Aneka Tips Jitu Untuk Fotografi Alam yang Cantik

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Travel Highlight Surga Fotografi

Aneka Tips Jitu Untuk Fotografi Alam yang Cantik

Ari Saputra - detikTravel
Kamis, 30 Apr 2015 08:30 WIB
Aneka Tips Jitu Untuk Fotografi Alam yang Cantik
(Ari Saputra/detikTravel)
Jakarta - Alam membentang indah dari pantai hingga pegunungan. Mulai danau yang tenang di Rawa Pening, hingga padang pasir di Bromo. Bagaimana cara merekam ke dalam kamera tanpa harus kehilangan keindahan itu? Simak dulu tipsnya.

Memfoto pemandangan alam memang butuh tips khusus. Tidak perlu kamera yang super mahal. Kamera digital, prosumer atau DSLR yang standar juga bisa menghasilkan foto alam yang cantik asal tahu caranya.

Dihimpun detikTravel, Kamis (30/4/2015) inilah tips fotografi lanskap agar hasilnya maksimal:

1. Amati cuaca dan waktu

(Ari Saputra/detikTravel)
Memotret alam tidak bisa dibandingkan dengan memotret human interest atau streetphotography yang bisa dilakukan kapan saja. Faktor cuaca dan waktu sangat berperan besar untuk menentukan sukses tidaknya foto lansdscape. Apalagi untuk mencari ilusi optik yang memukau seperti kumpulan kabut pagi hari, pantulan sunrise di danau atau semburat lembayung senja di pantai.

Disarankan untuk melakukan riset kecil-kecilan pada area yang akan dituju seperti akses paling mudah maupun spot memotret yang paling menarik hingga musim/cuaca.Β  Sebab, beberapa spot menarik untuk foto tidak banyak diketahui oleh turis umum.

Oh iya, melihat dan mempelajari foto-foto yang sudah ada juga enggak ada salahnya. Bukan untuk mencontek, namun untuk mempelajari medan sehingga tidak terlalu kaget saat di lapangan.

Kemudian bersiap-siaplah untuk bangun pagi. Subuh, tepatnya. Tidak lain untuk mendapatkan efek luar biasa saat alam mengeluarkan auranya di pagi atau sore hari (golden time). Yakni saat kabut berpadu dengan alam yang membuat efek 'mistik dan supranatural'. Atau merekam perubahan warna matahari sejak hendak terbit hingga matahari terang sempurna.

Bagi yang enggak mau repot, beberapa tempat wisata menyediakan paket sunrise seperti di Bromo, Borobudur dan Merapi. Golden time ini menjadi pertaruhan. Kalau momennya lolos begitu saja, harus mengulang keesokan hari dengan catatan cuaca juga bersahabat. Waktu juga tidak banyak, sekitar 15 hingga 30 menit saja untuk merekam sunrise yang paling mendekati sempurna.

2. Peralatan yang diperlukan

(Ari Saputra/detikTravel)
Setidaknya, peralatan ini harus dibawa yaitu kamera, lensa, tripod, filter, dan shutter release. 3 terakhir merupakan opsional saja. Hanya saja, tanpa tripod akan kesulitan meredam getaran dan berpotensi gambar goyang. Tanpa filter lensa, exposure/perbedaan gelap-terang akan rumit diatasi. Tanpa shutter release, mustahil memperoleh efek kabut lembut seperti kapas karena kecepatan rana (speed) bisa lebih dari 30 detik.

Pun begitu, tak perlu khawatir. Banyak foto-foto landscape dihasilkan tanpa peralatan yang rumit. Yakni mengandalkan cahaya yang sempurna, komposisi yang kuat dan emosi yang mendalam. Bahkan beberapa foto landscape masih bisa dihasilkan dari kamera smartphone dengan resolusi yang baik.

Untuk pilihan lensa, menggunakan sudut lebar sulit ditampik. Lensa 17mm atau 24mm menjadi alternatif favorit untuk menghasilkan foto-foto landscape.

Selain itu, ada baiknya menyediakan peralatan tambahan untuk mengantisipasi cuaca buruk seperti hujan atau gerimis. Misalkan membawa raincoat, payung untuk kamera ataukah casing kamera anti air.

3. Sabar dan kerja keras

(Ari Saputra/detikTravel)
Kenapa harus sabar dan kerja keras? Foto-foto bentang alam tidak dihasilkan dari balik jendela kantor atau di dalam studio foto. Melainkan perlu ke lapangan, menyewa mobil, membayar porter jika diperlukan, membeli tiket pesawat dan berinteraksi dengan alam. Belum lagi kalau cuaca buruk, hujan deras, alat jatuh atau kecipratan air.

Bagi yang hobi jalan, penyuka hiking atau trecking, masalah outdoor itu bukan aral. Bahkan menikmatinya seperti melakukan 'ritual suci' yang membuat ketagihan. Nah, bagi yang tidak terlalu pandai bergumul dengan medan terjal, ada baiknya menyewa porter untuk membawa barang demi memperoleh foto-foto landscape yang memukau.

Kalaupun sudah sampai di lokasi, belum tentu bisa langsung melakukan pemotretan. Namun masih menunggu waktu yang tepat seperti menanti matahari terbenam. Juga masih perlu putar-putar melakukan observasi terlebih dahulu hingga memperoleh spot yang paling menarik.

Untuk spot yang sudah sangat familiar seperti Bromo dan Bukit Situmbul, Anda harus lebih berjuang ekstra keras. Sebab, terlambat 15 menit saja, spot favorit sudah dipenuhi tripod dengan fotografer yang siap membidik sunrise di dua tempat itu.

4. Memperhatikan angle, komposisi dan emosi

(Ari Saputra/detikTravel)
Angle yakni bagaimana menentukan cerita. Komposisi yaitu seni menyajikan foto dengan menarik. Sementara emosi lebih tertuju pada drama dan cara bertutur yang menggugah perasaan lewat bahasa gambar.

Pertanyaan galau yang biasa muncul yakni apakah akan menonjolkan langit yang cantik ataukah tanah/alam yang sangat berkarakter. Ataukah mengambil dua-duanya sehingga garis horizonnya berada di tengah-tengah melintang dari kiri ke kanan.

Bagi yang sudah mempunyai ide cerita, maka sudah bisa menentukan angle foto. Harus banyak langit ataukah tanah/alam. Kalau itu sudah ditentukan, maka tinggal menyajikannya ke layar kamera dengan ciamik. Seperti menambahkan elemen lain seperti batu, kayu atau kapal nelayan yang melintas.

Bagi yang menggunakan kamera dengan mode manual, mengotak-atik aperture, ISO, speed dan white balance menjadi ekpresimen yang sangat menarik. Perubahan yang muncul dari akibat perbedaan hitungan tersebut bakal menjadi kejutan yang mungkin tak terpikirkan sebelumnya. Tidak ada salahnya untuk memanfaatkan waktu yang tersisa untuk mengeksplore pilihan-pilihan tersebut.

Biasanya, foto-foto landscape mempunyai aperture lebih kecil dari f/8. ISO juga dibuat minim antara 100-400. Sementara speed disesuaikan dengan kebutuhan, apakah akan long exposure ataukah tidak. Kalau mau menggunakan long exposure lebih dari 30 detik, dapat menggunakan shutter release dan filter tambahan.

Perpaduan ide dan kemampuan teknis tersebut akan semakin maksimal bila melibatkan emosi dan drama. Banyak foto bagus namun terlihat tidak bernyawa karena tidak melibatkan passion dan minim transfer energi. Selera dan jam terbang fotografer akan menentukan bagaimana foto disajikan dengan penuh rasa ataukah ala kadarnya.

Beranilah bermain-main dengan teknologi digital pendukung seperti filter, panoramik maupun High Dynamic Range (HDR). Fitur tersebut bisa alternatif pilihan untuk membuat foto landscape yang berbeda. Kalau tidak terlalu tertarik, setidaknya dapat mengusir kebosanan dan mengasah kreatifitas.

5. Editing di komputer

(Budi Sugiharto/detikTravel)
Tidak ada rumus baku bagaimana mengolah foto landscape yang paling bagus. Mengedit atau mengkoreksi foto benar-benar tergantung selera, mood fotografer dan kebutuhan gambar. Apakah akan memberi tambahan elemen foto dengan olah digital yang rumit, ataukah cukup menggunakan standar kamar gelap seperti cropping dan burning/dodging.

Beberapa aplikasi mobile untuk mengolah foto seperti VSCO dan Snapseed telah menyediakan cara ringkas untuk membuat efek khusus. Tidak ada salahnya dicoba kalau memang diperlukan.
Halaman 2 dari 6
Memotret alam tidak bisa dibandingkan dengan memotret human interest atau streetphotography yang bisa dilakukan kapan saja. Faktor cuaca dan waktu sangat berperan besar untuk menentukan sukses tidaknya foto lansdscape. Apalagi untuk mencari ilusi optik yang memukau seperti kumpulan kabut pagi hari, pantulan sunrise di danau atau semburat lembayung senja di pantai.

Disarankan untuk melakukan riset kecil-kecilan pada area yang akan dituju seperti akses paling mudah maupun spot memotret yang paling menarik hingga musim/cuaca.Β  Sebab, beberapa spot menarik untuk foto tidak banyak diketahui oleh turis umum.

Oh iya, melihat dan mempelajari foto-foto yang sudah ada juga enggak ada salahnya. Bukan untuk mencontek, namun untuk mempelajari medan sehingga tidak terlalu kaget saat di lapangan.

Kemudian bersiap-siaplah untuk bangun pagi. Subuh, tepatnya. Tidak lain untuk mendapatkan efek luar biasa saat alam mengeluarkan auranya di pagi atau sore hari (golden time). Yakni saat kabut berpadu dengan alam yang membuat efek 'mistik dan supranatural'. Atau merekam perubahan warna matahari sejak hendak terbit hingga matahari terang sempurna.

Bagi yang enggak mau repot, beberapa tempat wisata menyediakan paket sunrise seperti di Bromo, Borobudur dan Merapi. Golden time ini menjadi pertaruhan. Kalau momennya lolos begitu saja, harus mengulang keesokan hari dengan catatan cuaca juga bersahabat. Waktu juga tidak banyak, sekitar 15 hingga 30 menit saja untuk merekam sunrise yang paling mendekati sempurna.

Setidaknya, peralatan ini harus dibawa yaitu kamera, lensa, tripod, filter, dan shutter release. 3 terakhir merupakan opsional saja. Hanya saja, tanpa tripod akan kesulitan meredam getaran dan berpotensi gambar goyang. Tanpa filter lensa, exposure/perbedaan gelap-terang akan rumit diatasi. Tanpa shutter release, mustahil memperoleh efek kabut lembut seperti kapas karena kecepatan rana (speed) bisa lebih dari 30 detik.

Pun begitu, tak perlu khawatir. Banyak foto-foto landscape dihasilkan tanpa peralatan yang rumit. Yakni mengandalkan cahaya yang sempurna, komposisi yang kuat dan emosi yang mendalam. Bahkan beberapa foto landscape masih bisa dihasilkan dari kamera smartphone dengan resolusi yang baik.

Untuk pilihan lensa, menggunakan sudut lebar sulit ditampik. Lensa 17mm atau 24mm menjadi alternatif favorit untuk menghasilkan foto-foto landscape.

Selain itu, ada baiknya menyediakan peralatan tambahan untuk mengantisipasi cuaca buruk seperti hujan atau gerimis. Misalkan membawa raincoat, payung untuk kamera ataukah casing kamera anti air.

Kenapa harus sabar dan kerja keras? Foto-foto bentang alam tidak dihasilkan dari balik jendela kantor atau di dalam studio foto. Melainkan perlu ke lapangan, menyewa mobil, membayar porter jika diperlukan, membeli tiket pesawat dan berinteraksi dengan alam. Belum lagi kalau cuaca buruk, hujan deras, alat jatuh atau kecipratan air.

Bagi yang hobi jalan, penyuka hiking atau trecking, masalah outdoor itu bukan aral. Bahkan menikmatinya seperti melakukan 'ritual suci' yang membuat ketagihan. Nah, bagi yang tidak terlalu pandai bergumul dengan medan terjal, ada baiknya menyewa porter untuk membawa barang demi memperoleh foto-foto landscape yang memukau.

Kalaupun sudah sampai di lokasi, belum tentu bisa langsung melakukan pemotretan. Namun masih menunggu waktu yang tepat seperti menanti matahari terbenam. Juga masih perlu putar-putar melakukan observasi terlebih dahulu hingga memperoleh spot yang paling menarik.

Untuk spot yang sudah sangat familiar seperti Bromo dan Bukit Situmbul, Anda harus lebih berjuang ekstra keras. Sebab, terlambat 15 menit saja, spot favorit sudah dipenuhi tripod dengan fotografer yang siap membidik sunrise di dua tempat itu.

Angle yakni bagaimana menentukan cerita. Komposisi yaitu seni menyajikan foto dengan menarik. Sementara emosi lebih tertuju pada drama dan cara bertutur yang menggugah perasaan lewat bahasa gambar.

Pertanyaan galau yang biasa muncul yakni apakah akan menonjolkan langit yang cantik ataukah tanah/alam yang sangat berkarakter. Ataukah mengambil dua-duanya sehingga garis horizonnya berada di tengah-tengah melintang dari kiri ke kanan.

Bagi yang sudah mempunyai ide cerita, maka sudah bisa menentukan angle foto. Harus banyak langit ataukah tanah/alam. Kalau itu sudah ditentukan, maka tinggal menyajikannya ke layar kamera dengan ciamik. Seperti menambahkan elemen lain seperti batu, kayu atau kapal nelayan yang melintas.

Bagi yang menggunakan kamera dengan mode manual, mengotak-atik aperture, ISO, speed dan white balance menjadi ekpresimen yang sangat menarik. Perubahan yang muncul dari akibat perbedaan hitungan tersebut bakal menjadi kejutan yang mungkin tak terpikirkan sebelumnya. Tidak ada salahnya untuk memanfaatkan waktu yang tersisa untuk mengeksplore pilihan-pilihan tersebut.

Biasanya, foto-foto landscape mempunyai aperture lebih kecil dari f/8. ISO juga dibuat minim antara 100-400. Sementara speed disesuaikan dengan kebutuhan, apakah akan long exposure ataukah tidak. Kalau mau menggunakan long exposure lebih dari 30 detik, dapat menggunakan shutter release dan filter tambahan.

Perpaduan ide dan kemampuan teknis tersebut akan semakin maksimal bila melibatkan emosi dan drama. Banyak foto bagus namun terlihat tidak bernyawa karena tidak melibatkan passion dan minim transfer energi. Selera dan jam terbang fotografer akan menentukan bagaimana foto disajikan dengan penuh rasa ataukah ala kadarnya.

Beranilah bermain-main dengan teknologi digital pendukung seperti filter, panoramik maupun High Dynamic Range (HDR). Fitur tersebut bisa alternatif pilihan untuk membuat foto landscape yang berbeda. Kalau tidak terlalu tertarik, setidaknya dapat mengusir kebosanan dan mengasah kreatifitas.

Tidak ada rumus baku bagaimana mengolah foto landscape yang paling bagus. Mengedit atau mengkoreksi foto benar-benar tergantung selera, mood fotografer dan kebutuhan gambar. Apakah akan memberi tambahan elemen foto dengan olah digital yang rumit, ataukah cukup menggunakan standar kamar gelap seperti cropping dan burning/dodging.

Beberapa aplikasi mobile untuk mengolah foto seperti VSCO dan Snapseed telah menyediakan cara ringkas untuk membuat efek khusus. Tidak ada salahnya dicoba kalau memang diperlukan.

(sst/sst)

Travel Highlights
Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detikTravel
Travel Highlight Surga Fotografi
Travel Highlight Surga Fotografi
17 Konten
Artikel Selanjutnya
Hide Ads