Pemerintah Afghanistan mencabut izin sejumlah tempat yang digunakan untuk melakukan tes, namun menolak memberikan kepada BBC data resmi jumlah tes palsu. Tetapi, pemerintah mengeluarkan nama 25 laboratorium yang sertifikatnya diterima di bandara Kabul.
Satu analis laboratorium yang menyaksikan pemalsuan mengatakan para pejabat Afghanistan, termasuk anggota parlemen memproses hasil tes tanpa kehadiran mereka. Salinan paspor mereka juga dikirim ke laboratorium sehingga para analis dapat mencetak nomor paspor di sertifikat tes.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Laboratorium melakukan ini karena banyak alasan, namun sebagian besar karena uang," katanya.
Mereka juga melakukannya untuk menyenangkan tokoh terkenal yang ingin mendapatkan hasil negatif sebelum melakukan perjalanan. Atau ada petugas LSM yang menyuap untuk mendapat hasil positif supaya mereka bisa mendapatkan cuti lama dari perusahaan mereka.
Analis yang tak mau disebutkan namanya itu, juga menggambarkan kepada BBC bagaimana melakukan tes palsu itu.
"Saya tahu sejumlah cabang klinik besar menyentuhkan sedikit air di alat usap dan meletakkan ke tabung serta mengirimkan ke kantor pusat, sehinga hasilnya negatif," katanya.
BBC berbicara dengan sejumlah orang yang membeli hasil tes negatif PCR dari laboratorium, apotek dan toko-toko lain yang melakukan tes usap, dengan membayar 200 Afgani (sekitar Rp42.000), jauh lebih murah dari harga rata-rata tes mandiri sebesar 5000 Afgani (sekitar Rp900.000).
BBC juga berbicara dengan pegawai negeri sipil Afghanistan yang pada 23 Januari lalu mendapatkan hasil tes negatif COVID-19 seharga 15.000 Afghani (Rp2,8 juta).
Saat ditanya bagaimana caranya mendapatkan tes seperti itu, dia mengatakan, "Serahkan ke saya."
Selanjutnya: Masalah ini tak hanya terjadi di Afghanistan saja.
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol