Boeing Bisa Dituntut Pidana atas Kecelakaan Lion Air, Lihat Lagi Pernyataan KNKT

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Boeing Bisa Dituntut Pidana atas Kecelakaan Lion Air, Lihat Lagi Pernyataan KNKT

Tim detikcom - detikTravel
Kamis, 16 Mei 2024 11:05 WIB
Air Lifting Bag (ALB) mengangkat bagian as roda Lion Air dari dasar lautan. (Lisye Sri Rahayu/detikcom)
Air Lifting Bag (ALB) mengangkat bagian as roda Lion Air dari dasar lautan. (Lisye Sri Rahayu/detikcom)
Jakarta -

Tragedi penerbangan pesawat Lion Air JT610 pada 29 Oktober 2018 di perairan Karawang, Jabar, diungkit lagi setelah Boeing disebut-sebut bisa diseret pidana. Apa kata KNKT soal insiden maut itu?

Dalam kecelakaan itu, sebanyak 189 orang yang terdiri dari 179 penumpang dewasa, satu penumpang anak, dua bayi, dua pilot, lima kru dinyatakan meninggal dunia.

Nurcahyo Utomo, Kasubkom penerbangan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), menyampaikan sembilan faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan pesawat Lion Air JT610 dengan rute Jakarta-Pangkal Pinang itu dalam konferensi pers di kantor KNKT, Jakarta pada 25 Oktober 2019.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia bilang akibat asumsi dan kurang lengkapnya kajian terkait efek-efek yang dapat terjadi di kokpit, sensor tunggal yang diandalkan untuk MCAS dianggap cukup dan memenuhi ketentuan sertifikasi.

Temuan KNKT juga mengungkapkan desain MCAS yang mengandalkan satu sensor rentan terhadap kesalahan. MCAS atau Maneuvering Characteristics Augmentation System, memiliki fitur otomatis. Gunanya adalah memproteksi pesawat dari manuver yang berbahaya, seperti mengangkat hidung pesawat terlalu tinggi, sehingga mengakibatkan stall.

ADVERTISEMENT

"Pilot mengalami kesulitan melakukan respons yang tepat terhadap pergerakan MCAS yang tidak seharusnya, karena tidak ada petunjuk dalam buku panduan dan pelatihan," kata Nurcahyo kala itu.

Menurut KNKT, indikator AOA DISAGREE tidak tersedia di pesawat Boeing 737-8 (MAX) PK-LQP, berakibat informasi ini tidak muncul pada saat penerbangan dengan penunjukan sudut AOA yang berbeda antara kiri dan kanan.

"Sehingga, perbedaan ini tidak dapat dicatatkan oleh pilot dan teknisi tidak dapat mengindentifikasi kerusakan AOA sensor," Nurcahyo menambahkan.

Terungkap pula bahwa AOA sensor pengganti mengalami kesalahan kalibrasi yang tidak terdeteksi pada saat perbaikan sebelumnya.

Dalam bagian lain kesimpulannya, KNKT menyimpulkan, investigasi ini tidak dapat menentukan pengujian AOA sensor setelah terpasang pada pesawat yang mengalami kecelakaan dilakukan dengan benar.

"Sehingga kesalahan kalibrasi tidak terdeteksi," ujar Nurcahyo.

Nurcahyo juga menyampaikan informasi mengenai stick shaker dan penggunaan prosedur non-formal Runaway Stabilizer pada penerbangan sebelumnya tidak tercatat pada buku catatan penerbangan dan perawatan pesawat.

"Yang mengakibatkan baik pilot maupun teknisi tidak dapat mengambil tindakan yang tepat," ujar Nurcahyo.

Dijelaskan pula, beberapa peringatan, berulangkali aktifasi MCAS dan padatnya komunikasi dengan ATC tidak terkelola dengan efektif.
Hal ini, demikian KNKT, diakibatkan oleh situasi-kondisi yang sulit dan kemampuan mengendalikan pesawat, pelaksanaan prosedur non-formal, dan komunikasi antar pilot, berdampak pada ketidak-efektifan koordinasi antar pilot dan pengeloaan beban kerja.

"Kondisi ini telah teridentifikasi pada saat pelatihan dan muncul kembali pada penerbangan ini," kata dia.

Dalam prosesnya, Boeing menanggapi rekomendasi yang diberikan oleh KNKT. Tertulis bahwa Boeing akan meningkatkan faktor keselamatan penerbangan terrutama untuk pesawat jenis 737-800 MAX dan perangkat lunak yang tertanam dalam pesawat.

Sejak kecelakaan itu, perangkat lunak itu telah diuji melalui ratusan simulator, tes terbang dan beragam analisis. Mengenai MCAS yang disebutkan dalam hasil akhir investigasi KNKT, Boeing memperbaiki perangkat lunaknya.

Sebagai bagian dari rekomendasi, Boeing juga akan memberikan pelatihan bagi kru penerbang dan membuat petunjuk yang jelas, agar semua penerbang paham dan memiliki informasi lengkap yang paling dibutuhkan dalam penerbangan Boeing 737-800 MAX.

Dikutip pada Kamis (16/5/2024), Departemen Kehakiman AS (DOJ) mengatakan sedang mempertimbangkan untuk menuntut Boeing atas dua kecelakaan mematikan yang melibatkan pesawat 737 Max. DOJ menyebut produsen raksasa penerbangan itu melanggar ketentuan perjanjian yang dibuat pada tahun 2021 yang melindungi perusahaan dari tuntutan pidana terkait insiden tersebut

Kecelakaan yang dimaksud itu salah satunya terjadi di Indonesia pada 2018, maskapai Lion Air. Satu lagi di Ethiopia pada 2019 yang keduanya memakan korban hingga 346 orang.

"Produsen pesawat ini dianggap gagal merancang, menerapkan, dan menegakkan program kepatuhan dan etika untuk mencegah dan mendeteksi pelanggaran undang-undang penipuan AS di seluruh operasinya," kata DOJ.




(fem/fem)

Hide Ads