Pada Senin (18/6) lalu, saya memilih mengisi libur lebaran dengan mendaki Gunung Papandayan. Berangkat dari Jakarta menggunakan kereta api menuju Bandung untuk menghindari kemacetan yang biasanya terjadi di Tol Cikampek.
Dari Bandung, saya menggunakan motor menuju Garut. Dalam perjalanan ini, saya ditemani oleh tiga orang rekan. Sebelumnya kami sempat berkunjung terlebih dahulu ke daerah Cibiuk untuk bertemu keluarga yang berada di sana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Trek perjalanan menuju Papandayan juga terbilang seru menggunakan motor dengan jalanan berkelok. Kami menikmati saat harus melewati banyak kelokan dengan pemandangan sawah di sekitarnya. Tapi tetap saja harus berhati-hati dan jaga kecepatan, sebab ada lubang yang tak terduga di jalanan itu.
Untuk sampai ke Cisurupan, kami menempuh sekitar 1 jam 50 menit. Perjalanan menuju Papandayan rupanya masih lebih dari 20 kilometer dari Cisurupan. Jalanannya pun menanjak.
Saya sampai di Papandayan sekitar pukul 15.00 WIB. Sampai di gerbang, kami harus membayar tiket Rp 58 ribu untuk biaya masuk serta parkir. Biaya itu sudah termasuk dengan asuransi.
Begitu sampai, kami beristirahat di warung yang ada di sana sekaligus untuk menyewa tenda dan alas tidur. Kami juga bersiap merapikan barang, memakai pakaian yang nyaman dan sepatu gunung. Tiba jam 16.00 WIB, kami berangkat mendaki. Sebelum mendaki, kami melapor terlebih dahulu kepada pos penjagaan depan dengan menyertakan kartu identitas.
Ada 10 pos pendakian di Gunung Papandayan ini. Papandayan termasuk trek gunung yang cocok bagi pemula dengan pendakian yang tidak terlalu tinggi. Namun harus tetap waspada karena trek ini banyak bebatuan besar dan kecil yang licin. Saya sendiri sempat terjatuh karena tidak berhati-hati saat berjalan melewati jalanan ini.
![]() |
Sebenarnya ada dua jalur pendakian yang bisa digunakan untuk menuju puncak. Jalur pertama yakni lewat Hutan Mati, namun jalur ini cukup ekstrem dengan tanjakan curam berbatu. Sementara jalur yang kedua biasa digunakan oleh pendaki pemula.
Saya memilih jalur yang kedua dengan trek menanjak dan melewati hutan. Saat lewat jalur itu, jam sudah menunjukkan pukul 18.00 WIB. Langit berangsur gelap. Kami mempercepat langkah.
Suara babi hutan atau biasa disebut 'Omen' oleh para pendaki, mulai terdengar dan suasana sekitar juga begitu hening. Ternyata di suasana libur lebaran masih ada rombongan lain di belakang kami dalam jumlah yang begitu banyak.
Akhirnya sampai ke pos terakhir di Pondok Saladah sekitar pukul 19.00 WIB. Bintang-bintang tampak jelas terlihat dan udara begitu dingin. Tapi jangan khawatir bagi pendaki yang hendak ke Papandayan, di tiap posnya terdapat warung yang menjajakan mie instan, air mineral, dan gorengan. Di sini pendaki juga dapat menghangatkan diri dengan api yang disediakan oleh pemilik warung.
Baca juga: Tips Aman Buat Cewek yang Ingin Traveling |
![]() |
Rupanya di momen libur lebaran justru masih banyak pendaki yang naik ke Gunung Papandayan. Tak cuma pendaki lokal, ada juga yang datang jauh-jauh dari Inggris bersama rekannya orang Indonesia. Namanya Paul. Dia juga terlihat begitu santai dengan menggunakan celana pendek meski akhirnya tak kuat kedinginan dan memakai selimut saat berbincang dengan saya.
"Sangat bagus pemandangan langit di gunung ini. Saya sebelumnya dengar cerita kalau Papandayan memang bagus. Jadi tertarik dan kami bersama-sama datang ke sini," ujar Paul.
Keesokan hari, saya kembali melanjutkan perjalanan untuk melihat matahari terbit di Hutan Mati. Kami berangkat sekitar pukul 05.30 WIB. Perjalanan dari Pondok Saladah menuju Hutan Mati sekitar 15 menit. Di sepanjang jalur tersebut banyak terdapat Bunga Edelweis. Tentunya tidak diperbolehkan untuk dipetik.
Pemandangan di Hutan Mati begitu indah dengan latar matahari terbit. Saat sunrise tiba, sudah banyak para pendaki yang berada di sana. Asap dari kawah juga terlihat dan bau belerang tercium. Banyak para pendaki yang mengabadikan momen sunrise ini dengan berfoto maupun mengambil video.
Sungguh, momen pendakiannya terbayarkan dengan melihat pemandangan indah tersebut. Kamu kapan ke Gunung Papandayan? (nkn/msl)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol