Jumlah turis asing yang liburan ke Bali terus meningkat. Ternyata, banyak dari mereka ternyata membutuhkan bantuan untuk masalah sepele.
Sebuah inisiatif sosial yang inovatif pun muncul di Bali. Ada start up unik yang fokus membantu turis asing yang sedang kesulitan di pulau Dewata, dari menitipkan koper hingga kehilangan barang.
Mereka fokus mengoperasikan layanan darurat bagi wisatawan asing tanpa mengenakan biaya tetap dan tanpa menerima dana dari investor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Didirikan oleh Giostanovlatto pada tahun 2023, Hey Bali telah membantu lebih dari 1.000 turis asing yang mengalami kendala seperti kehilangan barang, tersesat, hingga kesulitan komunikasi saat berada di Bali.
Uniknya, semua layanan kepada turis yang membutuhkan bantuan tersebut dijalankan melalui satu jalur komunikasi sederhana: WhatsApp.
"Kami tidak mematok harga. Turis bisa memberi berapa pun, bahkan nol. Fokus kami bukan nilai transaksi, tapi nilai kepercayaan," ujar Giostanovlatto, pendiri Hey Bali, Selasa (8/7/2025).
Layanan seperti penitipan barang dan aktivasi eSIM untuk turis pun tidak memiliki daftar harga resmi. Wisatawan diminta memberikan kontribusi secara sukarela, berdasarkan manfaat yang mereka rasakan.
Pendekatan ini disebut sebagai ekonomi empati, sebuah sistem yang bertumpu pada karmapala, filosofi Bali yang meyakini bahwa perbuatan baik akan membuahkan balasan baik.
![]() |
"Kami menyebutnya mata uang karma. Tidak selalu kembali dalam bentuk uang, tapi bisa dalam bentuk lain: relasi, reputasi, atau bantuan yang tak terduga," tambah dia.
Meski terdengar mustahil, pendekatan ini ternyata terbukti bisa berjalan. Beberapa wisatawan bahkan kembali dari luar negeri hanya untuk menyumbang atau bertemu langsung dengan tim Hey Bali sebagai bentuk terima kasih.
Model seperti ini menunjukkan bahwa di tengah sistem kapitalisme digital, masih ada ruang untuk sistem ekonomi berbasis kontribusi dan rasa saling percaya.
Pengamat ekonomi sosial menilai bahwa praktik ini sejalan dengan tren baru global: trust-based economy dan mutual aid systems, yang mulai muncul di berbagai negara pasca-pandemi.
Hey Bali pun tidak mengejar ekspansi masif atau pertumbuhan pengguna yang agresif. Justru, mereka saat ini sedang membatasi cakupan bantuan untuk menghindari overload permintaan dan menjaga kualitas pertolongan yang diberikan ke turis yang membutuhkan.
"Fokus kami bukan scaling up, tapi sustaining. Menjaga agar sistem ini tetap manusiawi dan tulus. Kami ingin membuktikan bahwa ada model usaha yang tumbuh bukan karena uang, tapi karena niat baik dan kepercayaan publik," tutup dia.
(wsw/wsw)
Komentar Terbanyak
Foto: Momen Liburan Sekolah Jokowi Bersama Cucu-cucunya di Pantai
Layangan di Bandara Soetta, Pesawat Terpaksa Muter-muter sampai Divert!
Wapres Gibran di Bali Bicara soal Pariwisata, Keliling Pasar Tradisional