Badan transportasi udara internasional, The International Air Transportation Association (IATA) mengatakan, tes palsu "meningkat di negara-negara lain di seluruh dunia, termasuk di Brasil, Bangladesh dan Prancis".
Di Inggris, koran-koran melaporkan ada orang yang memfoto kopi namanya di atas sertifikat tes negatif COVID-19, agar dapat ke luar negeri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Denmark menghentikan penerbangan ke Dubai mulai tanggal 22 Januari selama lima hari karena meragukan hasil tes.
Pemerintah negara itu mengatakan mereka "mendapatkan informasi bahwa tes di Dubai tak memadai" dan Menteri Perhubungan Benny Engelbrecht memperpanjang larangan sampai tanggal 2 Februari.
Pemerintah Prancis baru-baru ini menahan tujuh orang di bandara Paris Charles de Gaulle. Mereka dituduh membawa 200 hasil tes negatif di alat digital.
Pemerintah Iran menutup sejumlah tempat tes yang dituding memberikan pasien hasil palsu, sementara di Chile, satu klinik ditutup dan dituduh melakukan tindakan serupa.
Di Pakistan, wartawan BBC di Islamabad dan Karachi, mengatakan sejumlah penerbangan memiliki daftar laboratorium yang mengirimkan salinan hasil tes langsung ke penerbangan setelah sejumlah penumpang dilaporkan memalsukan hasil.
Dan di Kenya, para pejabat setempat melaporkan mereka tengah mempersiapkan pengadilan bagi mereka yang dituduh memalsukan hasil tes. Laporan serupa juga muncul di Nepal.
IATA mengatakan salah satu masalahnya adalah sertifikat tes dapat dengan mudah dimanipulasi karena sertifikat tes dalam berbagai format dan bahasa sehingga "menyebabkan pemeriksaan kesehatan tidak efisien, kesalahan dan pelanggaran semakin meningkat di seluruh dunia".
IATA bergabung dengan organisasi kesehatan dunia, WHO, yang mengatakan kesulitan akses tes di negara-negara seperti Afghanistan, yang baru mencapai 5.000 tes sehari, merupakan "penyebab" munculnya dokumen-dokumen palsu.
WHO berupaya untuk mengimplementasikan sertifikat digital dengan menggunakan teknologi khusus guna mencegah pemalsuan.
"Dokumen yang dipalsukan, khususnya sertifikat tes, adalah masalah dan kami semua sadar ini akan ada dampaknya dan mempengaruh penyakit lain tak hanya COVID-19," kata WHO.
Sementara itu, IATA tengah mengontak berbagai negara untuk menawarkan apa yang disebut "IATA Travel Pass" yang dapat dibawa orang dan disimpan telepon seluler mereka untuk mencegah pemalsuan.
"Dengan kartu itu, mereka yang melakukan perjalanan dapat menyimpan hasil tes dan vaksin di tempat yang aman dan data digital mereka dapat dikirim ke penerbangan, pihak imigrasi dan pemerintah, bila perlu," kata IATA.
Kembali ke Afghanistan, para pejabat mencoba untuk menekan masalah ini.
"Saat ini, pemalsuan tak terjadi lagi karena sebagian klinik tidak diizinkan untuk mengeluarkan hasil tes dan tes dilakukan di bandara, terpisah dengan pemeriksaan dokumen calon penumpang. Mereka harus memiliki tes asli PCR," kata Dr Qasim Wafayeezada.
"Hasil tes palsu dikeluarkan tidak hanya di klinik-klinik tapi juga di biro perjalanan dan laboratorium. Kami bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan internasional untuk mencegah masalah ini," tambahnya.
(rdy/rdy)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol