PP No 21 Tahun 2022: Anak-anak Diaspora Bisa Ajukan Permohonan Jadi WNI

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

PP No 21 Tahun 2022: Anak-anak Diaspora Bisa Ajukan Permohonan Jadi WNI

Wahyu Setyo Widodo - detikTravel
Kamis, 30 Jun 2022 09:12 WIB
Yasonna Laoly di San Francisco
Foto: Yasonna Laoly di San Francisco (dok. KJRI San Francisco)
San Francisco -

Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly menyosialisasikan PP No 21 Tahun 2022 di KJRI San Francisco. Di PP terbaru itu, anak-anak diaspora bisa mengajukan jadi WNI.

Acara sosialisasi bertajuk 'Consular Talks #3' itu digagas oleh KJRI San Francisco, bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM dan diadakan beberapa waktu lalu.

Dalam acara itu, secara khusus dibahas perkembangan terbaru mengenai regulasi dan kebijakan Pemerintah Indonesia dalam kewarganegaraan dan keimigrasian, terutama sejak berlakunya Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 Tahun 2022 (PP 21).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2022 (PP 21), menunjukkan Pemerintah berkomitmen memperkuat sistem perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dan diaspora Indonesia di luar negeri," ujar Yasonna dalam pidatonya.

Yasonna Laoly menegaskan PP 21 diberlakukan sebagai bentuk keberpihakan Pemerintah Indonesia terutama dalam memberikan perlindungan kewarganegaraan bagi anak-anak hasil kawin campur antara warga negara Indonesia (WNI) dan warga negara asing (WNA).

ADVERTISEMENT

Peraturan yang diundangkan 31 Mei lalu itu memungkinkan bagi anak-anak untuk dapat memperoleh kewarganegaraan Indonesia melalui permohonan yang diajukan kepada Presiden melalui Menteri Hukum dan HAM.

PP 21 merupakan perubahan atas PP No. 2 Tahun 2007 tentang Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia.

PP perubahan tersebut dibentuk sebagai langkah terobosan hukum untuk menjawab berbagai perkembangan terbaru terkait kewarganegaraan serta mengatur mekanisme bagaimana seorang anak yang lahir dari perkawinan sah campuran yang bermasalah dalam kewarganegaraannya untuk menjadi WNI kembali, yang tidak diatur baik dalam PP No. 2 Tahun 2007 bahkan UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI (UU Kewarganegaraan).

Selanjutnya: Isu Dwikewarganegaraan dan Kehilangan Kewarganegaraan jadi sorotan

Dirjen AHU, Cahyo Rahadian Muzhar, dalam paparannya menjelaskan pada prinsipnya bahwa PP 21 adalah guna melindungi hak-hak bagi anak yang lahir sebelum berlakunya UU Kewarganegaraan yang tidak didaftarkan dan anak yang lahir sebelum berlakunya UU Kewarganegaraan yang telah didaftarkan namun tidak memilih kewarganegaraan Indonesia hingga batas waktu yang ditentukan berakhir.

Melalui PP 21, anak yang dilahirkan dari kedua orang tua WNI dan WNA, yang berusia maksimal 30 tahun, yang mengalami kendala atau masalah dalam kewarganegarannya, dapat memperoleh kewarganegaraan Indonesia serta dimungkinkan memiliki dwikewarganegaraan secara terbatas sesuai UU Kewarganegaraan terutama bagi anak yang lahir di negara Ius Soli (penentuan kewarganegaraan berdasarkan tempat kelahiran), seperti Amerika Serikat.

Dijelaskan lebih lanjut, PP 21 juga menyempurnakan teknis tata cara pelaporan kehilangan dan memperoleh kembali kewarganegaraan Indonesia bagi WNI.

"Aturan terbaru ini bahkan memperkuat basis data yang mengatur mekanisme pemerolehan dan permohonan akses kewarganegaraan secara elektronik dan terintegrasi antara instansi pemerintah di tingkat pusat," ujar Cahyo.

