Darwin -
Sama seperti di Amazon, keberadaan suku-suku asli di pedalaman Australia juga terancam virus Corona. Pemerintah setempat pun berjuang agar mereka selamat.
Lajamanu, sebuah daerah terpencil di Teritori Utara Australia. Daerah ini merupakan rumah bagi orang-orang Warlpiri, salah satu suku asli yang mendiami Negeri Kangguru.
Jarak tempuhnya 11 jam naik mobil dari kota Darwin. Tempatnya yang sangat terpencil menjadikan daerah ini sangat terisolir. Tapi itu tak menjadikan daerah ini selamat dari ancaman wabah virus Corona.
"Pemerintah mengirim tenaga medis ke Lajamanu untuk menjelaskan tentang virus Corona. Di sini kami punya dokter yang bagus dan sudah tinggal di sini selama beberapa tahun. Tapi orang-orang tetap takut," ungkap Jampinjinpa Patrick, Tetua Adat Warlpiri seperti dikutip dari media Al Jazeera, Minggu (12
/4/2020).
Gara-gara ketakutan akan wabah virus Corona, satu-satunya jalan menuju perkampungan adat itu pun ditutup. Akibatnya, 600 orang yang tinggal di sana sama sekali tidak bisa berhubungan dengan dunia luar.
Selain penutupan satu-satunya jalan, di perkampungan itu sekolah juga ditutup. Demikian pula dengan art centre, yang selama ini jadi pusat berkumpul dan aktivitas warga.
"Banyak orang, terutama yang tua-tua, sedih dengan ditutupnya art centre, dimana mereka datang ke sana setiap harinya. Tapi kami tahu apa yang kami lakukan untuk tetap aman dari virus ini. Kami bahkan berpikir untuk mengevakuasi mereka ke kota terdekat. Tapi itu pasti akan sangat menyedihkan bagi mereka," imbuh Patrick.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Komunitas yang TerisolirOrang-orang suku asli Australia, jumlahnya sekitar 3% dari 24,6 juta populasi penduduk di sana. Dari jumlah yang sedikit itu, masih ditambah dengan angka harapan hidup mereka yang rendah, di bawah rata-rata angka harapan hidup nasional Australia.
Penyebabnya bermacam-macam. Tapi yang paling utama adalah soal kesenjangan sosial. Layanan kesehatan belum terjangkau sampai ke pelosok-pelosok, termasuk juga ketersediaan lapangan kerja dan perumahan yang layak.
PR inilah yang sekarang tengah dihadapi oleh Australia. Ditambah lagi dengan hantaman wabah virus Corona yang juga mengincar eksistensi dari suku-suku asli ini.
"Sementara penduduk daerah terpencil ini mempunyai akses ke layanan kesehatan yang baik, tapi dengan adanya COVID-19, mereka tetap butuh rumah sakit dan ventilator. Mereka rentan terhadap komplikasi COVID-19 dan butuh dievakuasi dengan segara," ungkap Dr Jason Agostino, Dosen Australian National University sekaligus Penasehat National Aboriginal Community Controlled Health Organization.
Waradah Aboriginal Centre di Katoomba, NSW, Australia Foto: Fitraya Ramadhanny |
Agostino juga menyoroti tidak layaknya tempat tinggal suku-suku ini sehingga tidak memungkinkan bagi mereka untuk melakukan isolasi mandiri selama 14 hari. Tanpa adanya tempat tinggal yang layak, maka nasib mereka bisa di ujung tanduk, virus bisa menyebar dengan mudah di dalam populasi suku-suku ini.
Kekhawatiran yang sama juga diserukan oleh Dr Mark Wenitong, Penasehat Kesehatan bagi Apunipima Cape York Health Council, yang mewakili 17 komunitas terpencil di Queensland.
"Kami punya masalah padatnya pemukiman (overcrowd), dengan tingginya penyakit kronis di usia muda, jika tidak diatur, maka COVID-19 akan jadi mimpi buruk bagi kami," imbuh Mark.
Langkah Pemerintah Australia
Pemerintah Western Australia mengaku sudah mengeluarkan kebijakan penutupan perbatasan guna mencegah virus Corona masuk ke pemukiman-pemukiman terpencil di negara bagian tersebut. Kebijakan ini berlaku mulai dari tanggal 5 April.
Otoritas Western Australia menegaskan pemukiman suku-suku terpencil ini tertutup untuk pendatang. Hampir 90% dari pemukiman ini sudah diisolasi.
"Kami tidak bisa mengambil resiko. Penduduk Kimberly di komunitas Aborigin yang terpencil sangat rentan terinfeksi COVID-19 dan mereka harus dilindungi," kata Mark Mc Gowan, Premier Western Australia dalam sebuah konferensi pers, Kamis (2/4) lalu.
Di negara bagian lain, Queensland misalnya, aturan yang sama juga sudah ditetapkan yaitu melarang orang asing untuk masuk, terutama untuk para pekerja FIFO (Fly In, Fly Out) yang kebanyakan warga negara asing.
Mereka dilarang bekerja di daerah yang dekat dengan lahan milik suku-suku asli Australia. Larangan ini berlaku mulai tanggal 4 April.
"Di Queensland tidak ada kasus di wilayah terpencil dan membatasi para pekerja asing memasuki wilayah ini akan memutus rute transmisi virus yang memungkinkan," kata Anthony Lynham, Menteri Pertambangan Queensland.
Meski pandemi virus Corona di Australia belu mencapai puncaknya, tapi sudah mulai terlihat langkah pencegahan yang ditempuh pihak swasta maupun pemerintah akan cukup untuk menyelamatkan komunitas suku asli yang tinggal di wilayah terpencil ini.
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!