Ekonom Minta Bali Tak Melulu Pariwisata Saja, Kenapa?

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Ekonom Minta Bali Tak Melulu Pariwisata Saja, Kenapa?

Christine Novita - detikTravel
Sabtu, 15 Apr 2023 22:10 WIB
Roofs in Pura Besakih Temple in Bali Island, Indonesia.
Ilustrasi Bali (Getty Images/iStockphoto/Igor Tichonow)
Jakarta -

Traveler harus tahu bahwa Kabupaten Badung di Bali pernah menjadi salah satu kabupaten terkaya di Indonesia. Ya, kabupaten yang terletak di selatan Pulau Bali ini tidak cuma menjadi objek wisata kelas dunia lewat Pantai Kuta, ombak favorit para peselancar di Uluwatu, hingga Nusa Dua.

Tetapi juga, incaran para investor asing dan lokal. Mereka berlomba-lomba masuk ke Badung dengan membangun hotel, restoran dan kafe, beach club, hingga tempat spa.

Bahkan, sektor pariwisata di Badung menjadi penyumbang terbesar Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) alias pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali, loh!

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tetapi, itu semua terjadi sebelum pandemi COVID-19. Saat pandemi, ekonomi Bali hancur-hancuran. Yakni, minus 9,3 persen pada 2020, dan masih minus 2,47 persen pada 2021.

Pengamat Ekonomi dari Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) I Gede Sri Darma menilai wajar ekonomi Bali paceklik saat pandemi, pasalnya kebijakan pembatasan mobilitas terjadi di seluruh dunia. Sementara Bali, hanya mengandalkan pariwisata dalam perekonomiannya.

ADVERTISEMENT

Ekonomi Bali mulai bangkit menyentuh 4,84 persen pada 2022 lalu ketika banyak negara mulai membuka perbatasan. Turis kembali lalu lalang.

"Agar tidak paceklik, mendung dua kali, Bali harus mencari alternatif sektor pertumbuhan. Carilah selain pariwisata untuk menjadi kekuatan ekonomi Bali," usul Darma ditemui detikBali, Senin (10/4/2023).

Bukan tanpa alasan Darma mengusulkan hal itu. Faktanya, ekonomi Bali yang sempat hancur-hancuran itu melahirkan orang miskin baru.

Tengoklah, jumlah penduduk miskin Bali yang tadinya di posisi 163 ribu jiwa per 2019, naik jadi 165,1 ribu jiwa pada 2020. Kemudian, meroket 201,9 ribu jiwa pada 2021, dan sampai akhir tahun lalu sebanyak 205,68 ribu jiwa.

Penduduk miskin ini menyebar ke seluruh kabupaten/kota di Bali. Tidak hanya Karangasem yang dikenal dengan rumahnya pengemis. Bahkan, secara jumlah, penduduk miskin terbanyak ada di Buleleng, yaitu 41,68 ribu jiwa. Diikuti Denpasar 30 ribu jiwa.

Setidaknya, ada tiga solusi yang disebutkan Darma. Pertama, mencari sektor pertumbuhan ekonomi baru di luar pariwisata. Contohnya, konsentrasi pada ekonomi kreatif dan pertanian. Menurut Darma, keduanya belum digarap maksimal, padahal potensinya luar biasa besar.

"Turunan dari pariwisata adalah ekonomi kreatif, dan bisa juga pertanian sekaligus untuk mengejar swasembada pangan. Ambil contoh, manisan dari buah-buahan. Snack (makanan ringan) dari pisang atau singkong. Lalu, yang begini bisa diekspor," katanya mencontohkan.

Kedua, membangun infrastruktur Bali, seperti kereta api atau jalan tol yang saat ini tengah dikembangkan jalur Gilimanuk-Mengwi.

"Infrastruktur kan sempat terhenti pas pandemi, nah ini bisa dilanjutkan lagi karena memang kebutuhan. Itu juga di daerah-daerah miskin bisa dibangun, sehingga aksesibilitas terbuka," terang Darma.

Ketiga, lanjut dia, membangun sumber daya manusia (SDM) melalui jenjang pendidikan tinggi dan peningkatan keahlian. Apalagi, dia mengingatkan, isu warga asing atau WNA yang menyerobot lahan kerja SDM lokal tidak bisa diremehkan.

"Caranya, di sektor pendidikan formal, kampus-kampung berbenah. Sudah masuk universitas dari China di Kura-Kura Island, itu bisa dimanfaatkan. Bisa juga Bali mendatangkan mahasiswa-mahasiswi dari luar," katanya.

Dengan demikian, ada transfer knowledge atau transfer ilmu pengetahuan, baik dari sisi pengajar maupun peserta didik.

"Ibarat pemain sepak bola lah, naturalisasi. Maka lokalnya mulai bisa pintar juga," imbuh Darma.

---

Artikel ini telah tayang di detikBali.




(sym/sym)

Hide Ads