestina Apresiasi Konsistensi Dukungan RI"
[Gambas:Video 20detik]
(fem/fem)