Zaman dulu, Indonesia sangat terkenal di kalangan turis Eropa. Bukan karena pantainya, tapi karena wisata mandi. Seperti apa kisahnya?
Hidup di daerah tropis berbeda dengan di daerah subtropis atau beriklim dingin lainnya. Panasnya matahari menyengat membuat keringat berkucuran dari tubuh. Alhasil, di kalangan masyarakat tropis terbentuk kebiasaan baru, yakni mandi.
Di Indonesia, mandi menjadi suatu kelaziman dan bukan sesuatu yang aneh bagi mayoritas orang. Ini tentu berbeda dengan orang Eropa yang jarang mandi karena tidak merasa kegerahan. Barulah saat mereka datang ke kawasan tropis, mau tidak mau mereka melakukan mandi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, siapa sangka ratusan tahun lalu kegiatan ini pernah membuat orang Eropa heran, bahkan jadi daya tarik wisata oleh sebuah hotel?
Kisah ini diungkap oleh sejarawan Achmad Sunjayadi dalam buku sejarah pariwisata di masa kolonial berjudul Pariwisata di Hindia-Belanda 1891-1942 (2019). Sunjayadi banyak mengutip catatan para penulis perjalanan dari abad ke-19 maupun dari abad ke-10 yang datang ke Indonesia.
Masyarakat Eropa tidak biasa mandi di negara asalnya yang memiliki empat musim. Sebab, jika mereka mandi, maka itu sama saja dengan menyiksa tubuh, karena membuat badan lebih dingin. Namun, ketika berkunjung ke Hindia Belanda, mau tidak mau mereka harus mandi karena suhu tropis yang sangat panas.
Perlu diketahui, saat itu tidak ada sistem pendingin ruangan, baik AC atau kipas angin, di hotel atau tempat penginapan. Dan, Jakarta tahun 1861 tentu berbeda dengan kondisi sekarang. Suasananya masih sepi dan asri, sehingga cocok dipakai untuk berwisata. Cuaca panasnya pun tidak bisa disamakan dengan kondisi saat ini.
Orang Eropa pun menganggap itu sangat menyiksa karena harus berhadapan dengan cuaca ekstrem seperti itu. Menyikapi ini, kata Sunjayadi, mereka banyak berendam di bak mandi dalam waktu lama, sehingga air baknya menjadi kotor. Biasanya mereka melakukan ini setelah selesai beraktivitas di luar rumah.
Agar dapat mandi dengan sukses, para turis asing pun diperkenalkan dan diajarkan mandi oleh masyarakat setempat. Alhasil, cara mandinya pun tidak jauh berbeda, yakni dengan mengguyurkan air dari dalam ember atau bak mandi menggunakan gayung ke kepala. Menurut Sunjayadi, mereka sangat antusias atas kegiatan ini.
Tingginya antusiasme ini bahkan menjadi inspirasi cuan bagi Hotel de l'Univers, yang terletak kawasan Molenvliet, Batavia (Sekarang Jl. Gajah Mada dan Jl. Hayam Wuruk, Jakarta).
Diketahui, pada tahun 1861, mereka menjadikan mandi sebagai daya tarik wisata. Pihak hotel menyediakan semacam paket lengkap yang di dalamnya terdapat kegiatan mandi. Namun, paket itu tidak hanya berupa mandi, alias ada tahapan-tahapan lain.
Dalam paket itu, para tamu akan diberi rijstaffel atau paket makan siang. Setelahnya, mereka akan diarahkan untuk siesta atau beristirahat. Bisa tidur di kamar atau bersantai di kursi malas serambi hotel tersebut.
Selama itu, mereka juga diarahkan oleh petugas hotel untuk tidak berjalan-jalan dan menghindari sinar matahari agar tidak kepanasan. Barulah pada pukul 4 sore, mereka diberi teh yang disiapkan oleh para babu asal Indonesia. Setelahnya, mereka diminta menyegarkan diri dengan mandi di bak mandi berair segar yang disediakan pihak hotel.
------
Artikel ini telah tayang di CNBC Indonesia.
(wsw/wsw)
Komentar Terbanyak
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Sound Horeg Guncang Karnaval Urek Urek Malang
Status Global Geopark Danau Toba di Ujung Tanduk