Bali memiliki segudang kesenian, termasuk salah satunya tari Bumbung atau Joged Bumbung. Sayangnya, kesenian yang satu ini kerap ternodai oleh sentuhan erotis.
Joged Bumbung merupakan salah satu kesenian khas Bali. Joged ini merupakan sebuah tari pergaulan masyarakat Bali. Ketika penari menampilkan Joged Bumbung, maka penari tersebut akan mengajak satu penonton untuk ikut menari. Tarian ini termasuk tarian yang menghibur, karena siapapun bisa ikut menari dan tidak jarang mengundang gelak tawa.
Umumnya penari Joged Bumbung adalah perempuan. Mereka akan menarik penonton dari kalangan laki-laki untuk ikut ngibing atau berpartisipasi dalam tarian. Penari joged pada awalnya menari sendiri yang disebut ngelembar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah itu penari mencari pasangannya seorang laki-laki yaitu salah seorang lelaki yang menonton yang dihampiri si penari, dan laki-laki itu kemudian diajaknya menari bersama-sama atau diajaknya ngibing. Begitulah seterusnya si penari berganti-ganti pasangan yang dipilihnya. Tari Joged ini ada persamaannya dengan tari gandrung.
Sayangnya dalam praktiknya banyak penonton yang menjadi pengibing tak segan-segan menyentuh anggota tubuh penari. Para penari pun menyadari hal tersebut.
"Kita juga harus bisa bersabar, kita juga harus tahu dengan jalannya pengibing. Soalnya pengibing itu kan tangannya nakal-nakal. Jadi kita harus bisa mengatasinya juga. Supaya kita tidak merasa disakiti atau merasa dihina," kata salah seorang penari Joged Bumbung Desak Tri kepada media dalam reportase TRANS.
Bahkan beberapa tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 2017 Joged Bumbung sempat ramai diperbincangkan. Beredar beberapa video di media sosial yang menampilkan pertunjukan Joged Bumbung yang diwarnai gerakan tak senonoh. Di akun sosmed seperti YouTube, sampai sekarang masih saja ada yang mempertontonkan Joged Bumbung yang terkesan erotis.
Video-video tersebut menunjukkan aksi penonton yang tak segan memegang tubuh penari dan melakukan gerakan yang mengarah pada pornoaksi.
Namun ternyata, aksi-aksi pelecehan dan gerakan erotis dari penonton yang menjadi pengibing dalam video itu bukanlah yang pertama. Menurut informasi dari laman Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, citra Joged Bumbung sudah mulai tercoreng sejak tahun 2003.
Pada saat itu ramai beredar rekaman video komersial yang menampilkan pertunjukan Joged Bumbung yang diberi judul "Joged Goyang Maut atau Goyang Ngebor". Meski resolusi videonya terbilang kurang baik, namun tampak jelas gerakan-gerakan yang ditampilkan merupakan gerakan erotis.
Beberapa sumber bahkan menyebutkan bahwa Tari Joged Bumbung yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda ini mulai mengarah menjadi tontonan jaruh (porno) sejak tahun 1990-an.
Meski kerap menuai kritik pedas hingga kecaman dari masyarakat, tarian ini masih sering ditampilkan di hadapan publik. Padahal sikap pengibing dari penonton tak bisa diprediksi. Sehingga bukan tidak mungkin muncul sikap tak senonoh yang ditonton oleh anak-anak. Mengingat tarian ini sering ditampilkan dalam perayaan atau acara besar seperti pernikahan.
Hingga saat ini tarian Joged Bumbung masih sering tampil di berbagai acara, salah satunya yaitu dalam Pesta Kesenian Bali (PKB) 2022. Walaupun kemurnian seninya kadang tercemari oleh erotisme, namun dalam acara-acara besar resmi seperti PKB, tarian ini tetap ditampilkan sesuai dengan wujud asli tariannya. Tanpa unsur porno atau erotisme.
(ysn/ddn)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol