Sepak Terjang Budayawan Krayan untuk Budaya Dayak

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Tapal Batas

Sepak Terjang Budayawan Krayan untuk Budaya Dayak

Syanti Mustika - detikTravel
Kamis, 07 Nov 2019 18:46 WIB
Foto: Pradita Utama
Jakarta - Perkembangan zaman juga berpengaruh ke daerah perbatasan, termasuk Krayan di pedalaman hutan Kalimantan. Tokoh adat setempat pun kini berjuang untuk bertahan.

Suku Dayak Lundayah merupakan suku asli yang menghuni wilayah Krayan, Kalimantan Utara. Mereka di sana masih menggunakan adat dalam mengatur masyarakat.

Tak dimungkiri, perkembangan zaman dan teknologi juga berdampak kepada kawasan di Dataran Tinggi Borneo ini. Mau tidak mau mereka harus berjuang dan bertahan memperkenalkan adat dan budaya mereka ke generasi muda supaya tidak hilang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT




Salah satunya adalah dengan membangun Rumah Budaya Krayan. Sebuah rumah tradisional ala Dayak Lundayah yang berfungsi sebagai tempat memperkenalkan budaya dan adat Dayak kepada generasi muda. Termasuk di dalamnya kepada wisatawan.

"Rumah ini dibangun tahun 2010 dan diresmikan 2011 lalu. Adapun fungsi rumah ini adalah sebagai pusat untuk generasi muda melestarikan tradisi dan budaya khususnya Dayak Lundayah dan langsung dikelola oleh forum adat" ungkap Eliyas Yesaya, Ketua Komisi Seni Budaya, Forum Masyarakat Adat Dataran Tinggi Borneo (FORMADAT) kepada detikcom beberapa waktu lalu.

 Eliyas memperagakan alat tembak Suku Dayak Lundayah (Pradita/detikcom) Eliyas memperagakan alat tembak Suku Dayak Lundayah (Pradita/detikcom)


Perkembangan dan pembangunan Rumah Budaya Krayan ini tidak lepas dari peran WWF Indonesia. Juga untuk memperknal Dayak Lundayah, mereka juga diikutkan dalam beberapa acara lokal dan internasional.

"Berkat bantuan donator WWF Indonesia. Terkadang kita diikutkan dalam acara adat dunia yang berpusat di Italia, yang bernama terra madre. Dari situlah kita bisa memperkenalkan bahwa dari Dataran Tinggi Borneo ini ada kita yang terpencil ini," cerita Eliyas.




"Sedangkan di Indonesia kita sudah masuk ke dalam agenda Pekan Raya Nusantara yang diadakan sekali dua tahun. Nanti November saya akan ke sana bersama teman-teman membawa beras organik dan garam gunung yang merupakan pangan lokal yang perlu diperhatikan," tambahnya.

Eliyas bersyukur bahwa WWF Indonesia membantu juga merenovasi rumah budaya. Dia berharap pemerintah juga memperhatikan keberadaan Dayak Lundayah.

"Kita bersyukur ada WWF yang membantu merenovasi rumah budaya ini. Ke depannya kita berharap pemerintah di bidang apapun, seperti pariwisata, arkeologi mulai memperhatikan kita," lanjutnya.

 (Pradita/detikcom) Eliyas bermain musik (Pradita/detikcom)


Selanjutnya untuk dapat mempertahankan dan memperkenalkan adat, seni dan budaya Dayak, Eliyas mengatakan peran forum adat. Mereka punya program tersendiri untuk itu.

"Kita punya forum adat, dan saya sebagai ketua manajemen di sini dan juga sebagai narasumber untuk anak-anak di sini. Ini juga bagian dari program, dan kadang sewaktu-waktu akan meminta saya untuk melatih persiapan suatu acara, misalnya festival," ujar Eliyas.

Saat ditanya dari mana dia mempelajari semua ilmu tentang Dayak Lundayah, Eliyas menjelaskan peran orang-orang tua dahulu. Dia belajar dari sana.

"Saya sudah belajar sedikit-sedikit tentang kebudayaan dari leluhur yang telah tiada. Dulu saya SMA di Tarakan dan kita juga belajar tentang budaya. Kemudian tahun 2000 saya pulang ke Krayan, cari orang tua-tua dan belajar budaya dari mereka," tambahnya.

(Pradita/detikcom)(Pradita/detikcom)


Saat bertemu, Eliyas tanpa segan dan bersemangat menjelaskan kepada kami benda-benda yang di museumkan di Rumah Budaya Krayan. Dan satu hal yang sangat menjadi identitas dari Eliyas adalah kepiawaiannya bermain alat musik.

Kami pun mendapatkan kesempatan untuk melihat kemampuannya bermainkan melodi dari sebuah seruling. Nada yang dimainkannya terdengar sangat syahdu dan membuat kami merinding.




"Jika saya bermain musik, semua harus tenang. Karena saya tidak mau nada yang saya mainkan terganggu. Cukup suara dari alam saja yang membantu nada saya," serunya kepada kami sembari meminta kami duduk dengan tenang.

Setelah bermain musik, Eliyas pun melanjutkan ceritanya bahwa kebudayaan yang ada di Krayan tidaklah sekental dahulu. Dan hal-hal seperti inilah yang harus diperhatikan dan dijaga.

"Bisa dikatakan kebudayaan asli kita hampir punah. Karena waktu Kristen masuk sekitar tahun 30-an, mulai pelan-pelan kebudayaan animisme dihilangkan bahkan ada yang dilarang juga. Sekarang terdapat beberapa ritual-ritual, obat-obatan dan alat musik yang masih kita gunakan dan diperbolehkan. Itu yang harus kita perhatikan dan dijaga hingga sekarang supaya tak hilang begitu saja," tutupnya.

Sepak Terjang Budayawan Krayan untuk Budaya Dayak (Pradita/detikcom)


Eliyas adalah contoh sosok yang mencintai ke kebudayaan dari tanah kelahirannya. Dia seringkali hadir dalam agenda-agenda budaya baik tingkat daerah maupun internasional. Dengan semangat dia memperkenalkan dan menjelaskan bagaimana Suku Dayak Lundayah dan kehidupannya.

Eliyas hafal semua benda-benda dan fungsinya yang digunakan orang Dayang dahulunya. Dia juga mahir membuat dan menggunakan alat dari benda-benda lama. Dan seperti yang dijelaskan di atas, dia sangat mahir dalam bermain alat musik. Baik itu alat musik tiup, pukul maupun petik.

Setip diundang dalam beragam event budaya, Eliyas selalu mengenakan pakaian dan aksesoris khas Dayak Lundayah. Katanya, ini adalah jati dirinya yang ingin dikenal dunia.

Semangat selalu, Pak Eliyas!

















(sym/krs)

Hide Ads