Pesta Bacha Bazi, Anak Laki-laki Tampan Didandani Mirip Wanita

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Pesta Bacha Bazi, Anak Laki-laki Tampan Didandani Mirip Wanita

Putu Intan - detikTravel
Jumat, 09 Sep 2022 14:45 WIB
URUZGAN PROVINCE, AFGHANISTAN - JANUARY:   Afghan men perform the Bazi dance to a group of policemen in Charchino in Uruzgan province, Afghanistan, January 27, 2013. The performance is based upon the Bacha Boy dances that were common during the Taliban reign when Bacha Boys were prostituted to wealthy men and made to perform. (Photo by Kate Geraghty/The Sydney Morning Herald/Fairfax Media via Getty Images via Getty Images).
Bacha bazi. Foto: Fairfax Media via Getty Images/The Sydney Morning Herald
Jakarta -

Tradisi bacha bazi di Afghanistan bak rahasia umum. Para anak lelaki didandani seperti wanita lalu disuruh menari sampai memuaskan nafsu seksual pria dewasa.

Salah satu pelaku bacha bazi bernama Mustafa pernah menceritakan kesehariannya menjadi seorang bacha pada tahun 2009. Kala itu, usianya masih 16 tahun.

Setiap malam ketika para pria berpesta, dia akan diundang untuk melayani mereka. Sebagai seorang bacha, Mustafa memiliki seorang pemilik. Pemiliknya ini akan mendandaninya bak wanita.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menjadi bacha bukanlah pilihan hidupnya. Saat kecil, ia sudah diperingatkan oleh keluarganya.

"Kakek saya terus mengatakan ketika saya masih kecil untuk berhati-hati dengan laki-laki karena saya tampan," katanya seperti dilansir dari The Guardian, Jumat (9/9/2022).

ADVERTISEMENT

"Suatu hari seorang mekanik di kota menyerang saya, keluarga saya menolak saya dan saya harus pergi dan tinggal bersama pria itu. Sekarang saya bersama orang lain dan dia mengajari saya menari," imbuhnya.

Mustafa kemudian membeberkan dengan rinci tempat ia membeli pakaian wanita. Ia juga sudah terbiasa didandani begini.

"Tidak apa-apa," ujarnya.

URUZGAN PROVINCE, AFGHANISTAN - JANUARY:   Afghan men perform the Bazi dance to a group of policemen in Charchino in Uruzgan province, Afghanistan, January 27, 2013. The performance is based upon the Bacha Boy dances that were common during the Taliban reign when Bacha Boys were prostituted to wealthy men and made to perform. (Photo by Kate Geraghty/The Sydney Morning Herald/Fairfax Media via Getty Images via Getty Images). Foto: Fairfax Media via Getty Images/The Sydney Morning Herald

Selain Mustafa, ada juga bacha lain bernama Habib. Ia memiliki penampilan yang lebih menarik dengan salwar kameez putih bersih dan dua cincin emas di jari-jari yang terawat.

Wajahnya pun didandani layaknya wanita. Wajahnya montok dengan kumis tipis yang ditata rapi. Bibirnya merah merona.

Berbeda dengan Mustafa yang terpaksa melakoni pekerjaan sebagai bacha, Habib mengaku melakukannya dengan sukarela.

"Saya menyukainya. Tidak ada yang memaksa saya untuk melakukannya," katanya.

Selanjutnya: banyak anak laki-laki didandani seperti wanita karena pria tak bebas menikmati wanita

Ketika berusia 13 tahun, keluarga Habib tak mengakuinya. Ia lalu kabur bersama kekasihnya ke Peshawar. Mereka melarikan diri dari Taliban.

"Di sana saya belajar menari. Kami bisa melakukan segalanya di sana. Saya bisa berpakaian seperti wanita dan menari," paparnya.

"Di sini, di Kabul, kami tidak bisa berbuat banyak. Saya hanya bisa memberi warna merah di bibir dan menari," ceritanya.

Setelah Taliban jatuh, Habib kembali dan menetap di sebuah hotel kecil dekat Kabul.

"Orang-orang menuduh kami homoseksual dan waria. Padahal tidak," ujarnya.

This photograph taken on October 31, 2016 shows an Afghan boy, who was held as a child sex slave, sitting at a restaurant in a unidentified location in Afghanistan.  Quivering with quiet rage, Shirin holds a photo of his teenage brother-in-law, who now lives as the plaything of policemen, just one victim of a hidden epidemic of kidnappings of young boys for institutionalised sexual slavery in Afghanistan. Shirin is among 13 families AFP traced and interviewed across three Afghan provinces who said their children were taken for the pervasive practice of Foto: AFP via Getty Images/AREF KARIMI

"Kami tidak berusaha menjadi wanita, kami hanya penari. Beberapa pria menyukai tarian saya dan memberi saya tip. Tetapi pria lain suka melakukan hal lain dengan saya. Saya harus hati-hati karena mereka berbahaya," kata dia.

Habib tahu modus-modus pelecehan yang bakal dilakukan pelanggannya. Ia juga tidak akan membiarkan dirinya disakiti.

Sementara itu, Habib menjelaskan mengapa banyak laki-laki muda di Afghanistan berpakaian seperti wanita dan banyak juga pria dewasa yang menikmati pemandangan itu.

"Karena pria menyukai wanita dan mereka tidak tersedia. Jadi kami bertindak seperti wanita," katanya.

"Kami mengedipkan mata pada pria kaya di ruangan itu. Kami menggairahkan mereka dan mereka membayar kami," ia melanjutkan.

Sekali lagi, Habib mengatakan bahwa ia normal. Ia juga berulang kali menolak tawaran dijadikan kekasih oleh pria.

"Suatu kali seorang pria menawari saya USD 20.000 untuk menjadi kekasihnya dan berhenti menari. Tapi saya menolak karena saya suka menari. Saya hanya menerima USD 1.000. Sekarang kami bersama. Dia sudah menikah tapi dia masih menyukaiku," tutupnya.



Simak Video "Video: Bom Bunuh diri di Ponpes Pakistan, 6 Orang Tewas Termasuk Ulama Taliban"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads