Suku Bauzi di tepi Sungai Mamberamo, Kabupaten Mamberamo Raya, Papua, tak cuma mahir menangkap buaya di sungai, tapi juga punya tradisi berburu di hutan.
Peralatan berburu terdiri atas busur dan panah. Busur bahannya diambil dari pohon nibung dan bambu. Kemudian nibung dan bambu dipotong dan dibelah-belah sesuai ukuran yang dikehendaki.
Pada ujung busur dibuat agak kecil dan meruncing jika dibandingkan dengan bagian tengahnya. Kedua ujungnya diberi simpul-simpul tali yang dibuat dari rotan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk merentangkan busur disiapkan tali rotan yang telah dibelah dan dibersihkan. Selanjutnya belahan rotan tersebut dikaitkan pada kedua ujung busur.
![]() |
Baca juga: Pilot Asal Papua Banyak yang Nganggur |
Anak panah terdiri dari tangkai dan mata. Untuk membuat tangkai anak panah diambil dari sejenis tebu hutan yang sudah tua. Tebu hutan ini dipotong lalu dipanaskan di atas api agar mudah meluruskan dan mampu bertahan lama. Kemudian tangkai ini dipotong menurut ukuran yang dikehendaki.
Mata panah diambil dari belahan nibung atau belahan bambu. Belahan nibung dan bambu dipotong kemudian dibentuk meruncing bergerigi. Mata panah dimasukan pada tangkai dan diikat dengan tali rotan.
Pada sambungan mata anak panah dan tangkai diberi perekat dari getah sukun agar lilitan tali rotan pada pangkal tangkai menjadi lebih kuat.Mata anak panah berbahan bambu dipergunakan untuk memanah hewan besar seperti rusa, babi dan kasuari.
Sedangkan anak panah berbahan nibung dipergunakan untuk memanah burung, kelelawar, kuskus, dan kanguru pohon. Selain itu juga terdapat jenis anak panah yang ujungnya dibuat dari ruas bambu yang keras dan tumpul. Hal ini bertujuan agar pada waktu memanah hewan, cukup menyakiti hewan tersebut, sehingga mudah ditangkap untuk dipelihara.
Hewan hasil buruan, dagingnya dikonsumsi sedangkan tulangnya digunakan sebagai peralatan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya tulang kuskus dibuat runcing pada ujungnya, digunakan sebagai jarum dalam merajut noken. Tulang kasuari dijadikan sebagai senjata penusuk untuk berburu.
Selain itu mereka juga masih mengenal penggunaan korek api tradisional. Korek api ini menggunakan batu bulat yang banyak didapatkan di Sungai Mamberamo. Mereka menyebutnya batu api.
Cara membuat api yaitu memukul batu api dengan bambu dekat bulu kering dari pohon palem hitam, sehingga letikan batu membakar bulu itu dan dengan beberapa tiupan saja api sudah dapat menyala.
***
Artikel ini merupakan kiriman pembaca, Hari Suroto, peneliti dari Balai Arkeologi Papua. Tulisan telah disunting sesuai kebutuhan redaksi.
(bnl/bnl)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!