Banjir di Sumatera Percepat Orangutan Tapanuli Punah

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Banjir di Sumatera Percepat Orangutan Tapanuli Punah

Femi Diah - detikTravel
Senin, 15 Des 2025 12:27 WIB
Banjir di Sumatera Percepat Orangutan Tapanuli Punah
Orang utan tapanuli yang sudah terancam punah makin terganggu dengan banjir Sumatera DW (Soft News)
Jakarta -

Banjir besar yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat dinilai sebagai gangguan tingkat kepunahan bagi orangutan tapanuli. Para ilmuwan memperingatkan bahwa bencana tersebut telah menyebabkan kerusakan parah pada habitat orangutan dan mengancam kelangsungan hidupnya.

Orangutan tapanuli secara resmi diklasifikasikan sebagai spesies tersendiri pada 2017. Populasinya sangat kecil, dengan kurang dari 800 individu yang tersisa di alam liar, seluruhnya terbatas di wilayah Batang Toru, Tapanuli Selatan, Sumatra Utara.

Sejauh ini, satu orangutan tapanuli dilaporkan mati di wilayah terdampak banjir. kematian satu orangutan itu berdampak besar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kehilangan satu orangutan saja merupakan pukulan besar bagi kelangsungan hidup spesies ini," kata Panut Hadisiswoyo, pendiri dan Ketua Orangutan Information Centre Indonesia, dikutip dari AFP, Senin (15/12/2025).

ADVERTISEMENT

Analisis citra satelit yang dikombinasikan dengan data sebaran orangutan tapanuli menunjukkan bahwa banjir besar bulan lalu tidak hanya menewaskan manusia, tetapi juga menghancurkan habitat satwa liar di wilayah Batang Toru.

Para ilmuwan memusatkan perhatian pada West Block, kawasan dengan populasi orangutan tapanuli terpadat dari tiga habitat yang diketahui. Sebelum bencana, wilayah ini diperkirakan dihuni sekitar 581 orangutan tapanuli.

"Kami memperkirakan antara enam hingga 11 persen populasi orangutan kemungkinan tewas akibat banjir," kata Erik Meijaard, pakar konservasi orangutan.

Dia menegaskan bahwa kematian orangutan dewasa lebih dari satu persen saja sudah cukup untuk mendorong spesies ini menuju kepunahan, terlepas dari ukuran populasi awalnya.

Lanskap Terkoyak, Satwa Ikut Tersapu

Citra satelit menunjukkan retakan besar di lanskap pegunungan, beberapa di antaranya membentang lebih dari satu kilometer dengan lebar hampir 100 meter. Aliran lumpur, air, dan pepohonan yang meluncur dari lereng bukit diperkirakan menyapu bersih segala yang dilewatinya, termasuk satwa liar lain seperti gajah.

"Saya belum pernah melihat kehancuran seperti ini selama 20 tahun memantau deforestasi Indonesia lewat satelit," ujar David Gaveau, pakar penginderaan jauh dan pendiri lembaga konservasi The Tree Map.

Akibat kerusakan itu, orangutan tapanuli yang selamat kini semakin rentan, karena sumber makanan dan tempat berlindung mereka hilang. Para ilmuwan memperkirakan lebih dari sembilan persen habitat West Block telah hancur.

Dalam draf makalah ilmiah yang akan dipublikasikan dalam waktu dekat, para peneliti memperingatkan bahwa banjir ini merupakan ancaman kepunahan langsung bagi orangutan tapanuli.

Wilayah Batang Toru selama ini menjadi sorotan karena adanya pembangunan bendungan listrik tenaga air dan tambang emas. Para pemerhati lingkungan menilai aktivitas industri tersebut telah lama memberi tekanan pada ekosistem setempat.

Awal bulan ini, pemerintah Indonesia mengakui bahwa perkebunan industri, pembangkit listrik tenaga air, dan pertambangan emas berkontribusi signifikan terhadap tekanan lingkungan di wilayah tersebut. Pemerintah juga mengumumkan penghentian sementara izin operasi proyek-proyek di Batang Toru sambil menunggu evaluasi.

Pemerintah dan pegiat lingkungan sepakat bahwa deforestasi turut memperparah dampak banjir, sementara sebuah studi terbaru menyebut perubahan iklim-melalui hujan yang lebih deras dan suhu laut yang lebih hangat-ikut memperkuat badai yang memicu bencana.

Para ahli orangutan mendesak penghentian segera semua pembangunan yang merusak habitat tersisa, serta dilakukannya survei lapangan menyeluruh. Mereka juga mendorong perluasan kawasan lindung dan pemulihan hutan dataran rendah.

Panut menggambarkan kondisi wilayah itu setelah bencana dengan kawasan yang begitu sunyi dan mencekam.

"Habitat West Block ini sangat rapuh dan sensitif. Harus dilindungi sepenuhnya dengan menghentikan semua pembangunan yang merusak habitat," kata dia.




(fem/fem)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads