Bagaimana jasad pendaki yang membeku di Gunung Everest akhirnya ditemukan? Biasanya mereka berada di zona kematian.
Mengutip BBC, Kamis (1/8/2024), Tshiring Jangbu Sherpa tidak bisa melupakan mayat yang dilihatnya hanya beberapa meter dari puncak Gunung Lhotse di Pegunungan Himalaya. Itu lebih dari satu dekade yang lalu.
Pria asal Nepal ini bekerja sebagai pemandu bagi pendaki asal Jerman yang mencoba mendaki gunung tertinggi keempat di dunia ini pada bulan Mei 2012. Mayat yang menghalangi jalan mereka diperkirakan bernama Milan Sedlacek, seorang pendaki gunung asal Ceko yang tewas beberapa hari sebelumnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sherpa penasaran mengapa pendaki asal Ceko itu tewas begitu dekat dengan puncak. Salah satu sarung tangan pada mayat yang membeku itu hilang.
"Tangannya yang telanjang mungkin sarungnya terlepas dari tali. Dia mungkin terbunuh setelah kehilangan keseimbangan dan menabrak batu," kata pemandu itu.
Mayat itu tetap berada di tempatnya dan setiap pendaki yang mendaki Gunung Lhotse setelahnya harus melewatinya.
Sherpa (46) ini tidak tahu bahwa ia akan kembali 12 tahun kemudian untuk mengambil jasad pendaki tersebut. Ia jadi bagian dari tim yang terdiri dari selusin personel militer dan 18 sherpa yang dikerahkan oleh tentara Nepal untuk membersihkan Pegunungan Himalaya.
Lebih dari 300 pendaki tewas di wilayah Everest sejak catatan pendakian gunung di sana dimulai seabad yang lalu, dan masih banyak jasad yang tersisa. Jumlah korban tewas terus meningkat, yakni delapan orang sepanjang 2024 dan 18 orang tewas pada tahun 2023, menurut departemen pariwisata Nepal.
Pemerintah pertama kali meluncurkan kampanye pembersihan mayat pendaki pada tahun 2019. Kegiatan itu mencakup pemindahan beberapa jenazah pendaki yang meninggal.
Tetapi tahun ini adalah pertama kalinya pihak berwenang menetapkan target untuk mengambil lima mayat dari zona kematian di atas ketinggian 8.000 MDPL.
Pada akhirnya, tim yang bertahan hidup dengan air, cokelat, dan sattu, campuran buncis, jelai, tepung terigu itu telah mengevakuasi empat mayat.
Satu kerangka dan 11 ton sampah dipindahkan ke tempat yang lebih rendah setelah operasi selama 54 hari yang berakhir pada tanggal 5 Juni.
"Nepal mendapat sematan buruk karena sampah dan mayat yang telah mencemari Himalaya dalam skala yang terlampau parah," kata Mayor Aditya Karki, pemimpin operasi tahun ini.
Kampanye ini juga bertujuan untuk meningkatkan keamanan bagi para pendaki.
Mayor Karki mengatakan bahwa banyak orang yang dikejutkan oleh pemandangan mayat pada tahun lalu. Seorang pendaki tidak dapat bergerak selama setengah jam setelah melihat mayat dalam perjalanan ke Gunung Everest.
Biaya dan kesulitan
Tim pembersih mayat pendaki Pegunungan Himalaya (Foto: BBC)
|
Militer mengalokasikan USD 37.400 (Rp 609 juta) pada tahun ini untuk mengambil setiap jenazah. Dua belas orang dibutuhkan untuk menurunkan jenazah dari ketinggian 8.000 MDPL, dengan masing-masing membutuhkan empat tabung oksigen.
Satu tabung oksigen berharga lebih dari USD 400 (Rp 6,5 juta), yang berarti dibutuhkan USD 20.000 untuk oksigen saja.
Setiap tahun, hanya ada waktu sekitar 15 hari bagi para pendaki untuk naik dan turun dari ketinggian 8.000 MDPL. Itu karena angin melambat selama masa peralihan di antara siklus angin.
Di zona maut, kecepatan angin sering kali melebihi 100 km per jam. Setelah menemukan mayat, tim bekerja setelah malam tiba karena mereka tidak ingin mengganggu pendaki lain.
Baca juga: Inikah Paus yang Jadi Mitos Itu? |
Di wilayah Everest, yang juga berdiri Lhotse dan Nuptse, hanya ada satu tangga dan kereta gantung untuk orang-orang yang naik dan turun dari base camp.
