Kesulitan Bikin Kartu Identitas, Paspor hingga SIM
Di tahun 2008, ketika Apu masih kanak-kanak, Bangladesh memperkenalkan kartu identitas nasional bagi para orang dewasa dengan database yang memerlukan sidik jari jempol.
Para petugas pun bingung karena tidak tahu bagaimana cara memproses kartu identitas untuk ayah Apu, Amal Sarker. Amal memiliki kondisi yang sama dengan Apu, sama-sama tidak memiliki sidik jari. Akhirnya, dia menerima sebuah kartu dengan cap 'TANPA SIDIK JARI'.
Di tahun 2010, sidik jari menjadi persyaratan wajib untuk pembuatan paspor dan surat izin mengemudi (SIM). Setelah beberapa kali mencoba, Amal bisa mendapatkan paspor dengan menunjukkan surat keterangan dari dinas kesehatan setempat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun sampai sekarang, Amal tidak pernah menggunakan paspor tersebut karena takut akan terlibat masalah yang dia hadapi di bandara. Amal juga tidak pernah memiliki SIM.
"Saya sudah bayar biayanya, lulus ujian, tapi mereka tidak mengeluarkan izin karena saya tidak bisa memberikan sidik jari," ujar Amal.
![]() |
Amal selalu membawa tanda terima pembayaran biaya pembuatan SIM ketika mengendarai motor, tetapi itu tidak selalu membantunya saat dihentikan polisi di jalan. Dia pernah didenda dua kali.
Dia pun menjelaskan kondisinya kepada petugas yang bingung. Dia bahkan sampai mengangkat ujung jarinya yang halus agar mereka bisa melihat. Tapi upayanya itu tak membuatnya bebas dari denda.
"Itu selalu menjadi pengalaman yang memalukan bagi saya," tutur Amal.
Di tahun 2016, pemerintah Bangladesh mewajibkan pencocokan sidik jari dengan database nasional buat mereka yang ingin mendapatkan kartu Sim untuk ponselnya.
"Mereka tampak kebingungan ketika saya datang untuk membeli sebuah [kartu] Sim, perangkat mereka rusak tiap kali saya menempatkan jari saya di sensor," tutur Apu sambil tersenyum masam.
Keinginan Apu untuk mendapatkan kartu Sim pun ditolak. Semua anggota laki-laki di keluarganya, akhirnya menggunakan kartu Sim yang dikeluarkan atas nama ibunya.
Paman Apu Sarker yang bernama Gopesh, harus menunggu dua tahun demi mendapatkan persetujuan untuk paspornya. Gopesh juga memiliki kondisi yang sama dengan Apu, yaitu tidak punya sidik jari.
Gopesh yang tinggal di Dinajpur, yang berjarak 350 km dari Dhaka, harus melakukan perjalanan empat atau lima kali dalam dua tahun terakhir untuk meyakinkan pihak Imigrasi, bahwa dia benar-benar memiliki penyakit genetik tersebut.
Profesor Itin pun punya istilah lain untuk penyakit genetik ini, yaitu Immigration Delay Disease. Penyakit tersebut bisa mempengaruhi beberapa generasi dalam sebuah keluarga.
Saat kantornya mulai menggunakan sistem absen sidik jari, Gopesh harus meyakinkan atasannya untuk mengizinkannya menggunakan sistem lama, yaitu menandatangani lembar absensi setiap hari.
Selanjutnya --->>> Solusi dari Pemerintah Bangladesh
Simak Video "Video: Mengenal Kelainan Genetik Langka yang Dialami Pangeran Frederik"
[Gambas:Video 20detik]
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol