Welcome d'travelers !

Ayo share cerita pengalaman dan upload photo album travelingmu di sini. Silakan Daftar atau

ADVERTISEMENT

Rabu, 09 Jun 2021 20:21 WIB

TRAVEL NEWS

Kisah Perempuan Jalan Kaki Keliling Dunia: Diperkosa, Kena DB, Juga Temui Kebaikan

Femi Diah
detikTravel
Angela Maxwell
Angela Maxwell, perempuan yang berjalan kaki keliling dunia. (Instagram @angelamariemaxwell)
Jakarta -

Angela Maxwell memiliki usaha dan mempunyai pasangan saat memutuskan untuk berkeliling dunia. Berjalan kaki dan sendirian. Pengalaman gila selama bertualang bikin geleng-geleng kepala.

Ide untuk keliling dunia itu dilakukan Maxwell pada 2013. Itu sembilan bulan setelah dia mendengarkan kisah dalam sebuah kelas seni tentang seorang laki-laki yang keliling dunia dengan berjalan kaki.

Saat itu, Maxwell berusia 30 tahun. Dia memiliki bisnis sendiri dan pasangan. Tapi entah kenapa keinginan untuk keliling dunia seperti pria itu tidak padam.

Ya, perjalanan Maxwell tidak dipicu rasa kehilangan, kekalahan, atau persoalan pribadi.

"Saya pikir saya bahagia," kata Maxwell seperti dikutip BBC.

"Tetapi, dalam retrospeksi, saya menyadari bahwa saya sedang mencari hubungan yang lebih mendalam dengan alam dan orang-orang, dengan hidup sederhana, dan terhubung dengan dunia di sekitar saya," dia menjelaskan.

Bagi Maxwell cara terbaik untuk menemukan jalan hidup itu adalah dengan meletakkan satu kaki di depan yang lain. Berjalan kaki tidak menimbulkan polusi karbon di tempat yang ditinggalkannya. Selain itu, dengan langkah yang lambat, dia bisa sepenuhnya menyatu dengan alam, bertemu orang-orang yang dia lewati, dan mengenal budayanya dengan cara yang unik.

Keinginan Maxwell untuk keliling dunia makin membulat setelah membaca kisah-kisah inspiratif dari sejumlah petualanga. Dia jatuh cinta dengan tulisan dan gaya perjalanan lambat Robyn Davidson yang berkeliling Australia dengan unta.

[Gambas:Instagram]



Maxwell juga belajar tentang pejalan kaki jarak jauh Ffyona Campbell. Dia membaca kisah Rosie Swale-Pope yang berjalan dari Eropa ke Nepal dengan cara menumpang orang lain, berlayar, menyeberangi Chile dengan menunggang kuda dan pada usia 59 mengelilingi dunia dengan cara berlari.

"Saya membaca buku-buku mereka dengan harapan menemukan semangat dan saya mendapatkannya. Saya mendalami tantangan, perjuangan, dan kemenangan mereka," kata Maxwell.

"Kisah setiap perempuan sangat berbeda dan itu memberi saya kepercayaan diri untuk mencoba perjalanan ini," kata Maxwell.

Modalnya Keras Kepala

Begitu memutuskan untuk pergi, Maxwell menjual semua barang miliknya dan mengatur perlengkapan yang diperlukan.

Maxwell kemudian menggantinya dengan gerobak seberat 50 kilogram. Dia mengisi dengan peralatan berkemah, makanan kering, filter air minum berstandar militer, dan pakaian untuk empat musim berbeda.

Saya lebih takut tidak mengikuti kata hati saya daripada kehilangan semua yang saya miliki dan cintaiAngela Maxwell

Maxwell meninggalkan kampung halamannya di Bend, Oregon, pada 2 Mei 2014. Empat tahun kemudian, pada Juni 2018, Maxwell sudah berjalan lebih dari 20.000 kilometer di 12 negara di tiga benua.

[Gambas:Instagram]



"Ini mungkin kombinasi dari ambisi, sedikit keras kepala, dan sedikit gairah. Bukan untuk olahraga, tetapi untuk menemukan diri dan bertualang," ujarnya.

Maxwell berkata, meski dia dengan cepat menemukan rutinitasnya, tidak ada hari yang sama. Rutinitas yang dia jalani adalah bangun saat matahari terbit, lalu meminum dua cangkir kopi instan, menyantap semangkuk oatmeal, berkemas, berjalan, mendirikan tenda untuk malam, makan mie instan, dan meringkuk di kantong tidur.

Diperkosa dan Alami Kekerasan

Awalnya, Maxwell menyiapkan rencana titik yang dituju, namun dia menyadari bahwa berjalan tanpa persiapan justru menghadirkan petualangan. Itu sebabnya, walau dia mengikuti arahan umum, Maxwell selalu mempercayai firasatnya, ke mana dia harus berbelok, ke kiri atau ke kanan.

Selama perjalanan tidak sedikit rintangan yang ditemuinya, secara fisik dan mental.

Kulit Maxwell melepuh terbakar sinar matahari. Dia tersengat panas di gurun Australia dan mengalami demam berdarah saat di Vietnam.

Maxwell juga diserang dan diperkosa seorang pengembara yang mendobrak tendanya di Mongolia. Dia mendengar suara tembakan saat berkemah di Turki, dan belajar tidur dengan satu mata dan satu telinga terbuka, terjaga terhadap kerentanan tidur nyenyak.

Memang mustahil untuk mengetahui apa yang akan terjadi, tapi Maxwell mengantisipasi segala macam risiko tadi.

"Tetap saja, saya memulai perjalanan ini bukan karena saya takut terhadap apapun. Saya lebih takut tidak mengikuti kata hati saya daripada kehilangan semua yang saya miliki dan cintai," dia menambahkan.

Bagi Maxwell masa terberat dalam perjalanan itu adalah setelah dia diperkosa. Tidak mudah untuk mengatasi trauma dan tetap berada di jalanan sendirian. Tapi, Maxwell tidak mau kalah. Dia pun memutuskan untuk terus berjalan.

Walau rasa takut itu tidak bisa dihapus begitu saja, dia tidak mau berhenti. Dia terinspirasi (lagi) dengan kisah-kisah kegigihan dan kekuatan perempuan lain. Dia pun melanjutkan perjalanan.

"Saya bertekad untuk tidak membiarkan peristiwa itu memaksa saya untuk melepaskan impian ini dan pulang," ujar Maxwell.

"Saya telah meninggalkan dunia saya dan tidak punya tanggungan apapun lagi. Saya memahami risiko dalam perjalanan saya," kata dia.

Maxwell melakukan perjalanan keliling dunia itu untu membuktikan seberapa kuat pikiran dan tubuhnya, bahkan saat menghadapi kekerasan.

Selanjutnya
Halaman
1 2
BERITA TERKAIT
BACA JUGA