TRAVEL NEWS
Kopi Amungme Gold, Kopi Papua dari Lereng Jayawijaya Paling Diburu di Timika

Kopi Amungme Gold menjadi kopi Papua paling diburu oleh traveler yang singgah di Timika. Stoknya terbatas, rasanya khas, harganya boleh dibilang ramah di kantong.
Kopi Amungme Gold menjadi barang langka menjelang penutupan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX/2021 Papua. Bahkan, sampai di tempat produksinya, di kantor Amungme Coffee di Basecamp PT Freeport Indonesia yang berada di dekat Bandara Mozes Kilangin, Mimika.
Kopi itu diborong oleh atlet, ofisial, dan siapa saja yang meninggalkan Timika usai PON Papua. Untuk diseduh sendiri atau pun buat oleh-oleh.
Kopi Amungme Gold memang khas Timika. Kopi itu diproduksi oleh koperasi Amungme Gold, binaan perusahaan tambang emas PT Freeport Indonesia. Biji kopinya susah didapat, karena kebun kopi berada di lereng Gunung Jayawijaya. Kebun-kebun kopi itu berada di ketinggian 1.200 hingga 2.000 mdpl. Dinamai kopi Amungme karena kawasan itu merupakan area Suku Amungme.
Untuk mencapai kebun kopi, cuma bisa ditempuh dengan akses udara dari Timika ataupun dari Jayapura. Barulah kemudian dilanjutkan perjalanan darat.
![]() |
Oleh PT Freeport Indonesia, pengangkutan kopi difasilitasi dengan helikopter jenis chopper milik perusahaan tambang emas itu. Andai tidak disubsidi, biaya sewa chopper bisa mencapai Rp 40 hingga Rp 50 juta pulang balik.
Selain itu, penerbangan amat bergantung cuaca. Saat cuaca buruk helikopter tidak bisa terbang. Bukan hitungan jam, bisa sampai berhari-hari.
Ada sih penerbangan komersil terjadwal, seperti Susi Air dan Jhonlin Air Transport, yang terbang dari Bandara Mozes Kilangin Mimika ke Bandara Aroanop atau ke Bandara Sinak. Pengangkutan dengan helikopter lebih sedikit, sekitar 500 kg sekali angkut, sedangkan dengan pesawat komersil bisa lebih banyak 600 kg biji kopi.
Tetapi, tetap saja cuaca tidak bisa ditawar. Juga keamanan.
Belakangan, aksi teror KKB (kelompok kriminal bersenjata) sedikit banyak juga mempengaruhi penerbangan dengan chopper atau outer itu. Keamanan dan keselamatan kru dan penumpang menjadi pertimbangan.
"Akses ke bandara ini buka tutup. Pertimbangan cuaca dan keamanan. Sudah dua tahun ini tidak bisa konsisten mengangkut kopi, cuma saat situasi memungkinkan kami jemput kopi-kopi itu. Itu pun harus mendapatkan ijin dari pemerintah," kata Harry Yawan, Community Economy Development PT Freeport Indonesia, dalam perbincangan dengan detikTravel beberapa waktu lalu.
![]() |
Pengambilan kopi juga tergantung dengan stok biji kopi dari kebun. Pengurus koperasi di Timika menjalin komunikasi dengan koordinator petani di pegunungan. Biasanya, para petani dari enam daerah di lereng Gunung Jayawijaya, Tsinga, Hoya, Aroanop, Opitawak, Banti, Jila, dan Sinak, mengumpulkan biji kopi lebih dulu hingga mendekati 500 kg atau lebih, barulah kemudian dijemput dengan chopper.
"Para petani di Aroanop dan Sinak, yang dekat bandara biasanya berinisiatif untuk mengirim sendiri berapapun yang terkumpul. Kalau ada pesawat akan kembali ke Timika, mereka langsung kirim. Kalau yang kami angkut dengan chopper memang menunggu sampai 500 kg mengingat biaya operasional helikopter yang tidak murah," kata Ronny.
Halaman berikutnya >>> Harga Tetap Murah, Kopinya Kopi Organik