Dua bersaudara Khamis dan Ata al-Sairafi menyulap pesawat Boeing 707 menjadi kafe dan restoran. Dibutuhkan waktu hampir seperempat abad untuk mewujudkannya.
Dikutip dari AP, Jumat (27/8/2021), upaya untuk membuka kafe dan restoran di Tepi Barat bukan persoalan mudah. Khamis dan Atta membutuhkan waktu nyaris seperempat abad untuk mewujudkannya, sekitar 22 tahun.
Kafe dan restoran itu diberi nama "Restoran Maskapai Penerbangan Palestina-Yordania dan Kedai Kopi al-Sairafi". Mereka membuka tempat makan dan kongkow di wadi Al-Badhan, Nablus itu pada 21 Juli.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sudah begitu, kafe dan restoran itu amat spesial bagi warga Tepi Barat yang bahkan sampai saat ini jarang yang bisa merasakan naik pesawat.
![]() |
''99 persen orang Palestina tidak pernah naik pesawat terbang. Hanya duta besar, diplomat, menteri, dan wali kota kami yang menggunakannya. Sekarang mereka melihat pesawat dan itu sesuatu untuk mereka,'' kata Khamis al-Sairafi.
Momen pembukaan kafe dan restoran itu cukup meriah. Keluarga, teman, mereka yang sendirian maupun berpasangan datang untuk setidaknya mencicipi minuman di kafe yang terletak di bawah badan pesawat. Banyak pula yang datang untuk mengambil foto di bagian dalam pesawat. Untuk berfoto di kabin, Khamis mematok tiket lima shekel atau Rp 21 ribu per orang.
Pelanggan mengatakan mereka penasaran untuk mendatangi restoran itu setelah melihat foto-foto pesawat tengah direnovasi lewat media sosial.
"Sudah lama saya ingin melihat tempat ini. Saya berharap saya pernah melihat tempat ini sebelum diubah menjadi kafe,'' kata pelanggan Majdi Khalid.
Sebelum restoran itu dibuka, pesawat itu mangkrak di tepi jalan raya utama di Tepi Barat utara. Bukan cuma sehari dua hari, namun selama 22 tahun.
Pesawat itu bisa berada di tepi jalan raya Tepi Barat utara setelah saudara kembar Khamis dan Ata membeli dari Israel. Ya, pada akhir tahun 1990, Khamis melihat pesawat Boeing terlantar di dekat kota Safed, Israel utara.
Pesawat Spesial dan Rumit Saat Pindahan
Pesawat itu pesawat legendaris. Pesawat tersebut digunakan oleh pemerintah Israel dari tahun 1961 hingga 1993. Dan, salah satu tugasnya menerbangkan Perdana Menteri Menachem Begin ke Amerika Serikat pada tahun 1978 untuk menandatangani perjanjian damai bersejarah Israel dengan Mesir.
Kemudian, pesawat itu dibeli oleh tiga mitra bisnis Israel yang bermimpi mengubahnya menjadi sebuah restoran. Tetapi proyek itu terhenti di tengah jalan.
![]() |
Setelah melacak salah satu pemiliknya, Khamis dan Ata setuju untuk membelinya seharga USD 100.000 atau sekitar Rp 1,4 miliar pada tahun 1999.
Selain itu, mereka merogoh kocek USD 50.000 atau sekitar Rp 722 juta untuk lisensi, izin, dan pengangkutan ke Tepi Barat.
Khamis mengatakan wali kota Nablus saat itu, Ghassan Shakaa, dengan cepat menyetujui pemindahan dan renovasi pesawat. Pemindahan pesawat bukan perkara mudah, dibutuhkan 13 jam untuk mengangkut badan pesawat itu. Tanpa mesin, pesawat dipindahkan lewat jalur darat. Artinya, sayap dibongkar dan jalan ditutup sementara jalan dari Israel smapai Tepi Barat. Saat itu, Israel dan Palestina sedang baik-baik saja.
Al-Sairafi bersaudara adalah pedagang besi tua ternama. Mereka secara rutin melakukan perjalanan ke dan dari Israel untuk membeli potongan-potongan logam yang kemudian dijual dan dilebur di Tepi Barat. Mereka juga berbisnis pembuangan limbah.
Khamis dan Ata bukan sekali ini menggunakan keuntungan untuk membangun tempat bersenang-senang buat traveler. Mereka memiliki taman hiburan, yang di dalamnya terdapat kolam renang dan tempat konser. Taman hiburan itu berada satu kompleks dengan kafe dan restoran pesawat itu.
Halaman berikutnya >>> Terhambat Perang Palestina dan Israel
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol