Monumen Parai, begitu warga lokal Biak menyebut tempat ini. Monumen ini memang berada di Desa Anggraidi, yang dulunya bernama Desa Parai. Ini adalah monumen penanda Perang Dunia II yang dibangun pada 1992.
Pada masa PD II, tentara Jepang sempat menjadikan Biak sebagai basecamp untuk menghindar dari tentara sekutu. Rombongan pertama yang datang di Desa Parai berjumlah sekitar 3.000 orang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ruangan tersebut terletak di sebelah kiri dari arah monumen. Ruangannya terletak di bawah tanah, berbentuk lorong setengah lingkaran. Di dalamnya terdapat kotak-kotak dari seng yang berisi abu dan tulang belulang prajurit Jepang.
Masing-masing kotak berisi abu dan tulang dari 50 prajurit Jepang. Foto-foto mereka terpajang di depannya.
"Tiap tahun turis Jepang datang, minimal 3 kali. Mereka ziarah, sering juga mengambil abunya pulang," tambah Kostan.
Para turis Jepang itu, lanjut Kostan, biasanya datang sekitar 30 orang dalam 1 rombongan. Selain turis Jepang, banyak pula turis asal AS dan Eropa yang berkunjung ke sana.
Monumen Parai berarsitektur modern dan penuh filosofi Jepang. Monumen ini dibangun dekat dengan gua yang dulu sempat dijadikan tempat berlindung bagi Jepang.
"Gua ini terhubung dengan pangkalnya di atas bukit. Panjangnya sekitar 5 Km," papar Kostan.
Traveler yang penasaran, bisa menyambangi monumen ini dengan jarak tempuh sekitar 30 menit dari pusat Kota Biak. Jangan lupa bawa kamera, karena monumen ini terletak persis di depan pantai yang indah.
(rdy/rdy)












































Komentar Terbanyak
Awal Mula PB XIV Purbaya Gabung Ormas GRIB Jaya dan Jadi Pembina
Fadli Zon Bantah Tudingan Kubu PB XIV Purbaya Lecehkan Adat dan Berat Sebelah
Wisata Guci di Tegal Diterjang Banjir Bandang, Kolam Air Panas sampai Hilang!