"Sangat sulit untuk membawa kembali mayat-mayat itu dari zona kematian. Saya berkali-kali muntah air asam. Yang lain terus batuk dan yang lainnya sakit kepala karena kami menghabiskan waktu berjam-jam di ketinggian yang sangat tinggi," kata Sherpa.
Pada ketinggian 8.000 MDPL, bahkan sherpa yang kuat pun hanya mampu membawa beban hingga 25 kg, kurang dari 30% dari kekuatan mereka di ketinggian yang lebih rendah.
Jasad yang ditemukan di dekat puncak Gunung Lhotse, yang memiliki ketinggian 8.516 MDPL, mengalami perubahan warna setelah terpapar sinar matahari dan salju selama 12 tahun. Setengah dari tubuh itu terkubur dalam salju.
Keempat mayat pendaki yang ditemukan ditemukan dalam posisi yang sama seperti saat mereka meninggal. Kondisi mereka yang membeku membuat anggota tubuh mereka tidak dapat digerakkan, sehingga membuat transportasi menjadi semakin sulit.
Hukum Nepal menyatakan bahwa semua mayat harus tetap dalam kondisi terbaik sebelum dikembalikan ke pihak berwenang. Kerusakan dapat menimbulkan konsekuensi hukum.
Tim pembersih membuat sistem tali untuk membawa mayat-mayat tersebut ke bawah secara bertahap. Karena, mendorongnya dari belakang atau menariknya dari depan tidak memungkinkan.
Kadang-kadang, jasad-jasad tersebut tersangkut di medan yang berbatu dan dingin, dan menariknya agar lepas dari batuan merupakan upaya yang melelahkan.
Butuh waktu 24 jam tanpa henti untuk membawa jasad yang diduga milik pendaki asal Ceko tersebut ke kamp terdekat, yang jaraknya sekitar 3,5 km. Tim kemudian menghabiskan waktu 13 jam lagi untuk membawa jenazah tersebut ke kamp lain yang lebih rendah.
Perhentian berikutnya untuk jenazah tersebut adalah perjalanan ke Kathmandu dengan helikopter. Tapi para kru terjebak di Kota Namche selama lima hari karena cuaca buruk. Mereka tiba di ibu kota dengan selamat pada tanggal 4 Juni.
Identifikasi jenazah pendaki tewas di Pegunungan Himalaya
Tim pembersih mayat pendaki Pegunungan Himalaya (Foto: BBC)
|
Pemerintah Nepal akan berkomunikasi dengan kedutaan masing-masing. Proses identifikasi dua jenazah lainnya sedang berlangsung.
Para pendaki dan sherpa melacak lokasi dan kemungkinan identitas para pendaki yang hilang. Sehingga, mereka telah memberikan informasi potensial tentang beberapa jenazah.
Mereka percaya bahwa semua mayat tersebut adalah orang asing, tetapi pemerintah belum mengkonfirmasi hal ini.
Sekitar 100 sherpa telah meninggal di Pegunungan Himalaya sejak pencatatan dimulai. Sehingga banyak keluarga yang telah menunggu selama bertahun-tahun untuk melakukan upacara keagamaan terakhir bagi orang yang mereka cintai.
Pihak berwenang mengatakan bahwa mereka akan menguburkan mayat-mayat tersebut jika tidak ada yang datang untuk mengklaimnya tiga bulan setelah diidentifikasi. Itu terlepas apakah mayat-mayat adalah orang asing atau warga Nepal.
Tshiring Jangbu Sherpa pertama kali mendaki Pegunungan Himalaya pada usia 20 tahun. Dalam karirnya, ia telah mendaki Gunung Everest sebanyak tiga kali dan Gunung Lhotse sebanyak lima kali.
"Para pendaki gunung menjadi terkenal karena mendaki. Pegunungan Himalaya telah memberi kami begitu banyak kesempatan," katanya.
"Dengan melakukan pekerjaan khusus untuk mengambil mayat ini, ini adalah waktu saya untuk membalas budi kepada Pegunungan Himalaya," imbuh dia.
Simak Video "Video: Aksi Polisi Peru Selamatkan 2 Turis Jepang dari Gunung Huascaran"
[Gambas:Video 20detik]
Komentar Terbanyak
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Prabowo Mau Borong 50 Boeing 777, Berapa Harga per Unit?
Prabowo Mau Beli 50 Pesawat Boeing dari Trump: Kita Perlu Membesarkan Garuda