Dari 917,200 hektar luas tanah, 8 persen adalah permukiman yang dihuni oleh warga Desa Tenganan di Karangasem, Bali. Desa Tenganan menggunakan konsep jaga satru, yaitu kawasan permukiman seperti "barrack" penjagaan dengan 4 buah pintu masuk yang terletak pada arah timur, barat, utara, serta selatan desa sehingga mempermudah masyarakat dalam menjaga dan mensterilkan daerahnya.
"Ketika orang luar masuk ke Desa Tenganan, mereka pasti akan masuk melalui salah satu pintu itu. Tidak ada jalan tikus lah istilahnya. Desa ini juga menerapkan konsep benteng dan keseimbangan tapak dara, itu kalau masuk ke pemukiman yang 8%," kata Tamping Takon Tebenan Desa Tenganan I Putu Suarjana.
I Putu Suarjana juga menyebut bahwa sistem kepemilikan tanah di Desa Tenganan berbeda dengan desa lainnya. Masyarakat Desa Tenganan dilarang memperjual belikan tanah di Desa Tenganan walaupun itu milik pribadi.
"Adat istiadat yang paling kami pertahankan. Satu-satunya desa yang melarang masyarakatnya menjual tanahnya ke luar desa adat adalah Desa Tenganan. Sekalipun itu milik pribadi," kata I Putu Suarjana.
Dengan luas tanah 917,200 hektar, pihak Desa Tenganan akan menyediakan fasilitas seperti tanah atau pekarangan yang diberikan secara gratis kepada pengantin baru. Peraturan di Desa Tenganan menyebut 6 bulan setelah upacara pernikahan, pengantin harus memisahkan diri dengan orang tua.
"Di sini fasilitas rumah tangga sudah disediakan oleh desa adat. Pengantin dapat memilih pekarangan yang masih kosong tanpa harus membeli. Itu kurang lebih 5 are, yang terdiri dari 1 are halaman depan, 3 are pemukiman, dan 1 are halaman belakang. Karena di sini segala sesuatunya diatur oleh adat," ujar I Putu Suarjana.
Dalam satu pekarangan rumah di Desa Tenganan hanya boleh dihuni oleh satu kepala keluarga. Setiap pekarangan wajib terdiri dari empat unit bangunan dengan mengusung konsep keseimbangan. Rumah adat di Tenganan juga juga memakai konsep Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan atau disebut dengan Tri Hita Karana.
Bangunan terluar adalah bale buga yang menjadi tempat upacara dalam satu rumah tangga. Setiap rumah pasti memiliki Sanggah Kaja yang menjadi tempat berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa, biasanya juga disebut Sanggah Pesimpangan dan Sanggah Kelod merupakan tempat pemujaan arwah leluhur, biasanya juga disebut Sanggah Batara Guru.
Bangunan kedua adalah bale tengah yang terdiri dari dua unit ruang, yaitu unit kematian dan kelahiran. Dahulu sebelum ada bidan atau rumah sakit, masyarakat Desa Tenganan melahirkan di bale tengah, namun hingga saat ini sudah ada bidan dan rumah sakit, masyarakat yang telah melahirkan harus tinggal di bale tengah selama 42 hari.
Bangunan ketiga adalah bale meten. Bale ini biasanya digunakan oleh masyarakat Desa Tenganan sebagai tempat untuk melakukan perkawinan. "Kalau di Tenganan nggak boleh memilih tempat dengan sembarangan untuk perkawinan," kata I Putu Suarjana.
Terakhir adalah dapur atau paon yang terletak di barat. Di dekat dapur juga ada delod paon atau kamar mandi. "Dapur identik dengan kamar mandi. Makanya kamar mandi kami di sini namanya delod paon. Delod itu selatan, paon itu dapur. Sehingga kamar mandi tetangga dengan kamar mandi kita tidak mungkin berdampingan. Itu sudah diatur oleh desa," kata I Putu Suarjana.
Di areal tengah terdapat natah, yaitu halaman tempat aktivitas persiapan keagamaan.
Hingga saat ini tata ruang perumahan dan pemukiman Desa Tenganan masih sangat eksis dan dipertahankan. Bagi traveler yang berkunjung jangan lupa mampir ke rumah warga untuk melihat keunikan ini ya!
(iah/fem)
Komentar Terbanyak
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Prabowo Mau Beli 50 Pesawat Boeing dari Trump: Kita Perlu Membesarkan Garuda
Bandara Kertajati Siap Jadi Aerospace Park, Ekosistem Industri Penerbangan