Klinthing Wasiat, Seni Pertunjukan Jawa Bernuansa Tionghoa

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Klinthing Wasiat, Seni Pertunjukan Jawa Bernuansa Tionghoa

Ina Florencys - detikTravel
Senin, 06 Feb 2012 07:32 WIB
loading...
Ina Florencys
Merayu Sie Kim Lian, putri Jenderal Sie Jien Kwie
Aksi Pu Ren (Yu Beruk) membela Tiauw Goat Go
Pertimbangan hukuman oleh Penasehat (Tun Yulianto - busana kuning hitam)
Tiauw Goat Go bersama kedua orang tuanya dan Pu Ren
Taow It Houw (Den Baguse Ngarsa) menanti eksekusi
Klinthing Wasiat, Seni Pertunjukan Jawa Bernuansa Tionghoa
Klinthing Wasiat, Seni Pertunjukan Jawa Bernuansa Tionghoa
Klinthing Wasiat, Seni Pertunjukan Jawa Bernuansa Tionghoa
Klinthing Wasiat, Seni Pertunjukan Jawa Bernuansa Tionghoa
Klinthing Wasiat, Seni Pertunjukan Jawa Bernuansa Tionghoa
Jakarta - Di Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta ke-7 kemarin, telah digelar sebuah pertunjukkan tradisional Jawa, ketoprak, yang menampilkan cerita masyarakat Tionghoa. Pertunjukkan ketoprak yang berjudul Klinthing Wasiat itu, dikemas dalam nuansa humor dan berlangsung sukses.  Sie Jien Kwie adalah salah satu cerita silat klasik dari Tanah Tiongkok. Kisahnya begitu populer, sering dibawa saat rangkaian perayaan Imlek masyarakat Tionghoa. Sie Jien Kwie sebenarnya adalah seorang pemuda biasa dan banyak menghabiskan waktu untuk belajar silat. Perjalanan panjang hidupnya hingga menjadi seorang jenderal pada masa Dinasti Tang menjadi kisah menarik. Ia yang bersenjatakan tombak cabang tiga (trisula). Ia yang kenakan busana perang berwarna putih.  Pada Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta ke-7, kisah ini kembali diangkat dalam sebuah pentas ketoprak. Seni pertunjukan tradisional ketoprak memang biasa mengangkat kisah legenda atau sejarah dari Tanah Jawa. Namun, beberapa kisah dari Tanah Tiongkok ternyata juga menarik saat dikemas dalam ketoprak. Jumat (3/01) lalu Den Baguse Ngarsa bersama kawan-kawan menggelar pementasan ketoprak komedi serial Sie Jien Kwie “Klinthing Wasiat”. Acara dimulai pukul 20.30 WIB di Panggung Utama, Kampung Ketandan Yogyakarta.  “Sie Jien Kwie merupakan roman sejarah tiongkok kuno. Itu merupakan cerita panjang yang cukup serius. Pada episode Tiauw Goat Go itu ada nuansa humornya. Ia dikenal memiliki sebuah klinthing sakti. Karena pementasan ketoprak ini adalah acara hiburan, maka kami mengambil episode Tiauw Goat Go,” ujar Marwoto “Kawer” seusai pentas. Kisah berawal saat dua orang prajurit Kerajaan Tong Tiauw yakni, Cin Han (Marwoto) dan Taow It Houw (Den Baguse) sedang berbincang. Lalu datang Sie Kim Lian, putri Jendral Sie Jien Kwie memberikan surat perintah dari ayahnya. Taow It Houw saat itu juga coba mengutarakan rasa cintanya pada Sie Kim Lian. Namun, Sie Kim Lian menolak dan beranjak pergi. Hal serupa pun dialami oleh Cin Han. Ia jatuh cinta pada pemimpin pasukan Hian Bu Kwan, yakni Tiauw Goat Go. Cinta ditolak, peperangan dimulai. Tiauw Goat Go dapat menang telak karena klinthing wasiat (Siap Hun Leng) miliknya mampu membuat Cin Han dan Taow It Houw lumpuh. Tiauw Eng Siang, ayah Tiauw Goat Go merasa bangga akan kemampuan putrinya. Sebagai balasan, ia pun menjatuhkan hukuman mati kepada keduanya. Sayang, Cin Han dan Taow It Houw dapat lolos dengan ilmu kesaktiannya. Dalam pelarian, Cin Han dan Taow It Houw terheran-heran dengan kesaktian klinthing kecil tersebut. Mereka kemudian bertemu dengan Gwat Hee Loo Jin (Dewa Perjodohan) yang memberikan solusi cinta. Agar bisa menarik perempuan idamannya, Cin Han diberi jimat berupa bedak (Bi Hun See). Taow It Houw juga diberikan jimat berupa pil (Pian Ciauw Hu). Kedua jimat tersebut harus digunakan saat bertemu langsung dengan perempuan yang diidam-idamkan. Keduanya lalu pergi dan mulai melaksanakan rencana memikat hati perempuan yang dicintai. Tak disangka, jimat pemberian dewa jodoh begitu mujarab. Giliran Sie Kim Lian yang kini merajuk pada Taow It Houw untuk dicintai. Begitu pula dengan Tiauw Goat Go yang akhirnya benar-benar jatuh cinta kepada Cin Han. Tahu Tiauw Goat Go dalam keadaan lemah, Cin Han lalu mengambil dan menguasai klinthing wasiat. Ayah dan ibu Tiauw Goat Go bingung dengan kejadian tersebut. Apa mau dikata, mereka pun akhirnya menyerah. Pementasan ketoprak malam itu dikemas dalam nuansa humor. Spontanitas para pemain sangat dibutuhkan agar cerita berjalan menarik. Menurut Marwoto, tidak banyak kesulitan dalam mempersiapkan pentas. Beberapa pemain yang relatif baru seperti Joko Tirtono serta Tun Yulianto pun dengan mudah melakukan penyesuaian. Ia dan beberapa kawannya memang sering mengangkat beberapa cerita bernuansa Tionghoa seperti “Putri Cina” dari novel Romo Sindhunata, “Laksamana Cheng Ho”, dan “Sam Pek Eng Tay”. Selain untuk memeriahkan perayaan Imlek, cerita-cerita tersebut memang sengaja diangkat untuk membangkitkan nostalgia khususnya bagi masyarakat keturunan Tionghoa.
Hide Ads