Gedung Eijkman di Salemba, Saksi Bisu Sukses dan Tragedi Peneliti

Weka Kanaka - detikTravel
Selasa, 11 Jul 2023 10:05 WIB
Foto: Weka Kanaka/detikcom
Jakarta -

Gedung Eijkman berada di Salemba. Gedung ini merupakan gedung tua yang menjadi saksi bisu perjalanan Lembaga Eijkman.

Pada kesempatan walking tour bersama Jakarta Good Guide, detikTravel berkesempatan menyusuri Jalan Salemba, Jakarta Pusat. Di jalan ini, kami menemukan beberapa titik bersejarah, khususnya tentang sejarah penelitian dan kesehatan di Tanah Air.

Di sekitar jalan ini masih berdiri kokoh gedung milik Lembaga Eijkman. Saat ini, gedung tersebut dikelola oleh Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo.

Gedungnya berwarna putih dengan tanda tulisan berwarna emas dengan tulisan 'Gedung Eijkman'. Gedungnya cukup besar tapi tak terlalu tinggi. Tetap saja, gedung ini cukup mencolok karena nuansa khas kolonial begitu terasa dengan arsitektur pintu besar di tengah, serta jendela bergaya klasik.

Bangunan ini juga telah diresmikan menjadi cagar budaya oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu, Anies Baswedan, lewat Kepgub Nomor 238 tahun 2022.

Lembaga Eijkman merupakan sebuah lembaga penelitian yang bergerak di bidang biologi molekuler medis dan bioteknologi. Lembaga ini sekarang telah dilebur ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Dikutip dari leprosyhistory.org, sebelumnya lembaga ini bernama Geneeskunding Laboratorium (Medical Laboratory). Hingga akhirnya lembaga tersebut diberi nama Lembaga Eijkman, yang merupakan nama ilmuwan asal Belanda, Christian Eijkman yang menjadi direktur pada 1888 dan 1896.

Eijkman juga berhasil meraih nobel atas penelitiannya terkait beri-beri saat akhir abad ke-19. Ia meneliti hubungan dari kekurangan vitamin B1 dengan penyakit beri-beri. Penemuannya tersebut menjadi konsep dasar vitamin modern.


Nasib Naas Lembaga Eijkman

Walaupun memiliki jasa dalam mengatasi wabah, tapi Lembaga Eijkman juga ditunjuk sebagai biang keladi dari meninggalnya banyak romusha saat masa penjajahan Jepang. Yakni ketika disuntikannya vaksin tifus, kolera, dan disentri yang menyebabkan tewasnya para romusha di Juli 1944.

"Lembaga Eijkman ini menjadi kambing hitam (saat itu), karena saat menyuntik antibodi, saat itu mereka menyuntikkan ke 100 orang romusha yang (dinilai) jadi bahan praktik percobaan. Namun, ternyata ada satu virus atau bakteri tetanus yang masuk di antibodi tersebut dan mengakibatkan kematian," ujar guide dari Jakarta Good Guide, Rony Maulana Djusri, saat memandu agenda walking tour, Sabtu, (8/7/2023).

Bahkan, dalam Science Magazine, jumlah detail dari tragedi itu bisa lebih banyak lagi dan tidak pernah terungkap. Misalnya, mengenai jumlah romusha yang divaksin diperkirakan mencapai 1.500 orang.

Kasus itu berujung kepada penangkapan tokoh yang dianggap bertanggungjawab, direktur pribumi pertama Lembaga Eijkman saat itu, Achmad Mochtar. Pada Okteober 1944, tentara Jepang, Kenpeitai menangkap Mochtar, para dokter, dan staf lembaga itu.

Dilaporkan bahwa serang dokter meninggal saat disiksa dan ada seorang yang mati dalam tahanan. Orang-orang yang selamat akhirnya dibebaskan pada Januari 1945, kecuali Mochtar.

Dugaannya, Mochtar mengorbankan diri demi Jepang membebaskan anak buahnya. Sebagai gantinya, dia dieksekusi pancung pada 3 Juli 1945.

"Namun ada yang bilang dia juga di-press dengan alat yang digunakan oleh Jepang, atau disiksa," kata Ronny.



Simak Video "Video: Blok M Ramai di Hari Kedua Lebaran, Antrean Kuliner Mengular"

(wkn/fem)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork