Setiap negara memiliki cara masing masing untuk menyambut pergantian tahun. Bagaimana tradisi perayaan malam tahun baru di Jepang?
Sebelum pandemi, biasanya kita merayakan dengan pesta, tetapi ada juga yang memilih untuk pergi berdoa di rumah ibadah untuk kebaikan-kebaikan di tahun baru. Salah satunya adalah ritual masyarakat Jepang untuk menyambut tahun baru Jepang.
Sejak tahun 1873, pemerintah Jepang merayakan tahun baru Jepang pada tanggal 1 Januari untuk mengganti Tahun Baru Imlek. Mereka merayakannya untuk mengungkapkan kesiapan mereka untuk menyambut tahun yang akan datang. Berbeda dengan perayaan tahun baru di Indonesia, Jepang juga memiliki jadwal yang padat mulai dari bulan Desember hingga Januari untuk merayakan tahun baru Jepang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ritual akhir tahun baru Jepang dimulai pada tanggal 13 hingga 31 Desember. Dimulai pada tanggal 13, mereka melakukan persiapan tahun baru atau disebut sebagai Oosouji. Untuk melakukan persiapan tahun baru, biasanya orang Jepang mulai melakukan Susubarai, yaitu membersihkan jelaga-jelaga di kuil.
Orang Jepang juga sudah mulai mengirim kartu tahun baru yang bisa ditukarkan dengan hadiah pada tanggal 15 Januari. Warga Jepang diharuskan menaruh Matsukado (hiasan) dan Shimenawa Kazari (tali nawa sebagai tanda kepemilikan wilayah) di depan rumah pada tanggal 28 Desember atau 30 Desember untuk agar memiliki hubungan yang baik dengan dewa-dewa. Ada juga yang mengatakan bahwa di dapur terdapat Kami-sama sehingga ada juga yang membersihkan dapur dan ditaruh Kagami Mochi.
Kemudian, pada tanggal 31 Desember mereka mulai menyiapkan makanan untuk menyambut tahun baru (Oomisoka) dengan makan makanan enak dengan keluarga sambil menonton Kouhaku Uta Gassen (acara menyanyi) di rumah. Salah satunya, Toshikoshi Soba (mie soba di dalam mangkuk panas), dimana soba yang panjang merupakan simbol penghubung tahun lalu dengan tahun depan dan agar diberi rezeki yang panjang.
Biasanya mereka menikmati Toshikoshi Soba saat tengah malam dan makanan-makanan mewah lainnya, seperti steak dll. Saat tengah malam di Jepang, mereka dapat mendengar Joya No Kane (lonceng) yang berbunyi kencang sebanyak 108 kali sebagai pertanda tahun baru. Pada pukul 00.00 disebut Toshikoshi, yaitu tanda bahwa sudah memasuki tahun baru.
Di pagi tahun baru, mereka mulai membersihkan Kamidana (altar dewa Shinto) dan Butsudan (altar dewa Buddha), kemudian menaruh air ke dalam cangkir dan dilanjutkan dengan menaruh sesajen. Saat tahun baru Jepang, mereka mengkonsumsi makanan-makanan enak dengan variasi yang cukup banyak. Tidak hanya bertujuan untuk makan enak, tetapi makanan yang disediakan ini memiliki tujuan masing-masing, seperti diberi kesehatan dan umur panjang, mendapat rezeki yang banyak, dan sebagainya.
Mereka juga membuat Otoso yang sama seperti sake, tetapi terdapat obat di dalamnya. Minuman ini bertujuan untuk menghalang penyakit di tahun yang akan datang yang dan diseduh di dalam cangkir khusus.
Umumnya, orang Jepang memesan Osechi Ryouri untuk 3 hari agar mereka tidak perlu memasak selama 3 hari kedepan.
Osechi Ryouri sendiri memiliki paling sedikit 16 jenis makanan. Maertama, yaitu Ozoni (sup khusus tahun baru) yang terbuat dari kaldu ayam atau miso sup. Di dalam sup tersebut memiliki lambang masing-masing, seperti udang berbentuk bulat sebagai tanda punggung meringkuk, dimaksud agar kita memiliki umur yang panjang. Kazunoko, terbuat dari telur ikan yang dipotong kecil-kecil agar di keluarga tersebut memiliki banyak anak. Kuromame, kedelai hitam yang manis untuk kesejahteraan dan kesehatan.
![]() |
Kamaboko, bakso ikan sebagai tanda matahari pertama di tahun baru. Nimono terbuat dari rebusan kaldu ikan berisi jamur shiratake, lobak, dan wortel. Kurikinton adalah rebusan chestnut sebagai tanda agar banyak rezeki. Untuk menutup makanan-makan tersebut, biasanya orang Jepang mengkonsumsi Nanaku Sagayu (bubur 7 rupa yang berisi sayuran pahit) untuk menetralisir makan-makan yang sebelumnya dikonsumsi.
Selain makan Osechi Ryouri, mereka tidak lupa melakukan ritual dengan berkunjung ke kuil atau disebut Hatsumode. Berbeda dengan Indonesia yang menganggap aturan agama dan ritual mereka menjadi satu, meskipun mereka beragama Buddha, mereka tetap pergi ke kuil untuk melakukan ritual tahun baru di sana.
Selain berdoa, mereka juga membeli Hamaya (berbentuk anak panah pengusir malapetaka) dan Omikuji (ramalan acak yang tertulis di secarik kertas). Mereka juga menulis kaligrafi di atas kertas putih dengan tetesan tinta hitam pertama di tahun baru atau disebut Hatsusuzuri. Terakhir, pada hari ke -15, mereka melakukan Dondonyaki (pembakaran dekorasi tahun baru) untuk menutup perayaan tahun baru.
--
Artikel ini ditulis oleh Rifani Kayla Aufadizzi, mahasiswi dari Kejepangan Universitas Airlangga
(elk/elk)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum