Traveler pernah mendengar Bukit Kelam? Salah satu formasi batu monolit terbesar dan tertinggi di dunia ini ada di Indonesia, lho.
Berlokasi di tengah Kecamatan Kelam Permai, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, Bukit Kelam merupakan formasi batu monolit yang memiliki tinggi sekitar 1.002 meter. Kawasan tersebut ditumbuhi tanaman endemik yang sering kita ketahui memakan serangga, kantong semar.
Karena keanekaragaman hayatinya, pemerintah akhirnya menata kawasan tersebut sebagai Taman Wisata Alam (TWA) Bukit Kelam. Masyarakat sekitar biasa menyebutnya Bukit Raya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Bukit Kelam berada di antara dua sungai besar, yaitu Sungai Melawi dan Sungai Kapuas. Pendakian ke puncak Bukit Kelam berdurasi sekitar 4-5 jam untuk naik dan 3-4 jam untuk turun.
Sekitar tahun 1980-an, ahli botani asal Jerman menjadi orang pertama yang mendaki bukit ini.
Nama Bukit Kelam memang telah lama masyhur di kalangan peneliti botani. Salah satu penyebabnya bukit batu ini menjadi rumah bagi 14 spesies kantong semar yang berbeda, salah satunya yang endemik dan terancam punah adalah jenis Nepenthes clipeata.
Sangat sulit menjangkau tumbuhan kantong semar yang hidup di sini, karena mereka biasanya berada di sisi tebing vertikal pada ketinggian antara 500 dan 800 meter.
Selain Kantong Semar, Bukit Kelam juga menjadi hunian bagi tanaman anggrek hitam, beruang madu, trenggiling, sampai burung walet. Tentu saja ada cerita rakyat yang menyelimuti eksistensi Bukit Kelam, sama seperti yang terjadi pada Gunung Tangkuban Perahu di Jawa Barat.
![]() |
Kisah di Balik Bukit Kelam
Mengutip dari situs resmi Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, konon katanya Bukit Kelam merupakan sebongkah batu yang dipikul oleh seorang sakti bernama Bujang Beji dari daerah Kapuas Hulu untuk membendung Sungai Melawi.
Itu dilakukan karena dirinya iri dengan seorang sakti lain bernama Temenggung Marubai. Temenggung Marubai menguasai Sungai Melawi, sedangkan Bujang Beji menguasai Sungai Kapuas.
Keduanya suka menangkap ikan, tetapi tangkapan Temenggung Marubai selalu banyak karena ia selalu membiarkan ikan yang masih kecil hidup lalu menangkapnya saat sudah besar.
Rasa iri Bujang Beji terhadap tangkapan ikan Temenggung Marubai mendorongnya menangkap semua ikan di Sungai Kapuas tanpa memilih mana ikan kecil mana ikan besar.
Akibatnya, ikan-ikan di daerah itu semakin sedikit. Karena itu, ia berniat menutup aliran Sungai Melawi dengan batu besar pada hulu Sungai Melawi.
Dewi di kayangan menertawainya, sehingga Bujang Beji marah dan tali pengikat batunya yang terbuat dari rumput putus. Batu tersebut lalu jatuh di sebuah lembah bernama Jetak.
Bujang Beji berusaha mengangkat kembali batu tersebut, namun batu tersebut sudah melekat dan tidak bisa diangkat lagi.
Selain dikaitkan dengan legenda tersebut, keberadaan Bukit Kelam juga dikabarkan sebagai lokasi jatuhnya sebuah meteor besar pada jutaan tahun silam.
Meski kisahnya diliputi misteri, namun masih banyak wisatawan yang datang untuk berkemah di tengah panorama alam Bukit Kelam yang menawan.
Sebelum pandemi virus Corona, juga banyak anggota Pramuka yang berlatih di sini. Bukit Kelam juga menjadi salah satu destinasi wisata sekaligus olahraga seperti panjat tebing dan paralayang.
Jika ingin pelesir di Bukit Kelam, disarankan datang bersama tur grup dengan pemandu yang telah berpengalaman. Patuhi juga protokol kesehatan pencegahan virus Corona selama di sana.
(elk/fem)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!