Candi Borobudur 'Dimandikan' Minyak Atsiri untuk Hilangkan Lumut

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Candi Borobudur 'Dimandikan' Minyak Atsiri untuk Hilangkan Lumut

Eko Susanto  - detikTravel
Jumat, 09 Apr 2021 10:44 WIB
Candi Borobudur disemprot minyak atsiri
Foto: (Eko Susanto/detikcom)
Magelang -

Balai Konservasi Borobudur (BKB), melakukan penyemprotan minyak atsiri pada batuan candi untuk menghilangkan lumut. Penggunaan minyak atsiri ini dinilai lebih aman dan ramah lingkungan.

Dirjen Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hilmar Farid mengatakan, penggunaan dengan minyak atsiri fungsinya untuk pelestarian, melindungi candi dari lumut dan lumut kerak yang memang banyak tumbuh di Candi Borobudur. Penggunaan cairan ini bisa menghilangkan lumut kerak dan ini salah satu inovasi penting dari BKB.

"Fungsinya pasti pelestarian, melindungi candi dari lumut dan lumut kerak yang memang banyak tumbuh di Candi Borobudur ini. Dengan cairan ini seperti dilihat, kita bisa menghilangkan lumut keraknya itu," kata Hilmar kepada wartawan usai melakukan penyemprotan minyak atsiri di dinding Candi Borobudur, Kamis (8/4/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Candi Borobudur disemprot minyak atsiriCandi Borobudur disemprot minyak atsiri Foto: (Eko Susanto/detikcom)

Proses pemilihan menggunakan minyak atsiri, katanya, memerlukan riset yang lama sekitar 3 tahun. Kemudian, sebelumnya telah diujicobakan di batu lepas dan sekarang diaplikasikan di candi.

"Prosesnya memang cukup panjang, tapi ini salah satu inovasi penting dari Balai Konservasi Borobudur (BKB), teman-teman penelitinya ada disini semua yang selama 3 tahun melakukan riset mengembangkan teknologi ini. Sekarang sudah cukup mantap karena sudah diuji di batu lepas sehingga sekarang bisa kita aplikasikan di candi," katanya.

ADVERTISEMENT

Pemilihan ini, kata Hilmar, yang pasti organik, penggunaan dengan bahan organik dipercaya lebih aman dan ramah lingkungan. Aman bagi penggunanya, kemudian untuk kimia risikonya terpaparnya macam-macam.

"Ya pasti organik, jadi organik itu kita sangat percaya bahwa dengan penggunaan bahan yang sifatnya organik ini jauh lebih aman, ramah pada lingkungan dan tentunya bagi pengguna, kalau kimia risiko terpapar macam-macam juga tinggi, jadi keuntungan yang pasti itu," ujarnya.

Candi Borobudur disemprot minyak atsiriCandi Borobudur disemprot minyak atsiri Foto: (Eko Susanto/detikcom)

"Dari segi harga tadi, saya sudah diberi tahu ya hemat. Karena minyak atsiri ini tidak tumbuh di laboratorium, tumbuhnya di masyarakat. Jadi kalau misalnya kita harus keluar biaya untuk itu, nanti yang merasakan masyarakat. Jadi itu, kita lihat investasi yang bahkan masyarakat secara tidak langsung dengan menanam pohon sereh wangi itu menghasilkan minyak atsiri, pengolahannya juga di masyarakat kita yang memanfaatkan," tutur Hilmar.

Menyinggung penggunaan ke depannya, kata dia, nantinya akan digunakan langsung yang berada di bawah Kemendikbud. Untuk itu, tidak menutup kemungkinan bagi situs-situs yang pengelolaannya dilakukan pemerintah daerah.

"Pasti kita mulai (mengaplikasikan) langsung ada di bawah Kemendikbud, tapi tidak menutup kemungkinan bagi situs-situs yang ada di bawah penguasaan pemerintah daerah untuk juga menggunakan ini. Bahkan, tadi saya tanya kalau batuan di luar negeri seperti Angkor wat (Thailand) kan juga sama, punya problem yang sama. Jadi mungkin ini akan jadi inovasi yang kita ekspor, bukan mencari duitnya, tapi ini justru untuk memperlihatkan dari Borobudur lahir begitu banyak inovasi. Dari lokal untuk internasional," ujar Hilmar.

Sementara itu, Pamong Madya BKB, Nahar Cahyandaru menambahkan, dulunya sekitar tahun 1980-an sampai 1990-an menggunakan herbisida. Penggunaan tersebut kemudian mendapatkan teguran dari UNESCO, terus dihentikan.

Candi Borobudur disemprot minyak atsiriCandi Borobudur disemprot minyak atsiri Foto: (Eko Susanto/detikcom)

"Dulu kita pakai bahan kimia. Ada beberapa merek seperti kelompoknya itu herbisida sebetulnya. Itu tahun di 1980-an sampai 1990-an itu pilihan, tapi dengan perkembangan teknologi kita mendapatkan teguran dari UNESCO bahwa penggunaan bahan kimia seperti itu harus dihentikan. Karena tidak ramah lingkungan, kemudian juga dikhawatirkan berbahaya dalam jangka panjang. Bikin aus (batuan), salah satunya karena sifatnya asam. Kemudian kita hentikan itu sudah beberapa tahun," kata Nahar.

Setelah dihentikan tersebut, kata dia, untuk pembersihan lumut di Borobudur dilakukan secara manual. "Di peralihan dari bahan kimia ke sekarang itu manual. Kita hitungannya bukan satu bangunan, tapi satu meter persegi. Itu kita membutuhkan 0,9 liter. Kita sifatnya lokal sudah juga kita ngitungnya, tapi perkiraan kasar hampir 200 liter. Jadi efisien," tuturnya.




(bnl/ddn)

Hide Ads