Umrah backpacker tengah berkembang dan menjadi alternatif jemaah untuk beribadah ke tanah suci. Asosiasi umrah sebut tak bisa mencegah hal itu.
Umrah backpacker atau umrah yang dijalankan secara mandiri merupakan praktik perjalanan ibadah tanpa melibatkan agen perjalanan umrah. Belakangan, umrah backpacker diminati jemaah. Utamanya, karena biayanya dianggap relatif lebih hemat.
Menanggapi tren tersebut, Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) menyebut tidak bisa melarang jemaah yang ingin melakukan ibadah umrah secara mandiri. Kendati demikian, ia juga mengingatkan bahwa terdapat peraturan terkait jemaah umrah yang mesti melalui penyelenggara umrah yang resmi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tentunya kita mengikuti undang-undang yang berlaku, sesuai dengan undang-undang nomor 8 tahun 2019 tentang haji dan umrah. Di situ sudah jelas bahwasannya untuk umrah harus melalui PPIU atau Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umroh," ucap Sekjend DPP AMPHURI, Faried Aljawi, saat dihubungi detikTravel, Senin (9/10/2023).
Ia menyebut bahwa perkembangan teknologi sudah berkembang pesat, sehingga itu tidak bisa membatasi masyarakat untuk berangkat umrah secara mandiri.
"Namun seiring dengan perkembangan jemaat, seiring dengan teknologi kita memang tidak bisa mencegah siapapun bisa melakukan siapapun gitu ada orang melakukan umrah, ya karena mereka bisa ambil tiket sendiri, bisa ambil hotel sendiri," dia menambahkan.
Kendati tidak bisa melarang, ia menjelaskan bahwa praktik umrah backpacker melanggar undang-undang. Di sisi lain, ia pun mendorong adanya revisi undang-undang yang mengatur perjalanan umrah. Berhubung pemerintah Arab Saudi pun membuka lebar perjalanan umrah.
"Mereka jalankan itu bertentangan dengan undang-undang nggak? Bertentangan, namun pertanyaannya apakah sekarang undang-undang ini perlu direvisi? Iya, perlu direvisi. Supaya tidak ada terjadi perselisihan di masyarakat," ujar dia.
"Kalau memang pemerintah mau memproteksi, pemerintah harus punya skema khusus. Yang mana Haji dan Umroh dari Indonesia harus melalui aplikasi ini, harus melalui ini (misalnya aplikasi), dan itu harus dipublikasikan," katanya.
Faried juga menyoroti rendahnya sosialisasi dan edukasi terkait ibadah haji dan umrah di tengah masyarakat. Ia menyebut upaya ini mesti diperhatikan, mengingat masyarakat yang berangkat haji didominasi oleh orang-orang tua.
"Di kita juga rendah secara edukasi, rendah secara sosialisasi kepada masyarakat. Kenapa pemerintah harus membuat ketentuan? harus melalui ini? karena memang di Haji Umroh yang sudah ada izinnya saja, banyak yang tidak melaksanakan kewajibannya dan kecenderungannya bermasalah," tuturnya.
"Karena apa? Yang dilayani rata-rata yang usianya setengah baya ke atas usianya. Dan mereka nggak semuanya melek teknologi, mereka juga nggak semuanya paham mengenai peraturan. Maka itu perlu ada bimbingan khusus melalui penyelenggara yang memang memiliki izin," kata dia.
(wkn/fem)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol