TRAVEL NEWS
Tanpa Turis, Bandara Jepang Sudah Mirip Kota Hantu

Jepang sudah ancang-ancang untuk mengembalikan perjalanan bebas visa ke puluhan negara di mulai pekan ini. Warga Jepang, harap-harap cemas.
Perdana Menteri Fumio Kishida mengandalkan pariwisata untuk membantu memperkuat perekonomian dan menuai beberapa manfaat dari penurunan yen ke level terendah 24 tahun.
Ada harapan dari masyarakat agar kebijakan ini benar-benar berjalan. Arata Sawa, pemilik penginapan tradisional di Tokyo, jadi salah satunya. Sebelum pandemi, tamu asing di hotelnya mencapai 90 persen.
"Saya berharap dan mengantisipasi banyak orang asing akan datang ke Jepang, seperti sebelum COVID," kata Sawa, pemilik generasi ketiga ryokan Sawanoya di Tokyo.
Namun kekhawatiran kembali terjadi. Kalau perjalanan akan meledak, pemilik usaha ini akan kekurangan pekerja.
Maskapai penerbangan Japan Airlines Co telah melihat peningkatan pemesanan sampai tiga kali lipat sejak pengumuman pelonggaran perbatasan, kata presiden Yuji Akasaka pekan lalu, menurut surat kabar Nikkei. Meski begitu, permintaan perjalanan internasional tidak akan pulih sepenuhnya hingga sekitar tahun 2025, tambahnya.
Baca juga: Dilema Jepang Jelang Terapkan Bebas Visa |
Kota Hantu
Bandara Narita jadi salah satu yang mengkhawatirkan. Jadi bandara internasional terbesar di Jepang, Bandara Narita masih menutup 260 toko dan restoran di dalamnya.
"Ini seperti setengah kota hantu," kata Maria Satherley (70), seorang turis dari New Zealand saat tiba di area keberangkatan Terminal 1.
Ada juga Amina Collection Co yang telah menutup tiga toko suvenirnya di Narita dan kemungkinan tidak akan membukanya kembali hingga musim semi mendatang, kata presiden Sawato Shindo.
Perusahaan merelokasi staf dan pasokan dari bandara ke lokasi lain dalam rantai 120 tokonya di seluruh Jepang karena memfokuskan kembali pada pariwisata domestik selama pandemi.
"Saya tidak berpikir akan ada kembalinya situasi pra-pandemi secara tiba-tiba," kata Shindo dikutip dari Reuters.
"Pembatasan masih cukup ketat dibandingkan dengan negara lain."
Jepang masih sangat menganjurkan agar orang memakai masker di dalam ruangan dan menahan diri untuk tidak berbicara keras. Kabinet pada hari Jumat menyetujui perubahan peraturan hotel sehingga mereka dapat menolak tamu yang tidak mematuhi pengendalian infeksi selama wabah.
Banyak pekerja jasa menemukan kondisi kerja dan upah yang lebih baik di bidang lain selama dua tahun terakhir, jadi meminta mereka kembali mungkin sulit, kata seorang konsultan perusahaan pariwisata yang meminta untuk tidak disebutkan namanya.
"Industri perhotelan sangat terkenal dengan upah rendah, jadi jika pemerintah menghargai pariwisata sebagai industri utama, dukungan keuangan atau subsidi mungkin diperlukan," tambahnya.
Kekhawatiran yang sama juga digaungkan oleh Akihisa Inaba, manajer umum di resor mata air panas Yokikan di Shizuoka, Jepang tengah. Dirinya mengalami kekurangan staf selama musim panas berarti, sehingga pekerja harus mengorbankan waktu istirahat.
"Secara alami, kekurangan tenaga kerja akan menjadi lebih terasa ketika perjalanan masuk kembali. Jadi, aku tidak begitu yakin kita bisa sangat gembira," kata Inaba.
Simak Video "Sepertiga Rumah di Jepang Bakal Kosong di Tahun 2030"
[Gambas:Video 20detik]
(bnl/ddn)