Setidaknya, hampir dua pertiga habitat gajah di seluruh Asia telah hilang. Tentu saja, penyusutan habitat ini karena ulah tangan manusia menggunduli hutan.
Gajah Asia sekarang termasuk ke dalam hewan yang terancam punah. Sejak tahun 1700-an peneliti mengungkapkan bahwa habitat mereka terkikis sebesar 64% (setara 3,3 juta kilometer persegi) di 13 negara. Angka ini sangat mengkhawatirkan.
Dilansir dari CNN, Jumat (28/4/2023) studi ini diterbitkan oleh Scientific Reports yang mengkompilasi karya beberapa ahli yang dipimpin oleh ahli biologi dan ilmuwan konservasi Shermin de Silva, seorang profesor dari University of California, San Diego.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tim menemukan bahwa hilangnya habitat dalam skala besar telah meningkatkan potensi konflik antara gajah dan manusia. Hal ini bukanlah situasi yang tidak boleh diterima dan dapat dihindari dengan perencanaan yang tepat.
"Kekhawatiran saya adalah bahwa kita akan mencapai titik kritis di mana budaya non-konfrontasi satu sama lain digantikan oleh budaya antagonisme dan kekerasan oleh kedua spesies... Kita harus meredakan situasi ini," kata de Silva , yang juga pendiri dan presiden Trunks and Leaves, sebuah organisasi nirlaba yang didedikasikan untuk konservasi gajah liar Asia dan habitatnya.
Studi juga mengungkapkan bahwa penurunan terbesar habitat gajah terjadi di Cina, di mana 94% lahan hilang antara tahun 1700 dan 2015. Kemudian diikuti oleh India, yang kehilangan 86%.
Sementara itu, lebih dari separuh habitat gajah telah hilang di Bangladesh, Thailand, Vietnam, dan Sumatera di Indonesia. Bhutan, Nepal, dan Sri Lanka juga mengalami penurunan yang signifikan dimana sebagian besar di daerah di mana gajah masih berkeliaran hingga saat ini.
Penyebabnya cepatnya hilangnya koloni gajah
Peneliti menemukan adanya percepatan hilangnya habitat gajah sejak tahun 1700, yang bertepatan dengan perluasan kolonisasi Eropa di wilayah tersebut. Selama masa ini, penebangan, pembangunan jalan, ekstraksi sumber daya, dan penggundulan hutan meningkat, dan pertanian menjadi lebih intens di lahan yang mungkin menampung satwa liar.
Era itu juga menjadi saksi 'sistem nilai baru, kekuatan pasar, dan kebijakan tata kelola' yang menjangkau ke luar kota-kota Eropa hingga ke hutan-hutan Asia. Hal ini mempercepat hilangnya habitat gajah dan fragmentasi spesies, demikian temuan studi tersebut.
"Pada tahun 1700 seekor gajah secara hipotetis mungkin dapat melintasi sebanyak 45% area yang 'cocok' tanpa gangguan, tetapi pada tahun 2015 ini turun menjadi hanya 7,5%," kata para penulis.
India dan Sri Lanka memiliki populasi gajah liar terbesar yang tersisa di Asia Selatan.
Peneliti menambahkan bahwa kedua negara ini diubah oleh pembangunan jalan era kolonial dan penebangan di mana gajah dan satwa liar lainnya diberantas dari ketinggian yang lebih tinggi dan hutan hujan dataran rendah, yang diubah menjadi perkebunan dan pemukiman.
Konflik gajah dan manusia
Saat ini, manusia berkembang lebih jauh ke ruang liar dengan pusat populasi, pertanian, dan industri ekstraktif seperti pertambangan. Dan tentu saja ini berefek pada habitat gajah.
Akibatnya, manusia dan gajah sering kali bertemu dan berkonflik. Gajah bingung dengan 'rumahnya' yang berubah dan manusia ketakutan nanti diinjak oleh gajah.
Di negara bagian Assam di India timur, konflik dengan gajah meningkat secara dramatis pada 1980-an, sesuai dengan penurunan tutupan hutan di bawah 30% hingga 40% bentang alam, kata studi tersebut.
Masalah politik dan sosial juga berpengaruh pada gajah. Selama krisis Rohingya pada tahun 2017, ribuan orang minoritas Muslim Rohingya dari Myanmar tiba di negara tetangga Bangladesh, melarikan diri dari kampanye militer yang kejam.
Sekitar 1 juta orang sekarang tinggal di kamp pengungsi terbesar di dunia di Cox's Bazar di daerah yang dulunya merupakan rumah bagi populasi gajah.
Studi menambahkan hilangnya habitat juga berarti gajah bermigrasi dari wilayah biasanya, menciptakan "tantangan bagi komunitas manusia yang memiliki sedikit pengalaman dengan gajah," kata studi tersebut.
Pada tahun 2021, jutaan orang terpaku oleh kawanan gajah yang bermigrasi keluar dari kawasan lindung di provinsi Yunnan barat daya China dan berjalan kaki lebih dari 500 kilometer (310 mil), menginjak-injak tanaman, berkeliaran di kota-kota dan menyebabkan kerusakan senilai lebih dari satu juta dolar.
"Gajah umumnya berumur panjang dan sangat mudah beradaptasi. Jadi ketika mereka kehilangan rumah, mereka pergi mencari yang baru," kata de Silva.
Kawasan lindung di Asia kecil dan cenderung terbatas pada medan terjal di ketinggian yang lebih tinggi. Salah satu solusi jika ingin gajah bertahan hidup, para peneliti menyarankan untuk mengidentifikasi dan menghubungkan area habitat gajah yang sesuai dan memadai.
(sym/sym)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol