Pilot memilih tak terbang melewati Tibet. Setidaknya ada 3 alasan yang melatarbelakanginya.
Dilansir dari Simpleflying, ada tiga alasan pesawat tidak terbang melewati Tibet:
1. Tidak dapat turun ke ketinggian yang aman dalam keadaan darurat
Alasan utama pesawat menghindari Tibet adalah ketinggian rata-rata yang tinggi. Itu lebih dari 14.000 kaki.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pesawat memang terbang lebih tinggi dari itu. Akan tetapi dalam prosedur keadaan darurat, misalnya penurunan tekanan kabin, pesawat harus turun ke ketinggian 10.000 kaki sebelum menuju bandara terdekat.
Dengan kondisi medan Tibet yang tinggi, pesawat tidak akan punya cukup waktu untuk turun. Pesawat memang dilengkapi pasokan oksigen tetapi jumlahnya terbatas dan hanya cukup digunakan dengan asumsi pesawat cepat mencapai ketinggian aman.
Kondisi makin buruk karena hanya ada sedikit bandara di Tibet. Sehingga penerbangan akan semakin panjang di kondisi darurat.
2. Risiko peningkatan turbulensi
Turbulensi selama penerbangan disebabkan oleh arus udara yang bergerak naik turun dalam riak dan kecepatan yang berbeda.
Hal ini terjadi karena beberapa faktor, termasuk efek panas matahari, kondisi cuaca, dan pegunungan.
Arus udara akan naik di atas pegunungan dan menciptakan arus yang mengganggu.
Turbulensi memang bisa terjadi di rute manapun. Namun potensi turbulensi semakin besar di wilayah pegunungan yang tinggi seperti Tibet.
3. Risiko bahan bakar membeku
Alasan ketiga adalah kekhawatiran pilot dengan pembekuan bahan bakar. Seperti kita tahu, Tibet memiliki pegunungan yang suhunya lebih rendah.
Bahan bakar standar Jet A1 memiliki titik beku -47 derajat Celcius. Sedangkan bahan bakar Jet A yang umumnya digunakan maskapai Amerika Serikat sedikit lebih tinggi yakni -40 derajat.
Suhu itu memang jarang tercapai tetapi pada ketinggian di atas pegunungan yang sudah dingin, ada peningkatan risiko ini. Apalagi bila pesawat melakukan penerbangan panjang yang berkelanjutan di wilayah tersebut.
Selain itu, berita terpopuler lainnya adalah mengenai hancurnya pesawat terbesar di dunia,Antonov An-225Mriya.
Rekaman baru dari TV Negara Rusia di Bandara Gostomel, Kiev bagian utara menunjukkan pesawat terbesar di dunia, Antonov An-225 Mriya hancur total setelah pertempuran Hostomel. Dalam hal ini ingin mengambil alih bandara. Tentara Ukraina bisa saja secara tidak sengaja menembakinya saat menargetkan truk-truk Rusia.
Berikut 10 berita terpopuler detikTravel, Sabtu (6/3/2022):
(pin/pin)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol