Joged Bumbung merupakan tarian pergaulan yang belakangan ini dibumbui erotisme. Penyimpangan gerakan tarian itu bahkan dikonsumsi anak-anak.
Pengamat pariwisata yang juga Guru Besar Universitas Udayana, I Gde Pitana mengungkapkan keprihatinannya pada Joged Bumbung yang ternodai erotisme. Kepada detikTravel, Pitana mengatakan ia sampai tidak mampu menonton pertunjukan itu karena sudah jauh dari makna aslinya.
"Saya tidak mampu nonton Joged Bumbung karena saya malu sendiri melihat gerakan-gerakan dan adegan seks-nya yang sangat vulgar," katanya ketika dihubungi, Rabu (5/10/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pitana menjelaskan, banyak pihak yang sebenarnya sudah menegur praktik Joged Bumbung yang menyimpang ini, termasuk kaum intelektual dari Udayana. Menurutnya, penyimpangan itu sudah terjadi sekitar 5-10 tahun terakhir.
"Kami para intelektual Udayana sudah lama menggaungkan untuk stop jaruh (erotis), stop joged porno, stop erotik berlebihan tetapi pasar mengatakan lain. Kalau tidak porno tidak ada yang nonton, tidak ada yang order," ujarnya.
Sementara itu, praktik di lapangan semakin meresahkan. Para penikmat Joged Bumbung ini bukan saja orang dewasa, bahkan remaja dan anak-anak juga ikut menonton.
"Anak SD juga nonton. Kalau anak kecil nonton, besok diikuti gerakannya di sekolah bagaimana? Saya sedih melihat ini," kata Pitana.
Untuk diketahui, Joged Bumbung sebenarnya sudah eksis ratusan tahun. Tari ini bahkan ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia Tak Benda pada 2015.
"Joged Bumbung melibatkan penari dan penonton yang ingin menunjukkan kepiawaian mereka menari. Karena tari pergaulan, ada gerakan lucu yang membuat orang tertawa. Tapi bukan tarian yang datang ke panggung lalu memeluk pinggang penari dan melakukan adegan seksual," katanya.
Untuk mengembalikan citra Joged Bumbung, pemerintah telah berupaya untuk melakukan pembinaan terhadap para kelompok tari yang ada di seluruh penjuru Bali. Tak hanya itu, pemerintah bekerja sama dengan para pemerhati seni juga terus melakukan upaya perbaikan.
Salah satunya yaitu dalam gelaran Pesta Kesenian Bali (PKB) XLIV yang diadakan pada bulan Juni lalu. Berdasarkan rilis yang dikeluarkan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, PKB merupakan ajang untuk melestarikan dan mengembangkan kesenian Bali, terutama seni pertunjukan Bali.
Menanggapi hal ini, Pitana mendukung penuh upaya pemerintah. Hanya saja ia juga berharap ada ketegasan agar baik penari maupun penonton sama-sama jera melakukan tari erotis.
"Di awal harus ada tindakan tegas. Sekarang semua desa adat harus diberlakukan aturan keras. Siapa yang ketahuan akan diajukan ke meja hijau sesuai UU Pornografi," pungkasnya.
(pin/ddn)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol