Tradisi kawin sedarah atau Incest yang dilakukan suku Polahi di pedalaman Gorontalo sangat sulit diteliti oleh Antropolog. Ternyata, hal ini jadi penyebabnya.
Berita terpopuler detikTravel, Kamis (1/9) kemarin adalah tentang tradisi kawin Incest yang dilakukan suku Polahi yang hidup di pedalaman Gorontalo. Tradisi ini sulit diteliti karena suku Polahi sangat tertutup dari dunia luar.
Untuk mengunjungi masyarakat Suku Polahi harus menggunakan pemandu yang sudah diterima oleh mereka. Suku Polahi adalah suku terdalam asli dari Gorontalo yang tidak mengalami revolusi. Suku Polahi tinggal di tengah hutan gunung Boliyohuto sebagai masyarakat nomaden.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mereka (masyarakat Suku Polahi) tidak serta merta menerima orang asing. Karena bagi mereka orang asing itu adalah orang yang membahayakan. Jadi, kalau ingin menemui mereka kita harus menggunakan guide (pemandu) yang memang mereka kenal," ujar Yowan kepada detikSulsel, akhir pekan lalu.
Yowan mengatakan pengetahuan tentang kehidupan masyarakat Suku Polahi masih sangat terbatas. Masyarakat yang sangat tertutup membuat penelitian mendalam masih sangat sulit dilakukan.
Menurutnya, masih banyak misteri tentang suku Polahi termasuk tradisi perkawinan sedarah yang dilakukan mereka. Ia mengatakan tidak ada penelitian mendalam yang membuktikan semua tanda tanya tentang perkawinan sedarah tersebut.
"Ada sejumlah penelitian yang menyebutkan perkawinan incest (perkawinan sedarah), tetapi untuk detailnya itu belum ada," kata Yowan.
Penelitian Terbatas di Lapisan Terluar
Yowan menjelaskan penelitian-penelitian tentang Suku Polahi hanya dilakukan pada masyarakat terluar di kaki pegunungan. Sehingga tidak ada penelitian rinci pada masyarakat primitif di kelompok terdalam tentang pernikahan sedarah ini.
Diketahui, Suku Polahi memiliki klaster masyarakat sesuai dengan wilayah tinggal. Semakin dalam wilayah mereka tinggal di hutan maka semakin sedikit kelompok masyarakatnya serta semakin ekstrem menolak orang luar.
"Penelitian kita itu jarang tembus ke klaster atas. Sebenarnya, saya juga mau meneliti itu (perkawinan sedarah) tapi memang aksesnya tuh susah," dia menjelaskan.
Yowan menjelaskan suku Polahi terluar yang berada di kaki gunung sudah beradaptasi dengan masyarakat sekitar. Salah satu tandanya, mereka sudah menggunakan pakaian yang layak dan memulai untuk berdagang.
"Jadi, ada nama-namanya. Itu klasternya ada yang disebut sebagai kelompok 9, kelompok 18, kelompok 21, dan kelompok 70. Jadi, kalau kelompok 9 itu mereka ada 9 orang di situ. Kelompok 18 mereka 18 keluarga. Kelompok 21 ada 21 keluarga. Jadi nama-nama kelompok gitu. Kalau itu yang diidentifikasi oleh Departemen Sosial Kabupaten Gorontalo ya," kata dia.
Yowan menjelaskan kelompok yang mendiami wilayah gunung tertinggi merupakan kelompok dengan keadaan paling primitif dan jumlah kelompok paling kecil, yakni klaster 9. Kelompok tersebut sangat sulit untuk ditemui, sebab mereka menganggap orang asing bagai sesuatu yang membahayakan atau penjajah.
Itulah berita terpopuler detikTravel, Kamis (1/9). Selain berita suku Polahi, ada berita lain seperti potret kampung Sodom di Dieng hingga kisah Orang Laut, penduduk asli Singapura yang sudah terlupakan.
Berikut Daftar Berita Terpopuler detikTravel, Kamis (1/9/2022):
1. Tradisi Kawin Incest Suku Polahi Sulit Diteliti, Ini Penyebabnya
2. Potret Kawasan yang Dianggap Kampung Kaum Sodom di Dieng
3. Juara Indonesia Marathon Belum Terima Hadiah, Sandiaga: EO Tak Punya Uang
4. Klarifikasi Panpel Indonesia Maraton soal Hadiah Juara yang Telat Cair
5. Akhirnya... Hadiah Juara Indonesia Marathon Cair, eh Runner-up Macet Rp 150 Juta
6. 5 Larangan Tidak Biasa dari Xi Jinping buat Warga China
7. Tega... Penumpang Terlantar 20 Jam di Bandara, Krunya Malah Nginap di Hotel
8. Terpopuler: Manusia Paling Kesepian Wafat, Suku Asli Brasil Punah
9. Misterius, Ikan Dewa Cibulan Tiba-Tiba Mati Massal
10. Kisah Orang Laut, Penduduk Asli Singapura yang Kini Terlupakan
(wsw/wsw)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol
Tragedi Juliana di Rinjani, Pakar Brasil Soroti Lambatnya Proses Penyelamatan