Kontroversi Mahkota Burung Cenderawasih Jadi Souvenir PON XX Papua

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Kontroversi Mahkota Burung Cenderawasih Jadi Souvenir PON XX Papua

Hari Suroto - detikTravel
Senin, 06 Sep 2021 20:40 WIB
The most famous Cenderawasih bird is a member of the Paradisaea genus, including its type species, the large yellow-Cenderawasih, Paradisaea apoda. This type is described from specimens brought to Europe from trade expeditions. This specimen was prepared by native traders by removing their wings and legs so that they could be used as decorations. This is unknown to explorers and has led to the belief that this bird never landed but remained in the air because of its feathers. This is the origin of the name bird of paradise (bird of paradise by the British) and the name of the type of apoda - which means legless.
Foto: Burung Cenderawasih (Getty Images/iStockphoto/Yamtono_Sardi)
Jayapura -

Saat ini tengah ramai penolakan burung cenderawasih sebagai souvenir PON XX Papua. Burung Cenderawasih memang harus dilindungi dan tidak diperjual-belikan!

Sebenarnya, secara hukum formal, pemerintah Provinsi Papua telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 660.1/6501/SET tanggal 5 Juni 2017 tentang larangan penggunaan burung cenderawasih sebagai aksesoris dan cinderamata. Namun, dalam surat edaran ini, masih diperbolehkan penggunaan burung cenderawasih asli dalam setiap proses adat istiadat yang bersifat sakral.

Dalam tradisi Papua, mahkota burung cenderawasih selama ini hanya boleh dikenakan oleh tokoh adat seperti ondoafi untuk daerah pesisir atau kepala suku untuk wilayah pegunungan, itupun dipakai sebatas hanya pada saat acara adat atau sakral saja.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Wulf SchiefenhΓΆvel, profesor antropologi dari Max Planck Institute for Ornithology Jerman, dalam komunikasi pribadi melalui surat elektronik, mengatakan burung cenderawasih harus dilindungi dan tidak dijual-belikan.

Namun berkaitan dengan nilai sakral burung cenderawasih seperti yang disebutkan dalam surat edaran Pemprov Papua, Wulf mengatakan burung cenderawasih berdasarkan penelitiannya sejak 1974 hingga saat ini, dalam konteks budaya Papua tidak sepenuhnya sakral.

ADVERTISEMENT

Misalnya dalam pesta adat di dataran tinggi Papua, burung cenderawasih berfungsi sebagai hiasan tradisional, demonstrasi kecantikan, kekayaan, juga politik tradisional (relasi pertukaran) dan sebagainya.

Untuk beberapa suku tertentu, burung cenderawasih merupakan bagian dalam pemberian mas kawin, hal ini bukanlah proses sakral, tetapi lebih pada transaksi profan dalam konteks sosial.

Burung cenderawasih adalah fauna endemik Papua, Papua Nugini dan Australia bagian utara. Bahkan oleh negara Papua Nugini (PNG), burung cenderawasih dijadikan lambang negara dan bendera nasional.

Dalam konteks PON XX, burung cenderawasih tidak boleh digunakan untuk menyambut tamu PON di Bandara Sentani, tidak boleh dijadikan souvenir maupun oleh-oleh, baik itu dalam bentuk awetan maupun burung hidup.

Masih ada oleh-oleh PON XX Papua lainnya, yaitu noken yang telah diakui oleh UNESCO sebagai warisan dunia.


---
Artikel ini dibuat oleh Hari Suroto dari Balai Arkeologi Papua dan diubah seperlunya oleh redaksi.




(wsw/wsw)

Hide Ads