Belakangan nama Boven Digoel kembali tersorot karena wacana pembabatan lahan hutan seluas 36 ribu hektar menjadi kebun sawit. Hal itu mencengangkan karena jika dibandingkan, tanah seluas itu lebih dari separuh Jakarta. Risiko ekologi hingga emisi 25 juta ton CO2 juga ada di depan mata jika projek tersebut terlaksana.
Boven Digoel atau dikenal Digul adalah daerah yang tak asing di telinga banyak masyarakat Indonesia. Itu karena tempat di Papua itu cukup bersejarah dan sempat menjadi tempat pembuangan tahanan politik era kemerdekaan.
Secara administratif Kabupaten Boven Digoel baru saja terbentuk melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2002. Daerah itu adalah hasil pemekaran dari Kabupaten Merauke dan dengan sejumlah kabupaten lain di bagian selatan yakni Kabupaten Asmat dan Kabupaten Mappi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Kabupaten Boven Digoel dikenal dengan sebutan Digul Atas. Daerah itu sempat menjadi tempat pengasingan tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia misalnya Mohammad Hatta, Sayuti Melik, hingga Sutan Sjahrir.
Saat ini Boven Digoel terletak di Papua Selatan. Secara administrasi pemerintahan, Kabupaten itu terdiri dari enam distrik dan 88 kampung. Luas wilayahnya sekitar 27.108 km persegi.
Melansir Papua.go.id, Rabu (5/6/2024), sebelah utara Digoel berbatasan dengan Kabupaten Pegunungan Bintang, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Merauke, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Mappi dan Kabupaten Asmat, dan sebelah timur yang berbatasan dengan Papua New Guinea.
Kontur dan keadaan tanah
Kontur Boven Digoel bervariasi, meliputi daerah datar hingga bergelombang. Khususnya di bagian utara konturnya perbukitan dan pegunungan yang meliputi Distrik Mindiptana, Waropko, Kuoh, dan Bomakia.
Boven Digoel terletak di antara Sungai Fly dan Digoel, juga kawasan dataran deposit kwarter yang menutupi batuan sedimen tersier dan pleitosin. Secara geologi, kabupaten itu dibagi menjadi dua yakni bagian utara dan selatan.
Di Selatan umumnya terdiri dari endapan sungai dan rawa. Endapan sungai di sana memungkinkan terdapatnya endapan hidro karbon atau minyak dan gas bumi. Sedangkan di bagian utara terdapat munculnya batuan-batuan tua yang terangkat akibat proses pertemuan lempeng Australia dan lempeng Pasifik.
Jenis tanah di Boven Digoel menjadi empat macam yakni, tanah Gleisol, Podzolik, Regosol, dan Organosol. Adapun tanah Gelisol mengandung bahan-bahan organik dan gambut yang penting untuk pengikat karbon. Tanah itu tersebar di sebagian kecil wilayah Distrik Mandobo, Mindiptana, dan Jair.
Sekitar 80 persen wilayah Boven Digoel disebut masih berupa hutan. 20 persen lahan yang telah digunakan dibuat untuk perkebunan, permukiman, serta industri.
Iklim
Untuk iklim Boven Digoel terbagi dalam beberapa zona, yakni sebelah selatan memiliki curah hujan rata-rata 2 ribu - 3 ribu mm per tahun. Sedangkan bagian utara memiliki curah hujan rata-rata 3 ribu - 4 ribu mm per tahun, dan semakin ke utara curah hujan makin tinggi. Misalnya di sepanjang kaki pegunungan Jayawijaya yang punya curah hujan rata-rata 4 ribu - 6 ribu mm per tahun.
Sedangkan untuk suhu di sana cukup adem dengan rata-rata berkisar 20 - 27 Celcius dan kelembaban udara rata-rata berkisar 81-86 persen.
(wkn/wkn)
Komentar Terbanyak
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Layangan di Bandara Soetta, Pesawat Terpaksa Muter-muter sampai Divert!
Bandara Kertajati Sepi, Waktu Tempuh 1,5 Jam dari Bandung Jadi Biang Kerok?