Burung Kasuari Khas Papua, Enggak Bisa Terbang dan Betah Mengerami Telor

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Burung Kasuari Khas Papua, Enggak Bisa Terbang dan Betah Mengerami Telor

Hari Suroto - detikTravel
Senin, 14 Des 2020 08:42 WIB
Burung kasuari (Casuarius casuarius)
Burung kasuari (AFP/TIZIANA FABI)
Jakarta -

Kasuari (Casuarius casuarius) merupakan burung endemik Papua, Papua Nugini, dan Australia. Burung ini boleh dibilang burung darat terberat dan tidak bisa terbang.

Pada umumnya berat burung kasuari berkisar 65 kilogram dengan tinggi 1 meter. Sayap kasuari terlalu kecil untuk menopang badan yang berat itu terbang ke udara.

Dengan kepala yang merunduk ke depan dan leher serta bahu yang hampir horisontal, burung ini dapat dengan mudah bergerak cepat menerobos semak belukar. Kaki yang kuat dengan kuku yang keras dan tajam adalah senjata utama burung ini. Dalam keadaan terdesak, kasuari bisa menendang begitu keras hingga membuat patah kaki manusia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bulu kasuari berbeda dengan bulu burung lainnya. Bulu burung kasuari berwarna hitam menyerupai rambut manusia. Oleh orang Papua, bulu-bulu burung kasuari dimanfaatkan sebagai hiasan kepala atau sebagai penghias noken.

Kasuari berkembangbiak dengan bertelur. Telur kasuari berwarna hijau.

ADVERTISEMENT

Kasuari hanya memiliki satu butir telur selama masa bertelur. Kasuari menghabiskan 80 persen waktunya untuk mengerami dan menjaga telurnya.

Sesudah menetas anak kasuari berkembang sangat cepat. Anak kasuari memiliki bulu-bulu yang menarik, bergaris-garis hitam pada tubuh yang coklat muda.

Kasuari muda berbulu coklat muda, ketika dewasa akan berubah menjadi hitam pekat. Kulit leher dan kepala botak dengan warna biru, hijau, terkadang oranye tergantung jenisnya. Pada bagian kepala terdapat mahkota tanduk.

Kasuari merupakan hewan yang diburu oleh orang Papua. Dagingnya dikonsumsi sedangkan tulang, paruh, kuku dijadikan sebagai senjata tradisional.

Kasuari memakan buah-buahan yang jatuh dari pohon. Burung ini menjadi agen penghijau hutan, karena buah yang mereka makan, bijinya dikeluarkan kembali bersama kotoran dan akan tumbuh menjadi tanaman baru.

Karena itu, penting untuk melestarikan populasi burung ini.

***

Artikel ini dibuat oleh Hari Suroto dari Balai Arkeologi Papua dan diubah seperlunya oleh redaksi.




(fem/fem)

Hide Ads