Gili Trawangan dikenal sebagai pulau tanpa kendaraan bermotor. Selain sepeda, moda transportasi di sana adalah Cidomo. Mari kenalan dengan ikonnya Gili Trawangan.
Cidomo atau andong adalah moda transportasi yang populer di Gili Trawangan. Keberadaan Cidomo di pulau ini sudah ada sejak lama, sekitar tahun 80-an.
Nurtimah (52) sudah lebih dari 4 dekade bekerja sebagai kusir cidomo di Gili Trawangan. Pria yang memiliki 7 orang anak ini sudah menjadi kusir cidomo sejak tahun 1980 di Gili Trawangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menawarkan jasanya kepada wisatawan untuk naik cidomo (andong) yang bertenaga kuda membutuhkan seni dan taktik tersendiri. Bukan hanya itu, menawarkan tamu khusus bagi wisatawan negara asing (WNA) untuk naik cidomo di Gili Trawangan harus bisa menguasai bahasa Inggris bahkan bahasa asing lainnya.
"Harus bisa bahasa asing. Kalau tidak kan mereka tidak paham dengan apa yang kita tawarkan. Ya minimal bisa bahasa Inggris," kata Nurtimah, warga asli Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara.
Kata Nurtimah, tahun-tahun 1990-an itu banyak tamu yang sudah naik cidomo miliknya. Namun makin ke sini, jumlah penumpangnya menurun drastis alias sepi.
"Dulu saya ingat tahun 2000-an Gili lagi ramai-ramainya. Sehari narik cidomo itu bisa dapat Rp 1 juta. Sekarang setelah gempa 2018 Gili Trawangan mulai sepi," kata Nurtimah.
Menurutnya, menjadi kusir cidomo di Gili Trawangan adalah pekerjaan satu-satunya yang dilakoni Nurtimah. Bahkan sejak pandemi COVID-19 melanda Lombok tahun 2020, Nurtimah hanya bertahan hidup dari hasil melaut menangkap ikan.
"Saya punya perahu. Jadi pas pandemi itu saya cari ikan di perairan Gili. Karena pas itu kan Gili ini seperti kota mati," cerita Nurtimah.
Selanjutnya -->> Tarif Cidomo Mengalami Kenaikan
Tarif Cidomo Naik
Menurut Nurtimah, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) mempengaruhi harga tarif cidomo di Gili Trawangan. Pasalnya hampir semua harga kebutuhan makan dan minum di Gili Trawangan Lombok juga meningkat.
Untuk tarif angkutan cidomo di Gili Trawangan cukup beragam. Tarif tarik cidomo juga tergantung dari jumlah penumpang. Untuk tiga orang penumpang dikenakan tarif Rp 350 ribu untuk keliling Gili Trawangan. Sedangkan untuk tarif perorangan capai Rp 250 ribu.
"Kalau tujuannya dekat-dekat. Misalnya dari pelabuhan ke hotel atau hotel A atau B itu paling murah Rp 100 ribu sampai Rp 150 ribu. Jadi ada beragam memang tarifnya," kata Nurtimah.
Meski begitu kata Nurtimah, uang hasil narik cidomo di seputaran jalan Gili Trawangan itu digunakan untuk biaya makan kuda dan anak sekolah. Untuk biaya kuda per hari, Nurtimah harus mencari rumput dan dedak di Pulau Lombok di Desa Malaka Kecamatan Pemenang.
Biaya makan kedua kuda milik Nurtimah sebesar Rp 100 per hari bahkan hingga Rp 150 ribu. Jika ditambah biaya perawatan cidomonya menelan biaya Rp 200 ribu.
"Jadi bukan biaya anak sekolah saja yang saya tanggung. Karena ada dua kuda, jadi saya keluarkan uang sehari itu sampai Rp 350 ribu," katanya.
Menurut pria yang lahir di Kota Gerung Lombok Barat, selama menjadi kusir cidomo di Gili Trawangan, dia sukses menyekolahkan empat orang dari tujuh anaknya itu. Bahkan dua orang anaknya sudah lulus kuliah.
"Sekarang tinggal 2 yang masih sekolah. Sisanya ada yang memilih tidak sekolah. Iya bekerja juga mereka di Gili Trawangan," katanya.
Dia pun mengaku, pasca gempa 2018 dan pandemi COVID-19 tahun 2020 hingga bulan Oktober 2022 ini pendapatan narik cidomo di Gili Trawangan sangat menurun. Dalam sehari saja, Nurtimah hanya mampu meraup untung maksimal sebesar Rp 450 ribu hingga Rp 500 ribu.
"Ini sangat menurun. Sekarang Gili Trawangan semakin sepi. Tapi sejak bulan Agustus 2022 sudah mulai ramai. Biasa ramai itu kalau akhir tahun. Semoga saja selalu ramai juga kan biar orang-orang di Gili ini bisa lebih hidup," pungkas Nurtimah.
----
Artikel ini telah naik di detikBali dan bisa dibaca selengkapnya di sini.
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!