Sebuah penelitian menyebut bahwa Gunung Padang merupakan piramida tertua di dunia. Tetapi, arkeolog menyebut piramida tidak ada di budaya tanah air.
Tim Terpadu Riset Mandiri (TTRM) yang beranggotakan 12 peneliti dan dipimpin oleh Profesor Danny Hilman Natawidjaja menyebut situs Gunung Padang berpotensi sebagai piramida tertua di dunia. Kajian itu mereka publikasi di situs pendidikan Wiley pada 20 Oktober 2023.
Di sisi lain, Peneliti Ahli Utama Bidang Arkeologi BRIN, Dr. Lutfi Yondri. M.Hum, menyebut penelitian tersebut menyisakan banyak pertanyaan, baik itu waktu terbuatnya, hingga siapa yang menguburnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau saya disuruh memverifikasi untuk usulan penelitian itu akan saya tanya, kalau di dalam Gunung Padang itu dikatakan yang akan dia cari itu ada piramid raksasa yang terkubur. Satu pertanyaan awal yang penting disampaikan, kapan itu dikubur? Siapa yang mengubur? Berapa banyak masyarakat yang melakukan untuk penguburan itu?," ujarnya saat ditemui detikcom di Bandung, Minggu (29/10/2023).
Ia juga menyebut piramida sejatinya tidak dikenal oleh budaya masyarakat Indonesia. Sehingga, ia mempertanyakan terkait temuan itu.
"Apakah ada kegiatan mengubur piramid dalam lintasan kebudayaan Indonesia? Sejauh ini, arkeologi, saya sendiri mengatakan itu tidak pernah ada. Itu sesuatu imajinasi saja untuk dicari. Dan itu tidak ada gunanya," ujar Lutfi.
Menurutnya, yang justru seharusnya difokuskan saat ini adalah menelisik sejarah pembuatan punden berundak itu. Sebab, Gunung Padang diprediksi dibangun oleh kelompok masyarakat yang berjumlah cukup sedikit, kendati situsnya cukup besar.
"Yang berguna sekarang di Gunung Padang itu adalah Punden Berundaknya itu sendiri. Punden Berundak itu dibangun pada masa prasejarah, dibangun oleh kelompok masyarakat yang sedikit, itu beberapa teori dalam artikel yang disampaikan, itu kelompok masyarakatnya hanya sekitar 75-100 orang," ujar dia.
"Kalau kelompoknya yang 75-100 orang bisa kita komposisikan berapa laki-laki dan perempuan? Berapa dewasa dan berapa anak-anak? Itulah mereka yang membangun Gunung Padang di masa lalu. Dengan jumlah yang mereka yang sedikit, bisa menyusun balok batu yang ribuan itu, pasti pemimpinnya sangat luar biasa pada masa lalu. Tidak mungkin pemimpin yang berkuasa penuh yang semena-mena memerintahkan masyarakatnya. Karena lintasan waktunya cukup banyak tadi saya sampaikan, tiga generasi," ia melanjutkan.
Dengan mempelajari sejarah pembentukannya, Lutfi menyebut, masyarakat bisa mempelajari terkait pengorganisasian masyarakat di masa lampau. Selain itu, masyarakat masa kini pun dapat mempelajari filosofi gotong royong yang dilakukan masyarakat yang membangun Gunung Padang.
Hal itu mengingat batuan di sini terdiri dari batuan besar nan berat dan tersusun di puncak sebuah gunung. Banyak masyarakat modern pun kerap bertanya-tanya terkait proses pembuatan situs Gunung Padang yang dinilai sangat sulit dilakukan.
"Pasti pemimpinnya karismatik. Kemudian masyarakatnya pasti kompak. Karena balok-balok batu itu berat. Kalau dia tidak kompak, memindahkan balok batu dari teras 1 sampai ke teras 5 itu tidak mungkin terbangun," kata dia.
"Kemudian gotong royongnya, kemudian semangat mereka bersama dalam keagamaan mereka. Itu faktor-faktor yang luar biasa, yang saya katakan itu merupakan nilai luhur dari nenek moyang kita di dataran Sunda, buat dunia, tidak hanya buat Indonesia. Inilah ekspresi bagaimana sebenarnya masyarakat kita yang ada di Nusantara itu pemimpin yang baik, masyarakat yang kompak yang bersatu padu, itulah warna Indonesia yang diwakili oleh Gunung Padang itu," kata dia.
(wkn/fem)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol
Tragedi Juliana di Rinjani, Pakar Brasil Soroti Lambatnya Proses Penyelamatan