Ini Dia Sawah Tertinggi di Indonesia

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Ini Dia Sawah Tertinggi di Indonesia

Hari Suroto - detikTravel
Sabtu, 02 Mar 2024 20:52 WIB
Sawah tertinggi di Indonesia di Lembah Baliem, Jayawijaya, Papua
Sawah tertinggi di Indonesia di Lembah Baliem, Jayawijaya, Papua (Hari Suroto)
Jayawijaya -

Papua memiliki sawah tertinggi di Indonesia. Lahan sawah itu ditanami padi.

Sawah itu berada di Lembah Baliem, dengan ketinggian 1650 meter di atas permukaan laut. Luas lahan sawah yang tersebar di beberapa distrik di Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan tercatat sebanyak 236 hektar dengan produktivitas padi 3,5 ton per hektar. Harga beras di Wamena, Jayawijaya saat ini sekitar Rp 24 ribu per kilogram.

Kebanyakan lahan sawah di Lembah Baliem terdapat di dekat aliran Sungai Baliem. Lembah Baliem dikenal sebagai lembah yang subur di Pegunungan Jayawijaya. Para petani padi di lahan sawah ini adalah suku Dani.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Padi merupakan jenis makanan baru bagi orang Papua. Dalam budayanya, suku Dani sebelumnya tidak mengenal pertanian di lahan sawah. Budidaya padi di lahan sawah pertama kali diperkenalkan oleh Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Irian Jaya pada 1980-an.

Suku Dani di Lembah Baliem pertama kali memanen padi di lahan sawah Kampung Hubikosi pada 15 September 1986.

ADVERTISEMENT

Secara tradisional makanan pokok suku Dani adalah umbi-umbian, pisang, keladi, labu dan buah merah, yang dimasak dengan cara bakar batu. Penelitian arkeologi menunjukkan bahwa penduduk pegunungan Papua telah mengenal pertanian sekitar 7000 tahun yang lalu. Tanaman yang dibudidayakan yaitu keladi dan buah merah.

Untuk dapat mengunjungi lahan sawah tertinggi di Indonesia ini, saat ini hanya dapat dilakukan dengan menggunakan transportasi udara dari Bandara Sentani, Jayapura. Maskapai yang melayani penerbangan ke Bandara Wamena di Lembah Baliem yaitu Trigana dan Wings Air. Dengan harga tiket mulai dari Rp 985.900 hingga Rp 1.088.500 per orang.

***

Penulis adalah Peneliti Pusat Riset Arkeologi Lingkungan BRIN




(fem/fem)

Hide Ads