PP 21 juga memberikan kemudahan khususnya dalam hal prosedur permohonan bagi anak-anak diaspora Indonesia untuk memperoleh kewarganegaraan Indonesia. Misalnya, anak anak yang tidak memiliki persyaratan surat keterangan keimigrasian (ITAP/ITAS) sepanjang melampirkan biodata penduduk yang dikeluarkan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil tetap dapat memperoleh kewarganegaraan Indonesia.

Selain itu, anak-anak yang belum memiliki pekerjaan dan atau penghasilan sebagaimana dipersyaratkan, masih dapat memperoleh kewarganegaraan Indonesia dengan cara mengajukan permohonan yang dapat diwakilkan oleh orang tuanya sebagai penjamin.

Isu kehilangan kewarganegaraan juga kerap menjadi sorotan. Anak-anak dari perkawinan campuran antara warga lintas negara yang memiliki dwikewarganegaraan tidak jarang malah mengalami kehilangan kewarganegaraannya, terutama ketika ia atau orang tuanya telat memilih kewarganegaraan ketika beranjak usia 18 tahun atau selambat-lambatnya 21 tahun menurut UU Kewarganegaraan.

Selanjutnya: Ada 13.092 Anak Berkewarganegaraan Ganda

Berdasarkan data kewarganegaraan yang dimiliki Kementerian Hukum dan HAM, terdapat sekitar 13.092 anak perkawinan campuran yang telah terdaftar sebagai anak berkewarganegaraan ganda berdasarkan Pasal 41 UU Kewarganegaraan.

Di antara jumlah itu, sebanyak 3793 anak tercatat tidak atau terlambat memilih salah satu kewarganegaraannya kepada Menteri Hukum dan HAM. Sementara itu, tidak kurang 507 anak yang tidak didaftarkan berdasarkan Pasal 41 sebagai anak berkewarganegaraan ganda.

Dengan demikian, adanya PP 21 dapat mengakomodir anak yang memiliki permasalahan kewarganegaraan, dengan memberikan kesempatan kembali kepada mereka untuk memperoleh status kewarganegaraan Indonesia dalam jangka waktu 2 (dua) tahun dari waktu PP 21 diundangkan sampai dengan 31 Mei 2024.

Penyempurnaan hukum seperti melalui PP 21 ini sejalan dengan berbagai upaya perbaikan iklim kondusif negara untuk menarik berbagai pihak datang ke Indonesia guna memberikan kontribusi positifnya bagi pembangunan nasional.

PP 21 diharapkan mendorong para diaspora Indonesia termasuk anak Indonesia yang terampil dan tentunya memiliki rasa cinta yang besar dan ingin berkontribusi terhadap Indonesia.

Kebijakan yang diatur dalam PP 21 sejalan pula dengan desain besar berbagai kebijakan lainnya dalam mendorong upaya pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19, termasuk mempermudah layanan keimigrasian, kebijakan visa dan penyederhanaan perizinan tinggal yang mencakup peruntukan jenis kegiatan yang jauh lebih luas dan lebih beragam.

Konsul Jenderal KJRI San Francisco, Prasetyo Hadi, menyampaikan bahwa inisiasi program Consular Talk semacam ini sangat diperlukan untuk memfasilitasi pembahasan dan pertukaran informasi yang mendalam, baik dari segi aturan maupun berbagai permasalahan yang dialami di lapangan.

"Seperti program Consular Talk yang pertama dan kedua, program kali ini juga diharapkan dapat memfasilitasi pembahasan yang mendalam dan sosialisasi pada WNI dan diaspora Indonesia, sekaligus kepada pelaksana Fungsi Kekonsuleran di seluruh Perwakilan Indonesia di dunia," tutupnya.

Halaman 2 dari 3
(wsw/ddn)

Hide Ads