Desa Wisata Krebet rupanya punya sejarah panjang sebelum menjadi sentra batik kayu. Dulunya, desa itu tertutup hutan dan masyarakat bekerja serabutan.
Liburan ke Yogyakarta, cobalah mampir ke Desa Wisata Krebet yang terletak di Kelurahan Sendangsari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul. Desa ini menawarkan nuansa Yogyakarta yang berbeda dari destinasi wisata yang sudah mainstream.
Desa Wisata Krebet dikenal sebagai penghasil batik kayu, kerajinan yang terbuat dari kayu dan dihias ukiran batik. Kerajinan ini bermacam-macam jenisnya, mulai dari perabotan rumah tangga seperti meja, kursi, hingga sendok dan garpu, sampai barang kesenian seperti wayang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
detikcom sempat singgah di Desa Wisata Krebet dalam Ekspedisi 3.000 Kilometer bersama Wuling. Suasana desa ini begitu tenang dan pemandangannya cantik. Di kanan kiri jalan, traveler dapat melihat pepohonan nan asri.
![]() |
Pada kunjungan itu, detikcom bertemu dengan Ketua Desa Wisata Krebet yakni Agus Jati Kumara. Selain memimpin pengelolaan desa wisata, ia juga memiliki industri batik kayu.
Kepada detikcom, ia bercerita mengenai sejarah desa tersebut. Sebelum jadi seperti sekarang, Desa Krebet hanyalah desa biasa yang terletak di puncak bukit kapur.
Dulunya, desa ini disebut Desa Ngalas yang artinya hutan. Maklum, sebelum tahun 80-an, desa itu tertutup hutan yang didominasi pohon jambu.
Masyarakatnya pun belum seperti sekarang yang mayoritas menjadi perajin batik kayu. Mereka umumnya bekerja di sektor pertanian tetapi ada pula yang bekerja sebagai buruh bangunan hingga berjualan jambu.
"Dulu kerjanya macam-macam. Sing penting urip (yang penting hidup)," kata Agus.
![]() |
Barulah kemudian pada tahun 1970-an masyarakat mulai membuat kerajinan berbahan kayu. Tujuannya sederhana, untuk memenuhi kebutuhan warga Desa Krebet.
Kerajinan kayu itu kemudian dimodifikasi menjadi batik kayu oleh ayah Agus yang bernama Anton Wahono. Anton merupakan pemilik sanggar Punokawan yang juga perajin wayang kulit.
"Adanya batik kayu ini sejak tahun 1980-an, sekitar tahun 1987-1988. Dulu hasil produknya menjadi wayang dan dudukan wayang. Kebetulan saat itu ada satu pembatik kain yang diminta untuk membatik di kayu," ujarnya.
![]() |
Membatik di atas kayu tentu bukan pekerjaan mudah. Semua produksi dilakukan secara manual. Kayu itu diukir membentuk motif batik, kemudian dicanting menggunakan lilin selayaknya kain batik.
Pada tahun 1995, Anton melakukan pameran di Inggris. Kesuksesan pameran itu pun sampai ke telinga pemerintah hingga akhirnya Desa Krebet mulai dibangun.
Baca juga: 4 Aktivitas Liburan Murah di Jogja, Cobalah |
"Aspal baru masuk ke sini tahun 1995 karena batik kayu Pak Anton pameran ke Inggris. Diliput TVRI lalu disounding ke bupati. Pak Bupati survei, langsung diaspal dari jalur utama sampai depan rumah ini, karena dulu jalanan desa itu masih batu," kenangnya.
![]() |
Berawal dari hanya ada tiga orang yang membuat batik kayu, sekarang sudah ada 43 industri batik kayu di Desa Wisata Krebet. Setidaknya ada sekitar 400 warga desa yang bekerja di industri ini.
Batik kayu ini juga diminati masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia bahkan dunia. Negara-negara seperti Jepang hingga China menjadi tujuan ekspor batik kayu.
Namun karena pandemi COVID-19, permintaan batik kayu ini menurun. Tak ada lagi wisatawan yang biasanya datang ke sana untuk membeli oleh-oleh dan suvenir. Ini menyebabkan untuk saat ini hanya tinggal 10 industri yang masih bertahan memproduksi batik kayu tersebut.
Simak Video "Video: Ide Oleh-oleh dari Yogyakarta yang Anti Mainstream"
[Gambas:Video 20detik]
(pin/fem)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum