Angka kelahiran di Korea Selatan merosot tajam hingga berada pada tahapan darurat nasional. Bahkan, Korsel diprediksi punah tahun 2750.
Tingkat kelahiran di Korsel pada 2023 dilaporkan hanya mencapai 0,72. Itu merupakan angka yang belum pernah terjadi sebelumnya di antara negara-negara di dunia.
Pada 2021, rata-rata tingkat kelahiran di negara-negara Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD) mencapai 1,58.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Financial Times melaporkan dengan kondisi ini, populasi Korea Selatan diprediksi berkurang setengahnya pada tahun 2100 menjadi hanya 24 juta.
Pada 2022, hanya ada 249 ribu bayi yang lahir di Korea Selatan. Padahal, Korsel butuh minimal 500 ribu bayi untuk menggerakkan pasar tenaga kerja mereka di masa depan.
Tingkat kelahiran yang rendah ini mengingatkan kembali dengan situasi Korsel pada 2005 silam, kala tingkat kelahiran jatuh ke angka 1,2 untuk pertama kalinya.
Kondisi itu pun mendorong pemerintah menggenjot jumlah kelahiran salah satunya dengan membentuk Komite Presiden tentang Masyarakat Lanjut Usia dan Kebijakan Kependudukan.
Pemerintah juga mulai menggelontorkan hibah langsung bagi mereka yang mau melahirkan bayi.
Menurut Financial Times, kampanye keluarga kecil pada 1970-an dan 1980-an memainkan peran dalam penurunan angka kelahiran di Korsel.
Saat itu, slogan Korea Selatan adalah "Satu anak per keluarga masih terlalu banyak untuk Korea."
Kendati begitu, para ahli sepakat bahwa ada dua hal yang menyebabkan kondisi ini. Di antaranya biaya pendidikan dan biaya tempat tinggal yang terlampau tinggi.
Pasangan-pasangan muda diduga takut dengan dua keadaan ini sehingga memutuskan tak mau memiliki anak dan membesarkan anak.
Menurut Jaemin Lee, profesor hukum di Universitas Nasional Seoul, penulis artikel Financial Times, pemerintah Korsel sebetulnya bisa saja menemukan cara untuk mengatasi masalah biaya perumahan. Beberapa di antaranya dengan mengontrol harga perumahan melalui pajak dan izin konstruksi.
Agen juga bisa menawarkan paket preferensi kepada keluarga yang memiliki anak kecil melalui undang-undang dan peraturan khusus. Meski sulit dan mahal, namun hal ini masih bisa diupayakan.
Lain hal dengan persoalan sekolah. Sejumlah besar anak-anak Korea Selatan mengikuti lembaga pengajaran swasta, terlepas dari apakah mereka mengenyam pendidikan di sekolah umum atau tidak.
Pada 2022, Korsel mencatat pengeluaran uang sekolah tertinggi untuk pendidikan swasta, yang menghabiskan hampir 20 miliar USD atau setara Rp316 triliun.
Angka ini bahkan tidak menunjukkan gambaran lengkap seperti biaya buku, peralatan tulis, konseling, dan makanan.
Menurut laporan yang dirilis Federasi Industri Korea pada Desember 2023, sebanyak 26 persen dari penurunan drastis tingkat kelahiran antara 2015-2022 dikaitkan dengan mahalnya biaya pendidikan swasta bagi calon orang tua.
Majelis Nasional baru saja mengumumkan simulasi populasi Korsel. Jika angka kelahiran terus menurun, maka Korsel akan punah tahun 2750.
Yang lebih parah, Korsel masuk dalam daftar tingkat kesuburan terendah dunia!
Menurut simulasi, Busan, kota terbesar kedua di Korea Selatan akan menjadi yang pertama punah tahun 2413. Kota selanjutnya yang punah adalah Seoul tahun 2505.
Kesimpulan dari simulasi ini membuat Korea Selatan waspada. Menurut Organisasi untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) tingkat kesuburan Korea Selatan memiliki peningkatan sejak tahun 2005, sehingga masih ada harapan untuk bisa bertahan.
(bnl/bnl)
Komentar Terbanyak
Prabowo Mau Borong 50 Boeing 777, Berapa Harga per Unit?
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Prabowo Mau Beli 50 Pesawat Boeing dari AS, Garuda Ngaku Butuh 120 Unit